"Itu benar, kerap kali dusta dapat menyelamatkan suatu hubungan, tapi, pilihlah kejujuran meski menghancurkan."
.
.
.
.
.Happy Reading
Alta diam, pikirannya berkecamuk, gadis yang sedari kecil menemaninya sedang di rundung begitu banyak masalah. Lalu, apa ia salah, untuk menemani gadis itu sementara waktu ini?
Linka yang sedang duduk berdampingan, dengan Alta di kursi taman sekolah yang sepi.
"Kamu kemana aja selama satu tahun ini?" tanya Alta terlebih dahulu. Dari pada terus berdiam, entah apa yang mereka pikirkan, lebih baik cepat-cepat menyelesaikan perselisihan mereka. "Apa karena waktu itu, sorry, Lin. Aku gak mau merusak persahabatan kita," lanjut Alta pelan.
"Aku ke Amerika, awalnya, memang patah hati karena kamu nolak aku, tapi lama-kelamaan aku mikir bener juga, mungkin apa yang aku rasain ke kamu itu cuman sesaat," ujar Linka menatap mata elang milik Alta.
Dulu sekali, ia, Alta, Regan, Varo dan bahkan Angga berteman baik. Namun, semuanya kandas hanya karena kepergiannya, perselisihan tidak terelakkan pun terjadi dengan sendirinya.
"Terus kenapa pergi? Disini, gak ada yang membaik setelah kamu pergi," imbuh Alta menyelaraskan suaranya dengan desiran angin.
Linka hanya diam sebentar, perasaan bimbang menyelusup melalui celah di hatinya. Dengan ragu ia berkata, "Gagal ginjal, aku kesana berobat, supaya cepet sembuh, tapi gak bisa. Kalian jauh dari aku, yang aku punya cuman kalian, setelah kedua orang tua aku pergi pun, butuh kalian."
Jantung Alta berdegup kencang, sebagai orang yang mengerti dengan suramnya penyakit mematikan, hatinya tergerak menarik Linka dalam pelukannya yang erat.
Terngiang di benaknya Alta, awal pertemuan mereka dahulu, Linka yang cengeng serta manja mengusiknya sejak awal pertemuan. Selalu menangis saat ia bentak, dan akan merajuk jika ia tidak di turutin.
"Sejak kapan? Sejak kapal kamu terserang penyakit itu, Lin. Kenapa kamu gak pernah bilang? Seharusnya kamu ngadu sama aku, seperti saat kamu ngadu kalau kamu ada yang jahatin," omel Alta sambil mengelus punggung Linka pelan. Suara isak tangis Linak kali ini kembali terdengar, miss anggun itu terenyuh, Alta-nya masih sama seperti yang dulu.
Dengan kuat Linka memukul bahu Alta. Ia tersenyum ringan, seringan kapas. "Masih bawel, yah!"
Alta tertawa, benar juga, Linka selalu berhasil membuat ia menjadi cerewat dan banyak bicara.
"Emang, kalau kamu gak di bawelin denger semua yang aku bilang, padahal, itu semua demi kebaikan kamu!" tukas Alta membalas telak.
Linka menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ia di buat cengengesan, karena menyadari jika Alta tidak banyak berubah, masih sama, meski waktu seiring bergulir.
"Jadi, mulai sekarang, kalau mau pergi berobat harus kabari aku," titah Alta tidak terbantahkan. Linka memgerutkan keningnya bingung.
"Untuk apa?"
Pria dengan tatapan setajam elang itu dengan gemas menarik hidung mancung Linka. "Aku juga mau lihat penyembuhan sahabat aku kali, Lin."
"Ish... Iya-iya," sungut Linka menepis tangan Alta. "Mulai minggu depan, aku sekolah lagi disini, yey!" pekik Linka senang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't First Love
Teen Fiction"Jika kamu mencintai seseoang, maka lepaskan dia. Jika seseorang tersebut kembali, ia milikmu. Namun jika tidak ia memang bukan untukmu." ****** Kata orang jatuh cinta itu pilhan, tapi bagi seorang Qiandra Brunella jatuh cinta itu petaka, Sebab jatu...