•°°• _49_ •°°•

2.3K 182 26
                                    


Sana hanya diam dan menundukan kepala. Sejak pulang ke rumah, mamanya sudah memakinya habis-habisan. Kini, dia harus mendapatkan tatapan tajam dari papanya yang sudah duduk di depannya. Kali ini dia merasa, tak ada satu keluarga pun yang menyayanginya. Bahkan Mama kandung yang telah melahirkannya.

Sana meneguk salivanya susah payah dan masih menunduk. Dia pernah sekali melihat papanya mengamuk dan itu masih terngiang jelas di kepalanya. Dia merasa takut setiap kali Sowon memandangnya tajam. Namun, sejak saat dia berpindah ke rumah paman yang beralih menjadi papa, dia merasa begitu bahagia karena dia selalu dimanja. Sana bahkan tidak segan-segan merebut Sowon dari tangan Nayeon dan itu selalu dituruti. Dari situ Sana mulai merasa bahwa hanya dia yang pantas bahagia. Nayeon sudah sering merasakan bahagia, sedangkan dia tidak pernah. Papa kandungnya bahkan sudah membuangnya dan tak menghiraukan keadaannya.

"Dari mana kamu, Sana?" Tanya Siwon dengan suara dingin.

Ini adalah pertama kalinya untuk Sana mendengarkan suara dingin papanya. Biasanya pria di hadapannya selalu tersenyum, bersikap ramah dan juga merupakan sosok pria yang hangat. Namun, sekarang semua terasa musnah dan itu semua hanya karena Nayeon. Mengingat namanya saja sudah membuat Sana mengepalkan tangan menahan amarah.

"Apa kamu mulai bisu, Sana?" Tanya Sowon sekali lagi. Matanya masih menatap Sana dengan wajah dingin dan rahang mengeras. Dia tidak menyangka, gadis yang dibesarkannya sudah menjadi pembunuh.

Sana menghela napas panjang dan mulai mendongak. Matanya bertemu langsung dengan mata dingin Sowon yang masih memperhatikannya. "Dari rumah Jin, Pa." Jawab Sana dengan ketakutan yang melanda.

"Jadi selama ini, ini yang kamu lakukan di belakang Papa, Sana?" Tanya Siwon lagi dengan suara yang semakin dingin.

Sana hanya menunduk dan menutup mulutnya rapat. Memangnya apa yang salah? Dia hanya ingin menyingkirkan Nayeon agar tidak menjadi penghalang untuk kebahagiaannya. Nayeon sudah terlalu sering merasakan bahagia. Jadi inilah saatnya semua berganti dan Nayeon merasakan lukanya.

"Kamu hampir saja membunuh saudaramu, hah?" Ucap Siwon dengan wajah kecewa. Dia benar-benar kecewa dengan apa yang baru saja terjadi pada anaknya.

"Dia bukan saudaraku, Pa." Jawab Sana dengan nada tegas dan menatap Siwon lekat. Dia memang takut dengan kemarahan papanya, tetapi dia jauh lebih benci mendengar seseorang menyebut Nayeon adalah saudaranya. Dia benar-benar tidak sudi.

"Apa yang baru saja kamu bilang, Sana?" Siwon menatap Sana dengan tatapan datar dan pandangan yang sulit diartikan.

"Dia bukan saudaraku. Nayeon bukan sudaraku karena dia bukan anak Papa atau anak tante. Dia tidak memiliki darah keturunan kalian semua." Jelas Sana dengan suara datar.

Siwon yang mendengar memejamkan mata dan menarik napas. Selanjutnya dia menghela keras dan membuka kembali matanya. Dia menatap Sana yang masih menandangnya dengan wajah lesu dan tak bersemangat.

"Apa pun kenyataannya, bagi Papa Nayeon adalah anak Papa. Sampai kapan pun." Tegas Siwon tidak mau dibantah.

Sana yang mendengar semakin terluka. Sebesar itukah cinta Siwon untuk Nayeon? Bahkan selama ini dia merasa kasih sayang yang diberikan tidak lebih besar dari yang diberikan papanya kepada Nayeon. Tanpa sadar sudut bibirnya terangkat dan membuat senyum miris.

"Benar-benar lucu ya, Pa." Kata Sana dengan air mata yang hendak menetes melewati pipinya. "Anak yang bahkan tidak jelas asal usulnya bisa mendapatkan kasih sayang yang begitu besar dari seseorang. Sedangkan aku, aku bahkan tidak mendapat kasih sayangnya sama sekali. Apa perlu aku menjadi seorang anak dari rahim tidak jelas agar bisa menjadi seperti Nayeon?"

Marriage HurtsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang