"Sekedar suka atau terlanjur cinta, tak ada alasan untuk tidak bisa merasakannya."
- Devaniel Marvien -
Jika Devan bisa beranggapan begitu, Ana juga bisa membantahnya agar tidak jatuh terlalu dalam.
"Devan itu playboy, dia bisa mengatakan kalimat...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Final pertandingan basket memasuki poin-poin kritis. Kelas 12 IPS 1 dan 12 IPS 5 adalah musuh bebuyutan, dari kelas sepuluh hingga kelas dua belas mereka selalu bertemu entah dibabak penyisihan grup, semifinal atau bahkan di final. Sementara kelas IPS 5 yang selalu menjadi juara bertahan, menjadikan kesempatan kelas IPS 1 bertekad untuk memenangkan pertandingan kali ini.
Ana tengah berdiri di atas tribun, tidak jauh dari lapangan, ia bersama dengan Jessica dan semua teman kelasnya berdiri mengamati papan point yang terus semakin kejar mengejar. Setelah terdiam cukup lama untuk merapalkan doa, kini ia dibuat kebingungan harus mendukung siapa.
Antara mendukung Devan atau kelasnya sendiri, karena keduanya memiliki posisi yang sama-sama penting, tapi tentu saja Ana akan berbuat sportifdan menjadi suporter terbaik demi kelasnya. Lantas perempuan itu menoleh ke kanan dan kiri, bersiap untuk memberi support pada teman-temannya yang tengah berjuang.
"Disini menang disana menang! Dimana mana kita pasti menang! Nggak papa kalah yang penting sombong! IPS 1 semangat!!"
Teriakan Ana sontak membuat seluruh penonton menoleh ke arahnya, Ana hanya menderetkan giginya ketika semua mata tertuju padanya.
"Gue bantu," ucap Jessica seraya menepuk bahu kiri Ana.
"Gue juga ikut," ucap Sasha di sisi kanan Ana.
Ana dan Jessica menoleh bersamaan. Mereka berdua menyipitkan mata melihat Sasha tengah berdiri disana juga.
"Eh centil, disini banyak orang yang jadi bikin gerah loh, nggak takut make up lo luntur?" sindir Ana membuat Jessica tak mampu menahan tawa.
Sasha mendengus kesal. Kenapa selalu saja diledek dengan make up-nya itu. Bukannya wajar kalau perempuan ber-dandan? Yang Sasha tahu jaman sekarang perempuan cantik lebih di hargai daripada perempuan yang hanya bermodal prestasi. Menurutnya percuma pintar tapi jelek, dan itu kenyataan yang Sasha alami ketika pakai make up dan saat tidak pakai make up.
Ada saat dimana Sasha tengah bermain dengan sepupu perempuannya yang memakai make up, tengah kehujanan sementara dirinya saat itu belum bisa memakai make up, ada beberapa laki-laki yang menawari tumpangan payung sementara dirinya tidak ada.
Ana tersenyum hangat, ia merangkul bahu Sasha dari samping. "Sasha cantik, lo boleh dandan, lo boleh pakai make up, tapi enggak disekolah. Nanti kalo di rumah atau kalo lo mau pergi kemana gitu," ujarnya memberi pengertian.
"Tapi di jaman sekarang, cewek cantik itu lebih di hargai. Lagian kalian bakal kaget liat wajah asli gue kalau enggak pake make up," suaranya terdengar surau, menahan getar yang tak bisa ia sembunyikan, setelah itu Sasha melangkah pergi meninggalkan lapangan basket dengan mata berkaca-kaca.