"Sekedar suka atau terlanjur cinta, tak ada alasan untuk tidak bisa merasakannya."
- Devaniel Marvien -
Jika Devan bisa beranggapan begitu, Ana juga bisa membantahnya agar tidak jatuh terlalu dalam.
"Devan itu playboy, dia bisa mengatakan kalimat...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Belum genap sehari saja Ana rasakan kebahagiaan, bahkan baru beberapa jam yang lalu ia mengungkapkan perasaanya, tapi kenapa sekarang ia kembali diterpa oleh kenyataan yang sangat mengecewakan.
Malam ini, Ana kembali dipertemukan dengan sosok yang sangat ia rindukan. Sosok pria yang ingin sekali ia temui dan ia peluk meski perlakuannya dulu pernah membuat dirinya menderita, membuat ibunya harus banting tulang agar bisa bertahan dalam hidupnya.
Ana tidak membenci ayahnya, ia bahkan sangat merindukan sosok itu. Tapi Ana tetap merasa kecewa, kecewa dengan perlakuan dan keputusan ayahnya dulu.
Ayah dan ibunya berpisah sejak Ana duduk di sekolah dasar. Ana masih ingat, sangat ingat kejadian malam itu. Ayahnya lebih memilih wanita lain daripada istrinya sendiri. Istrinya yang sudah bersamanya selama belasan tahun ditinggalkan demi memilih wanita yang hanya baru kenal beberapa minggu.
Dijodohkan? Devan dan Tasya? Kenapa harus perempuan itu lagi. Tidak puas kah dia telah merebut sosok ayah darinya? Dan sekarang bahkan mencoba ingin merebut Devan darinya? Kenapa dia begitu jahat pada Ana, apa salahnya? Kejahatan apa yang Ana lakukan hingga dia menyakitinya seperti ini.
Ana kadang berfikir, kenapa hidupnya tak pernah ada kebahagian dan tak pernah adil untuknya. Hidupnya dulu yang sempurna seolah hanya sekedar mimpi yang lewat karena setelah kejadian malam itu hidupnya berubah dalam sekejap. Apa yang ia miliki diambil paksa, dipisahkan tanpa memikirkan perasaannya.
Namun Ana menepis pikiran itu, dia kembali mengingat kalimat yang selalu menjadi dorongan untuk tetap bertahan.
Kehidupan di bumi itu berputar, tidak selamanya kita selalu berada di bawah, ada saatnya kita naik ke atas meskipun harus dengan cara merangkak, terjatuh, dan terjungkal terlebih dulu.
Akan ada pelangi setelah hujan, akan ada keindahan yang luar biasa setelah badai yang menerjang.
Saat ini Ana sedang berada di kamarnya. Dengan jendela yang Ana buka, ia duduk diatas kusen jendela, membiarkan kakinya menggantung keluar dinding, lalu menatap bulan di atas sana.
Ana mengagumi objek yang ada di langit gelap itu, meski selalu sendiri namun masih tetap setia menerangi malam, memberikan cahaya terang, memberikan kehangatan dan menemani seseorang yang merasa kesepian, seperti dirinya sekarang.
"Aww... " Ana meringis, dahinya baru saja terkena lemparan batu kecil. Entah siapa yang berani menjahilinya ditengah malam seperti ini.
Ana menoleh ke arah samping, ia menemukan Devan yang berdiri tegak seraya melambaikan tangan ke arahnya.
Merasa tak mampu menghadapi Devan sekarang, Ana menarik kakinya, lalu masuk kembali ke dalam kamar. Mengunci jendela kamar sebelum menutup korden, Ana merangkak naik ke atas ranjang seraya menarik selimutnya.