"Sekedar suka atau terlanjur cinta, tak ada alasan untuk tidak bisa merasakannya."
- Devaniel Marvien -
Jika Devan bisa beranggapan begitu, Ana juga bisa membantahnya agar tidak jatuh terlalu dalam.
"Devan itu playboy, dia bisa mengatakan kalimat...
Entah ini hanya sekedar rasa suka atau bahkan cinta, keduanya tidak harus memiliki alasan.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sinar matahari pagi yang menembus dari cela ventilasi ruangan berhasil menghangatkan tubuh seorang perempuan yang tengah tertidur pulas, menjadikan ia enggan bangkit dari posisi ternyamannya itu. Namun tak berselang lama, ketika bunyi ketukan pintu yang terdengar dari luar membuat perempuan itu sadar dari alam mimpinya, tubuhnya terperanjat kaget dari tempat tidurnya.
"Ana, udah siang. Bangun!"
Teriakan dari ibunya membuat perempuan yang memakai kemeja putih dan hotpants itu bangkit dari ranjangnya, berjalan gontai ke arah pintu. Dengan rasa malas dan menahan kantuk, Ana membuka pintu kamar. "Jam berapa?"
"Udah setengah tujuh."
Kedua mata Ana melebar sempurna, ia kembali masuk ke dalam kamar setelah mendengar jawaban dari ibunya. Setengah tujuh? Berarti gerbang sekolah akan ditutup tiga puluh menit lagi.
Ana meraih handuk dan seragam sekolah yang menggantung di dinding sisi lemari riasnya, lalu keluar dari kamar tidur menuju kamar mandi yang berada di belakang dapur. Tidak perlu membutuhkan waktu lama untuk membersihkan diri, Ana sudah siap dengan seragamnya dan hanya tinggal memakai sepatu. Sama seperti hari biasanya, ia hanya memakai sunscreen dan lip tint pada bibirnya agar tidak terlihat pucat.
Ana menghampiri meja makan, ia duduk disalah satu kursi yang berada disebelahnya, tubuhnya membungkuk ke bawah agar bisa menjangkau tali sepatu yang akan ia ikatkan.
"Anak perawan baru bangun, pamali!" desis seseorang seraya menarik kursi lainnya, yang kemudian mendaratkan pantatnya disana.
Gerakan Ana yang tengah mengikat tali sepatunya itu terhenti, menoleh ke arah sumber suara yang ternyata adalah Devan, dengan seragam sekolah lengkapnya kini Devan duduk disebelah Ana, tengah memperhatikan apa yang sedang Ana lakukan.
"Dosa gue nggak sebanyak dosa lo, jadi nggak usah sok paling suci jadi orang." Ana melanjutkan kembali mengikat tali sepatunya, setelah selesai mengikatnya dengan benar, Ana berdiri dari posisinya dan melangkahkan kakinya keluar dari pintu yang membawanya keluar dari dapur melewati garasi mobil.
Devan mengambil roti selai yang berada di atas meja, gerakan tangannya terhenti sebelum menyentuh makanan itu ketika melihat Ana sudah menghilang dari balik pintu dapur yang menuju ke garasi mobil. Kursi kayu berderit kala Devan bangkit dari posisinya, melangkah lebar untuk menyusul Ana.
Mobil HRV yang berwarna hitam itu keluar dari dalam garasi, terlihat sangat lihai meski bejalan mundur dengan Devan sebagai sang pengendara, memutar stir yang membuat mobil menjadi berbelok ke jalan ke arah keluar dari komplek perumahan. Devan melihat perempuan yang memakai seragam sama seperti dirinya berdiri di tepi jalan raya sedang menunggu kendaraan umum, ia mengehentikan mobilnya tepat di depan perempuan itu berdiri.