51. Berusaha Menghindar.

164 17 0
                                    


"Bukan tidak mau, hanya tidak ingin kembali merasakan sakit yang sama."
.
.
.
.

Happy Reading.

Setelah lama memutuskan untuk meminta izin tidak masuk bekerja, akhirnya Rara kembali melakukan aktivitasnya. Rasanya tempat yang ia sebut rumah begitu sepi, dan membuat dadanya semakin sesak akan kenangan.

Rara yang berprofesi sebagai seorang waiters kini telah lengkap dengan atribut khususnya. Dengan kedua tangan yang sudah penuh oleh barang yang di perlukan. Mungkin ia pegawai termuda, bukan masalah, selama ia nyaman.

Kak Dea di balik pantri melambaikan tangan padanya. "Ra, antar ini ke meja nomor 9, ya!" pintanya memberi nampan yang sudah di isi pesanan.

"Nomor 9, kan?" Sekali lagi Rara memastikannya. Ia memasukkan kedua benda yang sempat ia pegang tadi ke saku depannya. Kepala Rara berputar, mengedarkan pandangannya, mencari nomor meja yang sesuai.

Senyumnya terbit saat seorang gadis dengan rambut tergerai memunggunginya. Dengan langkah teratur Rara melangkah.

"Permisi, selamat menikmati kak," Rara membungkuk sopan. Mata gadis itu dan dirinya saling bertubrukan satu sama lain.

"Terima---" kalimatnya terhenti saat gadis itu menatap wajah Rara. Ia mengerjap pelan. "Lo yang di bandara waktu itu, kan, duduk dulu sini. Gue Linka, masih ingat enggak?" tanya gadis itu semangat.

Rara memutar otaknya, akhir-akhir ini ia sering lupa dengan beberapa memori peristiwa yang pernah ia alami. Dan semua itu sekali lagi akibat dampak, dari penyakit yang sedang ia derita.

"Eugh... Oh, iya gue ingat, yang paspornya hilang waktu itu." Rara membalas tidak kalah semangatnya.

"Iya, duduk sini dulu, temenin gue, gue gak suka sepi soalnya. Sekalian kenalan yang benar, gue belum tahu nama lo," gerutu Linka menepuk bangku kosong di dekatnya. Rara menggaruk tengkuknya kikuk, sadar diri jika gadis ini bukan perempuan sembarangan.

"Gimana ya, Lin, gue gak bisa. Mesti selesaikan kerjaan dulu," tolak Rara secara halus. Linka memanyunkan bibir kesal, tetapi wajahnya berubah menjadi cerah.

Linka mengangkat tangannya. "Mbak..." Yang dipanggil Linka menoleh. Salah satu waiters perempuan mendekati mereka.

"Iya, ada yang bisa saya bantu?"

"Bisa panggilkan managernya?" Linka mengabaikan respon Rara yang menjadi panik. "Maaf, apa teman saya berbuat kesalahan," ujar Dea sopan.

Linka menggeleng sebagai jawaban. "Saya ingin gadis ini menemani saya sebentar, saya rasa itu tidak masalah, selama menyenangkan pelanggan pasti kalian lakukan bukan?" ujar Linka begitu berani. Rara akui, gadis ini berbeda, dia punya sesuatu yang tidak bisa di miliki gadia mana pun.

Dea menatap Rara sebentar, "Kamu mau Rara?"

"Aku terserah aja kak," jawab Rara seadanya. Tidak mau menolak. Dia tidak ingin di anggap terlalu menentang, di beri keringanan dengan beberapa hari tidak masuk saja ia sudah bersyukur.

"Yaudah kamu temenin mbak ini aja dulu, biar saya yang bicara dengan manager, kalau begitu saya permisi."

Begitu Dea melenggang pergi. Linka menyilahkan Rara duduk di dekatnya.

Don't First LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang