24. Liburan setelah di bully

173 19 8
                                    

Keadaan paling menakutkan selain terlupakan adalah memaksakan diri untuk melupalan.

.
.
.
.

Happy Reading

❤❤❤❤❤❤❤

Rara menggaruk rambutnya yang tidak terada gatal, ini hanya sebuah bentuk spontanitas saat melihat keadaan di depannya. Perih yang bersarang di lutut dan kedua sikunya ia abaikan demi bisa menyaksikan lebih lanjut.

"Lo gila, ngel?! Hah? Ngapain lo siram gue anjir" pekik Dara dengan kedua tangan yang terkepal. Rambut terurai gadis itu bahkan terlihat mengenaskan di kedua sisi wajahnya yang merah padam.

Angel menjatuhkan ember. Gadis itu masih shock dengan keadaan yang bahkan tidak pernah ia bayangkan. Kejadiannya begitu cepat tanpa ada yang memperkirakan semuanya, Rara bahkan hanya melakukan semua hal bentuk penyelamatan tadi karena atas dasar kerefleksan yang terjadi oleh seluruh otot tubuhnya. Menunduk hingga membuat wajah Dara yang terkena guyuran air walaupun punggung Rara juga sebagian terkena dampaknya tapi setidaknya itu lebih baik daripada harus terkena imbasnya sendirian.

"Makanya kalau jahat itu mikir dulu, ini tuannya lagi mau sekarat eh para kacungnya lagi dapat karma yang tidak semanis kurma" ejek Nala dengan pandangan angkuh. Gadis itu begitu puas dengan keadaan di depannya.

Mungkin ini yang disebut dengan menyakiti tanpa menyentuh dalam kamus Rara. Dia tak berbuat apa-apa tapi Dara, Angel, dan Rani terkena semua dampaknya.

"Gue gak sengaja, Dar. Lo tahu sendiri kan gue tadi mau nyiram Rara bukannya lo. Tapi gue gak tahu kalau jadinya..." Angel menatap Dara dari atas sampai bawah.

Nala cepat-cepat menggeleng. Ia sudah siap menjadi provokasi sekarang. Kapan lagi coba melihat geng bully itu saling berkelahi.
"Masa lo langsung percaya sih Dara. Seharusnya dia tuh tahu kemungkinan terbesar kalau lo pegangin Rara, tapi dia malah nyuruh lo" timpal Nala tak mau kalah.

Angel mendelik sinis, jari telunjuknya ia arahkan pada sang pengompor. Dengan menggebu-gebu. "Lo kalau punya mulut jaga yah, kalau gak tahu apa-apa gak usah banyak omong!"

Nala menepis tangas Angel secara kasar. Tidak ada satupun yang bisa berbuat seperti itu padanya, termasuk malaikat sampah seperti Angel.

"DIAM- DIAM KALIAN ITU KENAPA HAH, DISINI GUE JADI KORBANNYA" bentak Rani berusaha bangkit. Wajahnya sudah pasti tidak lagi berbentuk, ia menatap kedua kacungnya dengan murka. "Kita pergi!"

"Dan lo, Rara, Nala. Lo pikir gue bakal diam aja diginiin. Mimpi aja sana!"

Setelah itu ketiganya meninggalkan Rara yang terduduk menatap kepergian mereka. Setelah kepergian para biang kerok itu Rara mengangkat kepalanya dengan rambut acak-acakan. Ia mengerjapakan mata pelan melihat gadis yang sudah menolongnya juga melangkah keluar.

Rara tergagu, kepalanya kembali terasa sakit. "Makasih" nyaris suaranya tak dapat di dengar dalam keheningan. Ia bersender pada dinding sebagai penyangga tubuhnya sesaat, setidaknya ia harus bernafas normal. Tubuhnya sudah tidak seperti dulu, hari demi hari penyakit tanpa obat itu menggerogoti fungsi tubuhnya.

Tak....

Lamunan Rara buyar saat sebuah paper bag hitam berada di depannya. "Ganti baju sana. Nanti keburu ada yang datang, sekalian mandi lo bau banget!" Ketus Nala sambil bersedekap dada. Wajahnya ia palingkan tanpa raut.

Don't First LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang