28. Cemas

52 4 0
                                        

Typo? Kasih tau dong :)

Ana kembali menyalakan ponselnya yang berada di genggamannya. Dengan tangan bergetar, ia mengirimkan lokasi kini ia berada pada kontak ponselnya. Entah tertuju pada siapa, terpenting ia sudah mengirimnya.

Derap langkah pria-pria itu semakin dekat. Ana mencari kontak yang berada di panggilan terkahir. Ia tidak membaca nama kontak tersebut. Ana langsung saja menghubunginya.

Terhubung. Tapi tidak diangkat oleh si penerima. Ana kembali menghubunginya berulang kali. Tapi hasilnya masih sama.

"Hai cewek, ngapain disini malem-malem?" ucap pria yang memiliki tato di bagian lengan kiri atas. Ia membungkukkan badannya pada Ana.

Ana menunduk. Ia tidak berani mendongak apalagi menatap pria-pria itu. Tangannya bergetar menggenggam erat ponsel miliknya. Hari yang semakin malam ini, membuat sekitar tempat kini ia berada sudah tidak ada orang. Sepi, bahkan kendaraan pun sudah tidak terlihat melintas.

Tuhan. Apakah malam ini akhir dari hidup Ana. Apakah ini akhir dari cerita hidup Ana. Padahal Ana belum sempat membahagiakan mamanya. Ana belum sempat berbaikan dengan papanya. Ana belum sempat membalas perasaan Devan.

Ana ingin mengakuinya kali ini. Ana ingin mengakuinya bahwa ia benar-benar mencintai Devan, ia menyayangi cowok itu seperti cowok itu menyayanginya.

Mama, Ana takut. Lirih Ana dalam hati.

"Nungguin.. kitalah, kita kan... mau main... sekarang," ucap pira lain yang berdiri dengan sempoyongan di belakang pria bertato. Tangannya sesekali menyibak wajahnya dengan kasar.

Sementara pria lain yang berdiri di samping Ana merubah posisinya. Ikut berjongkok seperti posisi Ana. Tangannya mengusap rambut Ana pelan. Membuat Ana merinding takut merasakannya.

Lalu Ana melihat sebatang kayu di sampingnya. Ia mencoba meraih kayu itu lalu dengan cepat memukulkannya pada pria yang berani menyentuh rambutnya. Ia bangkit dari posisinya dan berancang-ancang untuk lari sekencang mungkin. 

Namun baru ketika ia menegakkan badannya untuk berlari, dress yang ia pakai tersangkut pada ujung besi yang sudah karat. Membuat dress di bagian pahanya sobek. Ia lantas menyibakkan dresnya bagian lain untuk menutupi paha atasnya.

Ketika Ana hendak berlari kembali, pria-pria itu sudah mengurungnya. Bahkan kedua tangannya sudah di genggam dua pria. Dan pria bertato itu berdiri di depan Ana.

"Kalian mau apa!? Lepasin!" Ana berteriak. Mencoba memberontak untuk melepas tangannya.

"Kita? Kita... mau... kamulah," jawab pria bertato itu seraya mendekat ke arah Ana.

"Jangan macem-macem atau gue teriak!" ancam Ana namun diabaikan oleh pria-pria itu. Tangannya terus memberontak agar bisa lepas dari genggaman kedua pria itu.

Pria bertato itu mendekat ke arah Ana, tangannya menarik dagu Ana agar bisa menatapnya, "Teriak aja, sana. Tapi... sekali kamu... teriak, kamu gak bisa pulang," ucapnya mengancam Ana balik dengan tawa sinis.

"Lepasin!"

Devan. Lirih Ana dalam hati kembali. Berharap Devan datang menolongnya. Berharap cowok itu mendengar suara hatinya.

"Tolong!"

"Lepasin!"

"Tolong! Tolong!"

DEV'ANA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang