•°°• _9_ •°°•

1.8K 150 8
                                    


Sampai di lantai lima, Nayeon langsung mengarah ke ruang akademi. Setelah mengetuk pintu dan mendapat ijin masuk, Nayeon segera melangkah dan mendatangi petugas yang menangani masalah fakultasnya. Bu Yoona. Setelah mencari, wanita paruh baya yang selalu berpenampilan cantik itu tengah duduk termenung. Dengan perasaan gusar, Nayeon langsung mendatangi Bu Yoona.

"Siang, Bu," sapa Nayeon dengan wajah cemas.

Bu Yoona langsung mendongak dan menatap Nayeon dengan wajah malas. "Silahkan duduk. Ada yang bisa Ibu bantu?"

"Tadi saya menerima telfon suruh ke ruang akademik segera. Nama saya Im Nayeon" jelas Nayeon tidak bisa menghilangkan perasaan khawatirnya. Kabar apalagi yang akan diterimanya nanti?

Mendengar nama itu disebut membuat Bu Yoona menarik nafas dalam dan menghembuskannya dengan keras. Rasanya dia belum siap kehilangan mahasiswi paling berprestasi hanya demi keegoisan anak pemilik Universitas. Apa jika Pak Tama mengetahuinya semua akan kembali? Bu Yoona tidak tega jika harus mengatakan apa yang sebenarnya terjadi.

"Ibu, ada apa ya?" tanya Nayeon karena sejak tadi Bu Yoona hanya menatapnya lekat dan tidak melakukan apapun.

Bu Yoona tersenyum dan mengusap tangan Nayeon lembut. "Kamu tau, Nayeon? Kamu adalah salah satu mahasiswi yang sangat berprestasi. Ibu sangat bangga karena kampus ini memiliki kamu. Banyak sekali kampus yang berharap mendapatkan mahasiswa-mahasiswi seperti kamu. Ibu yakin itu.”

Nayeon semakin bingung dibuatnya. Ada apa ini? kenapa firasatnya semakin buruk? Matanya kembali menatap Bu Yoona yang saat ini tengah membuka laci mejanya dan keluar dengan sebuah amplop panjang. Apa itu?

Bu Yoona menatap amplop tersebut sekilas dan menyodorkannya kepada Nayeon. Nayeon yang melihat langsung mengambilnya dan membuka dengan cepat. Jantungnya sudah tidak karuan dan semakin tidak bekerja ketika melihat isi surat tersebut.

Surat pengeluaran dirinya dari Universitas. Nayeon langsung menghembuskan nafas panjang dan duduk bersandar. Dunianya seakan berhenti berputar. Nafasnya terkecat menyadari kenyataan pahit yang kembali menghantamnya.

'Apa salahku Tuhan, sampai harus menanggung derita di hari yang sama.' gerutunya dalam hati.

Nayeon memejamkan mata. Kepalanya tiba-tiba saja berputar dan terasa sakit. Seperti mendapatkan hantaman keras tepat di pucak syarafnya.

"Sebenarnya saya melakukan kesalahan apa, Bu. sampai harus menerima surat pengeluaran seperti ini?" tanya Nayeon lirih.

Bu Yoona yang mendengar langsung menatap Nayeon dengan pandangan penuh iba. Dia sendiri tidak tega dan menolak ketika Rektor menyuruhnya untuk memberikan kertas tersebut kepada Nayeon. Meski tidak kenal dan dekat, semua orang di kampus tersebut tau bagaimana perjuangan Nayeon hingga benar-benar membangakan Tama University.

"Ibu tidak tau, Nayeon. Rektor tidak mengatakan apapun tentang itu." Jawabnya bohong. Dia tau ketika dia menerima surat tersebut, tetapi dia tidak ingin mengatakan bahwa semua karena ulah anak pemilik kampus tersebut.

Lagi. Semua dihidupnya seperti tidak ada alasan. Kesialannya hari ini juga tidak beralasan. Nayeon menghela nafas panjang. Mungkin dengan menemui rektor kampusnya semua akan terpecahkan.

"Mungkin dengan menemui Pak GongYoo saya akan mendapatkan jawaban. Kalau begitu saya..."

"Percuma." Potong Bu Yoona sembari menatap Nayeon lekat, "percuma. Pak GongYoo hanya melaksanakan tugas. Kamu tidak akan mendapatkan penjelasan tentang ini."

Apa? Nayeon mengerutkan kening tidak percaya. Jadi dia harus meminta kepada siapa?

"Kamu bisa datang ke kediaman keluarga Kim. Mungkin saja dia akan membantumu." ucap Bu Yoona sembari berbisik. Dia tidak mau jika ketahuan membantu akan membuatnya di depak dari kampus dan menjadi pengangguran.

Nayeon hanya diam membeku. Dia menatap Bu Yoona yang mengeluarkan amplop coklat dan menyerahkan kepada Nayeon. Untung saja ruangan tersebut kosong, jadi Bu Yoona bisa memberikan amplop tersebut.

"Ini semua data dan bukti prestasi yang sudah kamu berikan. Bawa ini dan jelaskan kepada Pak Seo Joon. Jangan sampai ada yang mengetahui tentang hal ini." Tegas Bu Yoona dengan mata yang masih menatap sekitar.

Nayeon tersenyum dan mengangguk. Dengan cepat dia memasukan amplop tersebut ke dalam tas gendong dan menghela nafas lega. Setidaknya, dari dua kesialan dia bisa menyelamatkan salah satunya.

"Terima kasih, Bu. Saya pamit," ucap Nayeon dan langsung keluar dari ruangan.

Nayeon melangkah mengambil sepedanya. Dia sebenarnya lelah mengayuh, tetapi hanya itu yang dimilikinya.

"Setidaknya dari dua ada yang harus diselamatkan." Ucap Nayeon dengan percaya diri dan langsung mengayuh sepeda. Dia tau dimana rumah keluarga Kim karena dia pernah datang sebelumnya.

***

TBC

Jgn lupa Voment 👉👈

See u 😘

Marriage HurtsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang