Selamat membaca...
🍂
Belum genap sehari saja ia rasakan kebahagiaan. Baru beberapa jam yang lalu ia mengungkapkan perasaanya. Tapi kenapa sekarang ia kembali diterpa oleh kenyataan yang sangat mengecewakan.
Malam ini, ia kembali dipertemukan dengan sosok yang sangat ia rindukan. Sosok pria yang ingin sekali ia temui, meski perlakuannya dulu membuat dirinya menderita. Membuat ibunya harus banting tulang agar bertahan dalam hidupnya.
Ana tidak membenci papa-nya. Ia sangat merindukan sosok papanya itu. Tapi, Ana kecewa, Ana kecewa dengan perlakuan dan keputusan papanya dulu.
Mama dan papanya berpisah sejak Ana duduk di sekolah dasar. Dia ingat, sangat ingat kejadian malam itu. Papa-nya lebih memilih wanita itu daripada istrinya sendiri. Istrinya yang sudah bersamanya selama belasan tahun, tapi dia lebih memilih wanita yang hanya baru kenal beberapa minggu.
Dijodohkan? Devan? Tasya? Kenapa harus gadis itu lagi. Tidak puaskah dia telah merebut sosok papa darinya? Sekarang mencoba ingin merebut Devan? Kenapa dia begitu jahat pada Ana. Apa salah Ana? Kejahatan apa yang Ana lakukan hingga dia menyakitinya seperti ini.
Ana kadang berfikir. Kenapa hidupnya tidak pernah ada kebahagian.
Hidup ini tidak adil.
Tapi ia tepiskan pikiran itu, dia kembali mengingat kalimat yang selalu ia pegang.
Kehidupan di bumi itu berputar. Kadang diatas kadang dibawah.
Saat ini, Ana sedang berada di jendela kamarnya. Dengan jendela yang ia buka, ia duduk diatas kusen jendela itu. Membiarkan kakinya menggantung keluar pagar, ia menatap bulan di atas sana.
Ia kagum pada bulan, sendiri, namun masih tetap setia menyinari malam. Memberikan cahaya terang, memberikan kehangatan dan menemani seseorang yang merasa kesepian. Seperti dirinya sekarang.
Pletak!
"Aw..." Ana meringis, dahinya baru saja terkena lemparan batu kecil. Siapa yang berani menjailinya di tengah malam seperti ini.
Gadis itu menoleh ke arah samping, ia menemukan seorang cowok yang berdiri tegak menghadapnya seraya melambaikan tangannya.
"Devan,"
Dengan cepat Ana masuk kembali kedalam kamar. Mengunci jendela kamar dan menutup korden. Ia merangkak ke atas ranjang seraya menarik selimutnya.
Untuk saat ini, ia tidak ingin bertemu Devan. Ana tidak ingin Devan mengetahui semuanya. Tentang papanya, tentang keluarganya.
Devan hanya tahu, Ana korban keluarga broken home. Ana hidup serba kekurangan, hingga dia bisa sekolah karena orang tua Devan.
Devan hanya tahu, Ana berpura-pura jadi orang kaya, jadi orang berkecukupan hanya untuk menutupi semua masalahnya.
Devan tahu itu, tapi Devan tidak tahu siapa papa Ana, kenapa orang tuanya bercerai dulu.
--
Pagi hari, hari minggu. Baru pertama kali ini, seorang Devan bangun di pagi hari. Padahal waktu masih menunjukkan pukul enam pagi. Devan menghampiri sosok wanita paruh baya yang ada di dapur.
"Bi Lisa, Ana kemana?" tanya Devan, dia mencari Ana namun tak kunjung ia temukan.
Lisa yang sedang memasak nasi goreng untuk sarapan itu pun menoleh, "Ana pergi dari subuh den, nggak tahu kemana, tapi udah pakai pakaian rapi gitu,"

KAMU SEDANG MEMBACA
DEV'ANA (END)
Fiksi RemajaPROSES REVISI "Entah ini hanya sekedar rasa suka atau bahkan cinta, keduanya nggak harus memiliki alasan." - Devaniel Marvien. "Lo itu playboy. Dengan mudah, lo bisa mengatakan kalimat itu pada cewek manapun." - Melissa Anatsya. _________________...