22. Boleh Baper Gak?

203 21 4
                                    


Happy Reading

❤❤❤❤❤❤

Pukul? Udah.

Nendang? Udah.

Teriak? Juga udah.

Tarik nafas buang. Tarik nafas buang, Rara kembali memukul punggung tegap Alta secara brutal. Kepalanya yang tadi pening bertambah pening dengan keadaan terbalik seperti ini.

"ALTAAA BEGO, TURUNIN GUE ASTAGA TAMBAH PENING INI KEPALA GUE" murid-murid kutu buku yang sejak tadi mendiami kelas X IPA 1 kini mengalihkan tatapannya kearah pintu yang terbuka lebar.

Rara mengatur nafasnya yang seperti habis lari maraton, ia memegang bahu Alta dengan kuat saat pria itu telah menurunkannya. Rambutnya seperti singa yang habis bertengkar saja.

"Huft... Asem, udah habis gak bisa nafas, rambut gue di tarik. Dan LO lagi bikin tambah pening kepala gue" pekik Rara menunjukkan wajah cemberutnya. Ia tak berniat sedikitpun memperbaiki tatanan rambutnya, yang ia pikirkan saat ini hanya ingin memaki wajah Alta yang masih tenang.

"Masih pening? Mau pulang aja?" Rara mengurungkan niatnya yang ingin kembali memaki Alta. Ia mendongak menatap mata legam Alta yang menampilkan ketajam serta kemisteriusan di dalamnya.

Ia dengan susah payah membasahi bibir bawahnya yang terasa kering saat menatap Alta. "Gak usah lebay. Ngapain coba pake gendong-gendong udah tahu rambut gue habis di tarik yah pasti sakit" sungut Rara berusaha mengubur dalam-dalam perasaan yang menurutnya akan membunuhnya secara perlahan.

Dari pengalaman ia belajar agar tidak mengulang kesalahan.

"Makanya gue gendong nanti jatoh" sahut Alta sambil mengeluarkan tangannya dari saku celana. Lalu terulur melepas ikat rambut Rara secara perlahan, hingga kembali membuat gadis itu harus menahan nafasnya lagi karena jarak wajah mereka hanya sejengkal.

Rara mengambil satu langkah mundur, menjaga kesehatan jantungnya itu juga penting agar tidak cepat rusak karena tingkah Alta yang kelewat bikin disco jantung.

"Perempuan jatoh juga gak bakal mati kali" ucap Rara santai.

Alta menggeleng sambil tersenyum tipis ia berjalan mendekat kearah Rara membuat gadis itu mengerutkan keningnya bingung. Ia mengerjap pelan saat jarak antara Alta semakin tipis. "Nafas yang bener dulu, atau mau dibantu?"

Tangan Rara spontan memukul wajah pria itu agar menjauh tapi bukannya menjauh malahan berdiri di belakangnya sambil mengumpulkan rambutnya menjadi satu dengan sesekali menyisir rambutnya agar terlihat rapi menggunakan jari-jari.

"Kalau perempuan jatuh nanti cantiknya hilang!"

Plis tolong jantungnya Rara, agar tidak disco hingga membuat Rara susah nafas.

Ingin rasanya Rara menghilang saat itu juga. Wajahnya entah mau di taroh dimana sekarang, ia jadi heran sendiri dengan kebiasaan Alta yang suka sekali membuat jantungnya berpacu dengan cepat.

"Gak lucu, udah deh dari semalam lo tuh random banget. Gak usah bikin gue melayang kalau akhirnya jatuhin gue kedasar tanah" sungut Rara membuang pandangannya. Kepalanya digerakkan kekanan dan kekiri, ia berusaha menjauhkan rambutnya dari jangkauan Alta.

Alta seperti biasa merespon dengan tenang, ia masih kukuh mengikat rambut Rara dengan gelang karet berwarna hitam dari tangannya.

"Diam dulu. Ini udah mau selesai!"

Rara mendengus kesal. Kelihatan sekali pria itu mengalihkan pembicaraan yang sedang begitu sensitif diantara keduanya.

"Jangan di buka, udah bagus ini" ucap Alta menjauhkan tangannya dari rambut Rara. Gadis itu mengeluarkan ponsel dari saku roknya, ia melihat pantulan dirinya dari layar ponsel.

Don't First LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang