18. Mantan Come Back Here

240 25 7
                                    

Happy Reading

❤❤❤❤❤❤

Sekali lagi Rara mengeluarkan helahan nafas beratnya. Mengapa hari yang ia jalani malah menjadi semakin berat? Bahkan ia belum mempunyai teman disini selain Varo atau mungkin... Alta.

Rara berusaha menghalau air mata yang hampir meluruh dengan sendirinya. Ia menatap hamparan langit yang saat ini sedang begitu cerah. Mungkin... Seaharusnya ia tidak melawan tadi. Rara menyesali perbuatan bodohnya saat jam istirahat. Seharusnya ia sadar bahwa murid di sekolah ini lebih bringas dari sekolah lamanya.

"Plis don't cry" ucap Rara berat hati. Sekali lagi ia celingukan menatap kesana kemari, matanya kembali melihat dua ban motor dan pengaman kepala. Dengan perlahan Rara memungut kedua ban motornya lalu pengaman kepala yang bahkan sudah hilang kacanya. Benda ini begitu berharga baginya, dengan ini ia merasa bebas. Tapi mengapa hancur?

Ia mencabut kertas yang menempel disana. "Masih mau main-main sama gue, wahai murid beasiswa?"

Rara bingung harus berbuat apa, sekarang ia tak tahu harus bagaimana. Meminta bantuan pada siapa? Ia tak mempunyai pundak untuk menopang.

No... Sejak kecil ia sudah belajar mandiri, berdiri menopang hidupnya tanpa bantuan siapapun. Jadi untuk masakah sepele ini pun ia juga harus bisa.

Tapi sepertinya, Rara melupakan keberadaan motor matic yang berada di sampingnya itu. Hingga sang pemilik yang sejak tadi berdiri tapat berada dibelakang dirinya, ia tak sadar.

"Jangan sedih. I'm still here for you. Kita cari sama-sama pelakunya" Rara terpaku, ia masih belum merespon apapun saat Alta menyambar dengan pelan ban yang sedang ia pegang.

Rara menunduk, menyembunyikan wajahnya sebisa mungkin dari pandangan Alta. Ia yakin matanya saat ini pasti sedang berkaca-kaca.
Ingat! Pantang bagi Rara memperlihatkan kelemahannya pasa siapaoun kecuali Varo. Sahabat masa kecilnya hingga sekarang.

Alta sedikit membukuk. Mensejajarkan tingginya dengan Rara yang hanya sebatas bahu itu. Pria itu membuabg dengan asal ban dan pengaman kepala yang sempat ia raih tadi. Kemudian menarik Rara kedalam pelukannya.

Apa kalian bilang Rara lebay? Jika iya. Maka coba memposisikan diri kalian pada diri Rara yang baru dua hari disekolah barunya sudah di bully sedemikian rupa. Rara memang tak butuh teman, tapi setidaknya ia juga tak perlu ditindas.

"Gue salah apa sama mereka? Apa karena gue ngelawan... Jadi hukumnya gue salah. Apa karena gue anak beasiswa" ujar Rara menumpahkan segala kesedihannya, tentu ia tidak menitikkan air mata sedikitpun. Pantang baginya.

Pria itu semakin mengeratkan pelukannya pada tubuh mungil Rara. Menyalurkan kehangatan dalam keheningan, ia tak membuka suara sedikitpun. Membiarkan Rara tenang sedemikian rupa. Tangan kekar itu merambat naik dibelakang punggung Rara kemudian ia rengkuh erat tepat sepuataran pundak gadis mungil itu.

"Kalau mau nangis, nangis aja. Jangan ditahan-tahan. Nangis itu gak dilarang kok. Kalau bisa  bikin lega kenapa engga. Tapi setelah itu harus bahagia lagi yah!"

Alta tahu gadis itu menahan tangisnya. Ia cukup menghargai itu mengingat bahwa mereka baru saling mengenal belakangan ini. Tak apa, cukup menjadi sandaran untuk saat ini saja sudah cukup baginya.

"Eugh... Enak banget dada lo empuk" bibir Rara kembali menyungginkan senyum lebar. Ia mengurai sedikit pelukannya dengan Alta beberapa saat, sebelum gadis itu kembali memeluk dengan erat pinggang Alta.

Dengan gerakan Rara yang secara tiba-tiba begitu menimbulkan damoak besar bagi jantung Alta yang sudah berdisko ria disana. Tangannya kaku dikedua sisi tubuh.

Don't First LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang