Selamat membaca....
🍂
Satu sekolah mendadak heboh setelah seluruh siswa mendapat pengumuman akan diadakan class meeting atau perlombaan antar kelas. Class meeting tersebut akan diadakan besok hari sabtu. Dari lomba di bidang akademik maupun non-akademik akan diperlombakan.
Hari ini jam pelajaran ditiadakan atau lebih tepat dengan istilah jam kosong. Jam kosong tersebut digunakan untuk mendiskusikan perwakilan dari tiap kelas.
Kelas 12 IPS 1 tidak akan bisa mengadakan diskusi dengan tenang. Sana-sini ditawarkan mau ikut lomba apa hanya dijawab dengan gelengan kepala. Sehingga membuat sang ketua kelas naik darah.
"Jessica, lo ikut lomba nyanyi,"
Aldito sebagai ketua kelas kini menunjuk seorang gadis yang tengah duduk dikursi guru itu. Gadis itu tersentak ketika Aldito menunjuknya untuk ikut lomba menyanyi.
"Gue nyanyi? Gue nggak mau tanggung jawab ya kalo besok dokter spesialis THT penuh antrian," tolak Jessica mengelak.
Namun jawaban Jesicca mampu membuat seluruh penghuni kelas tertawa.
"Terus lo mau ikut lomba apa?" tanya Aldito menawarkan.
Sekertaris kelas itu merubah posisinya menjadi berdiri. Berjalan mendekat ke arah Aldito yang tengah berdiri didepan papan tulis seraya membawa spidol.
"Lomba mewarnai, boleh?"
Sontak semua temannya satu kelas kembali tertawa mendengar ucapan Jessica. Ada-ada saja. Emang ada lomba mewarnai di SMA Bakti Jaya ini? Dia kira ini sekolah paud!
"Kalo mewarnai hari-hari lo, gue juga mau ikut!" timpal Raka tiba-tiba seraya merangkul Jessica dari belakang.
"Palalo peang! pergi sono, hushh" Jessica mendorong tubuh Raka hingga cowok itu bergerak mundur.
"Cieee...."
Aldito hanya bisa menggelengkan kepala melihat tingkah kedua temannya ini. Tatapannya kini beralih pada sosok gadis yang duduk diatas meja guru.
"Ana, lo mewakili kelas kita dilomba nyanyi ya. Tinggal lomba ini doang yang belum ada perwakilannya. Dan tinggal lo doang yang belum ikut lomba apapun," tutur Aldito.
Ana melebarkan matanya. Dia disuruh menyanyi? Apa kabar dunia nanti jika suara merdu Ana terdengar seantero sekolah.
Devan saja menertawainya, apalagi orang lain nanti ketika melihat Ana bernyanyi. Bisa-bisa muntah darah dan telinganya mendadak tuli.
"Ana nyanyi? Yakin lo, Al? Dia ngomong aja udah fales," timpal Pandu tiba-tiba. Semua temannya kembali tertawa.
"Bisa ae lo Ndu. Jangankan ngomong, napas aja udah fales tuh cewek," balas Raka lalu tertawa. Kedua cowok itu tengah berdiri didepan meja.
"Sialan lo berdua," jengkel Ana seraya melempar kemoceng ke arah dua cowok itu. Namun kedua cowok itu kompak menghindar.
"Tapi bener kan omongan kita. Nih ya An, kalau lo nyanyi tuh semua penonton bukannya dengerin malah pada kabur," ucap Pandu. Itu cowok pedes banget mulutnya.
"Udah-udah. An, kalo lo gak terima sama omongan mereka, buktikan besok. Oke?" ucap Aldito. Ketua kelas itu lantas menulis nama Ana dipapan tulis.
Aldito sialan! Si ketua kelas kurang ajar! Liat aja nanti!. batin Ana menggerutu.
Gadis itu hanya bisa pasrah ketika ditunjuk untuk mewakili kelasnya dilomba menyanyi. Selain karena memang dia yang belum kebagian apapun, Ana juga ingin menampilkan bakat terpendamnya. Ia akan buktikan pada kedua cowok tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEV'ANA (END)
Teen FictionPROSES REVISI "Entah ini hanya sekedar rasa suka atau bahkan cinta, keduanya nggak harus memiliki alasan." - Devaniel Marvien. "Lo itu playboy. Dengan mudah, lo bisa mengatakan kalimat itu pada cewek manapun." - Melissa Anatsya. _________________...