"Nyatanya sekuat apapun takdir memisahkan jika itu tulus semua akan terkalahkan."
.
.
.
.
.
.Happy Reading.
Karen yang baru saja siuman dari pingsannya menatap Keano yang berjarak cukup jauh darinya. Seringaian keji itu ada di bibir gadis itu, jika kalian mengatakan ia jahat maka silahkan. Nyatanya. Semua manusia memiliki rasa sakit yang berbeda, dan cara mereka menunjukkan tidak ada yang pernah sama.
"Apa? Mau marahin aku?! Silahkan," getir Karena menatap kosong Keano. Ia hampir saja kehikangan nyawanya beberapa saat lalu hanya karena aksi nekadnya. "Aku gak akan pernah sudi sampai Rara tahu dia itu anak kandungnya papah," ujar Karen penuh kebencian.
Keano berdesis pelan, langkahnya bergema. "Karenn... Kamu gila. Bener-bener gila. Cuman karena ngeberhentiin aku, kamu rela nabrakin mobil kamu ke pembatas jalan hanya karena itu."
Karen tertawa nyaring, ia beringsut duduk dengan mata yang tidak pernah berhenti menatap Keano.
"Iya gue gila. Dan itu semua karena kalian... Kalian yang buat gue kayak gini. Anak mana yang bisa denger kelakuan bejad bokapnya sendiri di umur belum genap enam tahun?! Bahkan gue gak ingat wujud nyokap gue gimana, karena dia ninggalin kita sejak kecil. Dan semua itu karena ulah brengsek mereka. Sedangkan Rara dia dapat begitu banyak cinta, gue dapat apa?! Lo. Kembaran gue sendiri pun rela ninggalin gue buat dia. Apa gue rela itu? Disaat gue cuman punya kalian, dengan gampangnya kalian mau berpaling. Lebih baik gue mati," cerca Karen parau. Ia perempuan yang kuat, tangisannya tidak akan luruh. Dulu disaat anak yang baru mengenakan seragam merah putih diejek teman sebayanya bahwa ayahnya brengsek ia hanya diam, kemudian menangis sendiri. Hanya lingkungan yang mempengaruhi kepribadian orang disaat ini.
Keano termangu, dia diam dengan segala kebisuannya. Karen jarang sekali membuka suara tentang perasaan yang selama ini ia pendam. Ia jarang menangis atau protes tentang apapun, bahkan disaat Karen tahu kelakuan bejad Keynand ia tetap tersenyum memeluk pria itu. Disaat mengetahui alasan nyokap mereka meninggalkan keluarga kecilnya hanya karena kelakuan bokap mereka Karen juga tetap menyinggungkan senyum manisnya.
Tapi... Ia tidak akan pernah sanggup jika Keano ikut pergi meninggalkannya.
"Aku gak akan pernah ninggalin kamu Karen, cuman... Semua ini gak akan adil untuk Rara. Dia juga butuh kasih sayang papah. Dia bahkan tetap bungkam saat semua orang ngatain dia yang nggak-nggak cuman karena tuduhan yang kamu buat," Keano memberi sedikit pengertian. Hanya Karen yang selalu berjuang dengannya. Menghargai setiap keputusan yang ia buat, tapi semua itu berubah saat ini.
"Aku gak perduli. Dia juga gak perlu tahu, kalau papah kita itu papah dia juga, nyatanya Rara gak cuman satu orang yang lindungin dia tapi banyak."
Tubuh Karen berubah kaku. Lidahnya kelu saat ia meluruskan pandangannya. Rara di ujung ruangan kamar inapnya yang sedang berdiri dengan nampan di kedua tangannya.
Keano juga ikut menatap Rara khawatir. Hawa yang tadi begitu mencekam saat ini semakin menekan atensi mereka.
Dengan senyuman manis Rara melangkah membawa makanan itu mendekati kedua saudara itu.
"Kak Karen... Ini buburnya terus minum obat yang tadi dokter saranin, semoga cepat sembuh. Jangan ulangin yang kayak tadi lagi, karena banyak orang yang pengen punya umur panjang tapi gak pernah kesampean, Kakak harus bersyukur," ujar Rara tenang. Ia menunduk sesaat sebagai bentuk hormat seperti waktu pertama kali Rara bertemu dengan Karen. Dulu sekali... Rara benar-benar mengidolakan sosok Karen yang dewasa, pintar, ramah dan sopan. Sampai sekarang pun sama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't First Love
Fiksi Remaja"Jika kamu mencintai seseoang, maka lepaskan dia. Jika seseorang tersebut kembali, ia milikmu. Namun jika tidak ia memang bukan untukmu." ****** Kata orang jatuh cinta itu pilhan, tapi bagi seorang Qiandra Brunella jatuh cinta itu petaka, Sebab jatu...