Bagaimanapun caranya, yang namanya perpisahan tetaplah menyakitkan.
--
Ana kembali ke rumah Devan. Ia sudah mengirimkan pesan kepada mamanya untuk membereskan semua pakaian dirinya dan mamanya.
Lisa paham apa yang terjadi. Tanpa banyak tanya, wanita itu membereskan semua pakaian miliknya dan Ana.
Ana tiba dirumah Devan. Dan kedua orang tua Devan sudah berada disana. Dengan langkah ragu, Ana masuk ke dalam rumah besar itu.
"Apa ini maksud kamu, Ana?!" teriak Celline setelah Ana masuk beberapa langkah dari pintu. Kedua orang itu berada di ruang tamu.
"Dasar tidak tau diri! Suami saya sudah memberikan apa yang kamu butuhkan selama ini. Dan ini balasan kamu?"
Lisa yang mendengar keributan didepan bergegas ke luar dari dapur. Ia melangkah sambil membawa kedua tas besar dikedua tangannya.
"Maaf om, tante..." bibir Ana tercekat sulit mengeluarkan kata.
"Maaf, pak Vino, bu Celline. Apa kalian tidak pernah muda? Anak saya mencintai anak kalian apakah itu hal yang salah?" tanya Lisa setiba diruang tamu. Ia menghampiri anaknya yang berada tidak jauh dari pintu.
"Jelas salah besar!" tegas Celline lagi. "Disini bukan berarti saya tidak menyukai Ana. Tapi suami saya dan temannya sudah merencanakan perjodohan ini dari anak kami masih kecil. Dan kamu..." Celline menunjuk Ana, "gara-gara kamu Devan jadi menentang perjodohan ini!"
Sakit. Itu yang Ana rasakan sekarang. Dimana ketika ia mendengar jelas Celline mengatakan perjodohan ini sudah direncanakan semenjak anak mereka masih kecil.
Ingin rasanya Ana mengatakan yang sejujurnya. Ingin rasanya Ana mengatakan bahwa dia yang seharusnya dijodohkan dengan Devan. Tapi tidak sekarang. Bukan sekarang waktunya. Disini hanya mamanya dan Devan yang berpihak dengannya.
Sementara dipihak lain, ada kedua orang tua yang tidak bisa ia lawan. Ana hanya akan menambah rasa sakitnya ketika ia mengatakan sekarang. Karena ia tahu Galih tidak akan membelanya sama sekali.
"Cukup tante," ucap Ana. Lalu ia menoleh ke arah Vino. "Om, kalau yang Om mau Ana pergi dari Devan, Ana akan lakuin. Maaf atas keributan tadi," ucapnya dengan menahan air matanya.
"Ana akan pergi Om. Bukan hanya keluar dari rumah ini, tapi Ana juga akan pergi dari hidup Devan jika itu mau Om sama Tante," lanjutnya.
Lisa meletakan tas yang ia bawa. Ia menggenggam tangan anaknya. Memberi kekuatan kepadanya.
"Terimakasih semuanya Om, tante. Ana masih tau diri kok, Ana tau dengan Ana pergi mungkin itu bisa membalas semua kebaikan Om sama tante untuk Ana sama mama Ana,"
Vino dan Celline terkejut bukan main. "Maksud kamu?" tanya Vino tak paham.
"Iya, Ana akan pergi dari hidup Devan. Terimakasih untuk tawaran kemarin. Ana tidak mau pergi ke tempat yang Om pilih," jawab Ana.
"Terus, kamu mau pergi kemana?" tanya Vino lagi.
"Belum tau Om. Tapi Ana janji Ana akan pergi dari Devan. Ana janji Ana nggak akan ganggu Devan lagi,"
"Baik kalau begitu. Saya anggap semua kebaikan saya terbalas,"
Ana menghela napas panjangnya. "Permisi Om, Tante. Ana pamit," ucapnya dengan sedikit membungkukkan kepala.
Ana meraih tas yang dibawa Lisa tadi. Tangan kirinya menggendeng mamanya dengan erat. Mereka berdua benar-benar melangkah keluar dari rumah Devan.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEV'ANA (END)
Ficção AdolescentePROSES REVISI "Entah ini hanya sekedar rasa suka atau bahkan cinta, keduanya nggak harus memiliki alasan." - Devaniel Marvien. "Lo itu playboy. Dengan mudah, lo bisa mengatakan kalimat itu pada cewek manapun." - Melissa Anatsya. _________________...