🎶 Play song : Imagination - Shawn Mendes
🍂
Keheningan menyelimuti ruangan ber-cat dinding hijau muda. Terdapat dua remaja berbeda gender itu tengah saling menatap satu sama lain dengan posisi berdiri.
Devan membawa Ana ke ruang musik. Disana sepi, tidak akan ada orang lain yang lewat ataupun datang. Sehingga tidak akan ada yang mengganggunya.
"Gue gak mau di jodohin sama Tasya, gue sayangnya sama lo Ana, bukan cewek itu. Gue mohon, lo percaya sama gue kali ini,"
Devan menatap Ana sendu. Rasa takut kehilangan menyelimuti hatinya setelah mengetahui Ana sudah menjadi milik orang lain. Tapi ia tidak percaya begitu saja. Ana hanya menyukainya, tidak cowok lain.
Ana membuang pandangan ke sembarang arah, "Gue gak peduli lo mau di jodohin sama Tasya atau enggak," cetus Ana.
Kedua tangan Devan menarik bahu Ana agar gadis itu bisa menatapnya, "Tapi gue peduli. Gue tahu pasti lo marah kan sama gue karena masalah ini,"
"Gue nggak marah. Tapi emang kita gak bisa sama-sama seperti apa yang gue bilang waktu itu," balas Ana.
Masalah demi masalah akan terjadi setelah ia memilih untuk bersama Devan. Dan sekarang masalah itu benar terjadi padanya.
Masalah kali ini tidak hanya menyangkut perasaanya saja, tapi menyangkut tentang masa lalunya juga. Masa lalu yang membuat dirinya menjadi seperti sekarang. Hidup dipenuhi dengan kebohongan.
"Kata siapa kita gak bisa sama-sama? Kalo kita yakin sama perasaan kita, kita bisa berjuang bareng buat pertahanin perasaan kita, Ana." jawab Devan tak mau kalah.
Ana mehela napas jengah mendengarnya, "Kenapa lo gak mau dijohohin sama Tasya? Bukannya dia cewek yang lo suka?"
Ana ingat. Waktu kejadian malam itu, Devan menyebutkan satu nama yang membuat dirinya kebingungan. Dan nama itu, Tasya. Bisa jadi itu Tasya yang akan dijodohkan dengan Devan, bukan? Apalagi Ana pernah mempergoki mereka tengah berciuman.
Kerutan dikening Devan semakin dalam, "Suka? Gue nggak pernah suka sama Tasya. Kejadian di lorong itu gue cuma... pokoknya gue nggak pernah suka sama dia!"
Kerutan di kening Devan menandakan bahwa ia benar-benar takut kehilangan Ana. Menandakan bahwa ia benar-benar sayang pada gadis itu. Menandakan bahwa ia benar-benar mencintainya.
Sudut bibir kiri Ana terangkat, ia tertawa sinis, "Bulshit. Waktu lo nggak sadar aja nama dia yang lo sebut,"
Devan tidak paham dengan maksud perkataan Ana. Waktu dia tidak sadarkan diri? Kapan?
"Waktu lo nyium gue pertama kali," ucap Ana mengerti Devan tidak paham dengan ucapannya.
Dan sekarang Devan paham. Tasya, nama sosok gadis yang ada di mimipnya. Sosok gadis yang membuat dirinya menjadi seperti sekarang.
"Lo mau tahu siapa Tasya itu?" tanya Devan.
Ana menggeleng, "Nggak"
"Lo mau tahu kenapa gue nyebut nama dia waktu gue nggak sadar?"
Ana menggeleng lebih keras, "Nggak,"
"Lo mau tahu mimpi gue?"
"Nggak Devan!"
"Oke gue ceritain,"
Ana melototkan matanya. Ia sama sekali tidak mengerti dengan ucapan Devan. Kenapa tiba-tiba Devan mengalihkan pembicaraannya. Mimpi? Ia sama sekali tidak perduli dengan mimpi Devan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEV'ANA (END)
Teen FictionPROSES REVISI "Entah ini hanya sekedar rasa suka atau bahkan cinta, keduanya nggak harus memiliki alasan." - Devaniel Marvien. "Lo itu playboy. Dengan mudah, lo bisa mengatakan kalimat itu pada cewek manapun." - Melissa Anatsya. _________________...