"Jadilah alasan seorang tersenyum. Jadilah alasan seseorang merasa dicintai dan percaya pada kebaikan orang lain."
.
.
.
.
.Happy Reading
Air matanya sudah kering. Rara bangkit dari tidurnya, ia merasa tenggorokannya begitu kering. Kepalanya juga terasa sakit mungkin akibat ia belum makan sejak kemarin.
Tapi apa kalian pikir, jika seseorang sedang merasa sedih dapat menelan sesuatu?!
Raea rasa tidak. Semua yang ia telan seperti sebongkah batu yang menghancurkannya secara perlahan.
Ada yang aneh. Ia merasakan gundah mendalam untuk alasan tidak Rara mengerti. Ditatapnya jam yang tertempel di dinding, bahkan jarum pendek sudah menunjukkan angka sebelas malam.
Dengan helahaan nafas, Rara bangkit membawa botol air minumnya kelantai bawah. Susahnya jika kamar kalian berada di lantai dua yang jauh dari dapur seperti ini jadinya.
Setiap langkah yang Rara rasakan seperti sebuah duri yang menusuk telapak kakinya. Rumah sebesar ini hanya ada dirinya seorang diri tanpa siapapun. Hatinya terasa sesak saat kembali dihantui oleh sosok Irene.
Kehilangan yang menyakitkan adalah saat dimana engkau tidak dapat bertemu dengannya sampai kapanpun.
"I'm tired, but no problem. Udah biasa." Rara bergumam kemudian meneguk air putih secara perlahan. Tatapannya hingga hari ini terasa kosong. Baru saja Rara ingin menaiki kembali tangga, tapi tatapan matanya jatuh kearab jendela.
Disana, ada seseorang berdiri dengan keadaan tidak asing. Ingin mengabaikannya tapi seolah ada yang mendorong dirinya untuk menghampiri.
Rara membuka pintu secara perlahan. Sedetik aliran darahnya terasa berhenti, ia tercekat ditempat. Terombang-ambing oleh pemikirian yang semakin membuatnya kalut.
Dengan langkah perlahan Rara terus menyeret kakinya keluar rumah kemudian berhenti tepat di depan pagar yang tertutup. Kemudian membukanya pelan.
"Alta..."
Rasa penyesalan itu berhasil membuat Rara terdiam. Dia kembali melupakan janjinya pada Alta.
"Lo gakpapa? Sakit?" Alta mendekat kemudian menyentuh kening Rara yang terhalang poni rambut gadis itu.
Rara menunduk setelah menggeleng beberapa kali. Rasanya ia ingin menangis akibat penyesalannya.
"Maaf."
Alta menyerengitkan alis bingung. "Kenapa minta maaf? Tadi gue pikir mungkin lo sakit, makanya gue dateng kesini." Ujar Alta lembut.
"Gue gak sakit. Maaf Alta, gue ingkar janji."bisik Rara. Ia menghela nafas dalam kemudian mendongak menatap mata Alta. "Maafin gue."
Alta tersenyum kecil. Meski hatinya sakit karena menunggu, tapi tak masalah asalkan yang ia tunggu itu Rara. "Udah gak usah minta maaf. Ini salah gue mungkin gak seharusnya gue ganggu weekend lo. Tapi..."
Mereka terdiam dengan saling pandang. Entah mengapa Alta suka saat Rara menatapnya dalam diam.
"Selamat ulang tahun Rara."
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't First Love
Teen Fiction"Jika kamu mencintai seseoang, maka lepaskan dia. Jika seseorang tersebut kembali, ia milikmu. Namun jika tidak ia memang bukan untukmu." ****** Kata orang jatuh cinta itu pilhan, tapi bagi seorang Qiandra Brunella jatuh cinta itu petaka, Sebab jatu...