20. Mimpi Devan

77 5 0
                                        

Keheningan menyelimuti ruangan yang memiliki dinding bercat putih, terdapat dua remaja berbeda gender itu tengah saling menatap satu sama lain dengan posisi berdiri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Keheningan menyelimuti ruangan yang memiliki dinding bercat putih, terdapat dua remaja berbeda gender itu tengah saling menatap satu sama lain dengan posisi berdiri. Devan membawa Ana ke ruang musik, disana sepi tidak akan ada orang lain yang lewat ataupun datang sehingga tidak akan ada yang mengganggunya.

Devan menatap Ana dengan tatapan memohon agar dipercaya, sementara Ana memutar bola mata malas karena Devan terus membuatnya merasa muak akan perlakuannya.

Melihat Ana yang tak kunjung membuka suara, Devan mengawalinya dengan berkata. "Gue nggak mau dijodohin sama Tasya, gue sayangnya sama lo Ana, bukan cewek itu. Gue mohon, lo percaya sama gue kali ini."

Devan menatap Ana sendu, rasa takut kehilangan menyelimuti dirinya setelah mengetahui Ana sudah menjadi milik orang lain. Tapi tentu saja Devan tidak percaya, perasaan Ana hanya padanya, hati Ana hanya untuknya.

Ana membuang pandangan ke sembarang arah. "Gue nggak peduli lo mau di jodohin sama Tasya atau cewek manapun."

Kedua tangan Devan menarik bahu Ana agar perempuan itu kembali menatapnya. "Tapi gue peduli. Gue tahu pasti lo marah sama gue karena masalah ini."

"Gue nggak marah. Tapi emang kita nggak bisa sama-sama seperti apa yang gue bilang waktu itu," balas Ana.

Masalah demi masalah akan terjadi ketika ia memilih untuk bersama Devan, dan perkiraan Ana akan hal itu benar-benar terjadi sekarang.

Masalah kali ini tidak akan hanya menyangkut perasaanya saja, tapi menyangkut tentang masa lalunya juga. Masa lalu yang membuat dirinya menjadi seperti sekarang, hidup dipenuhi dengan kebohongan.

"Kata siapa kita nggak bisa sama-sama? Kalo kita yakin sama perasaan kita, kita bisa perjuangin perasaan kita, Ana," jawab Devan tak mau kalah.

Ana menghela napas jengah mendengarnya, tatapannya mengarah pada kedua bola mata Devan yang kini terlihat lebih sendu dari yang sebelumnya. "Kenapa lo nggak mau dijodohin sama Tasya? Bukannya dia cewek yang lo suka?"

Ana ingat, waktu kejadian malam itu Devan menyebutkan satu nama yang membuat dirinya kebingungan. Dan nama itu, Tasya. Bisa saja itu Tasya yang akan dijodohkan dengan Devan, bukan? Apalagi Ana pernah memergoki mereka tengah berciuman.

"Suka?" Salah satu alis Devan naik mendengar hal itu. "Gue nggak pernah suka sama Tasya. Kejadian di lorong itu gue cuma... "

"Apa?"

Devan menggeleng. "Nggak, intinya gue nggak pernah punya perasaan sama cewek itu."

Kerutan di kening Devan menandakan bahwa ia benar-benar takut kehilangan Ana, menandakan bahwa ia benar-benar sayang pada perempuan itu, menandakan bahwa ia benar-benar mencintainya.

Sudut bibir kiri Ana terangkat, ia tertawa sinis. "Omong kosong. Waktu lo nggak sadar aja nama dia yang lo sebut."

Kerutan di kening Devan semakin dalam, ia tak paham dengan maksud perkataan Ana. Waktu dia tidak sadarkan diri? Kapan? Dan seolah mengerti bahwa Devan tak memahami perkataannya, Ana kembali berbicara.

DEV'ANA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang