"Sejatinya wanita hanya butuh lelaki yang bertatap dengannya ada rasa tanggung jawab."
.
.
.
.
.
.Happy Reading
Rara kembali membalut pergelangan tangannya denga kasa juga perban. Mentalnya kembali terganggu, belum selesai masalah pelik keluarganya, masalah kembali muncul memukul mundur dirinya telak.
Self injury, mungkin hal itu yanga sedang Rara lakukan akhir-akhir ini. Melukai diri tanpa bermaksud bunuh diri, ia masih ingat dosa, tapi hal yang Rara lakukan pun masih belum diterima secara rasional. Sekali salah tetap salah!
Tapi kali ini Rara membiarkan semuanya. Ia sudah muak, sungguh! Lagipula umurnya sudah tidak lama lagi, ia hanya membantu mempersingkat waktu.
"Tunggu-tunggu gue lupa nama yang papah Arkan kasih tahu kegue waktu itu." Rara menegakkan tubuhnya. Waktu Arkan mengucapkan nama papah kandungnya Rara masih terguncang, semua kalimat seperti memantul saja.
"Mungkin Bi Inah tahu kali yahh!" Segera Rara mengikat rambutnya menjadi satu, dan memakai headhand untuk menutupi perban yang melilit ditangannya. Lalu sedikit memoles bedak tipis menutupi mata bengkaknya.
Dengan terburu-buru ia melangkah keluar kamar, menuruni anak tangga secepat yang ia bisa. Kali ini saja, ia ingin mengetahui wujud pria yang sudah membuat Irene menderita.
"BI INAH!"
"BI INAH!"
Wanita paruh baya yang sudah dari Rara lahir mengabdikan diri itu berjalan kearah Rara. "Kenapa, non?"
Rara menghela nafas, memijat pelipisnya yang terasa berdenyut hebat.
"Eh... Non kenapa atuh sini bibi bantu duduk." Bi Inah dengan telaten mendudukan Rara di sofa ruang tamu. Lalu melesat memgambilkan gadis yang sudah ia anggap anak itu segelas air putih.
"Ini non minum dulu, " ujar Bi Inah sambil menyodorkan bawaannya. Rara yang tidak bertenaga hanya menerima tanpa mampu menolak.
"Non Rara mukanya pucet, biar mang ujang antar ke rumah sakit yah." Nada khawatir yang tidak bisa Bi Inah sembunyikan benar-benar menenangkan Rara. "Nggak usah, bi!"
Setelah merasa sedikit membaik Rara menegakkan punggungnya.
"Siapa nama papah kandung aku?"
Bi Inah duduk dengan wajah piasnya. Ia memang tahu cepat atau lambat Rara pasti akan menanyakan siapa papah kandunganya. Sosok yang bahkan dari lahir tidak pernah ia ketahui keberadaannya. Tapi ia tidak pernah berpikir jika Rara akan bertanya secepat ini.
"Bibi gak tahu, non." Ujar Bi Inah sambil memalingkan wajahnya. Rara tertawa kecil, menertawakan nasibnya.
"Dari kecil setelah aku memgetahui sosok seorang papah. Aku cuman tahu papah aku itu papah Arkan, tapi semuanya hancur, bi. Aku bukan anak kandung papah. Sekali aja bi, aku cuman mau tahu siapa yang buat hidup aku serumit ini." Rara menatap kosong lantai. Ia menerawang jauh kedepan memikirkan sosok papah kandungnya, apa ia mirip Rara?
"Aku mau tahu semuanya. Tapi mamah pergi sebelum sempat jelasin keaku. Seolah saat ini dunia ingin mengatakan bahwa aku itu udah gak punya orang tua sama sekali. Padahal aku masih punya papah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't First Love
Teen Fiction"Jika kamu mencintai seseoang, maka lepaskan dia. Jika seseorang tersebut kembali, ia milikmu. Namun jika tidak ia memang bukan untukmu." ****** Kata orang jatuh cinta itu pilhan, tapi bagi seorang Qiandra Brunella jatuh cinta itu petaka, Sebab jatu...