•°°• _18_ •°°•

1.7K 150 7
                                    


Nayeon menatap dirinya di pantulan cermin kamarnya. Ada luka di pipi sebelah kanan akibat tamparan dari sang ayah. Belum lagi sudut bibirnya juga berdarah karena terlalu keras dia mendapatkan tamparan. Rasanya sakit dan juga perih. Bukan hanya fisiknya, tetapi juga batin yang merasakan pedih karena perlakuan kasar sang ayah. Dulu saat mendiang Ibu angkatnya masih hidup, dia hanya merasakan kasih sayang yang membuatnya selalu hidup dalam kepedihan.

Nayeon menatap lekat. Dia tidak ingin lagi menitikan air mata kepedihannya dan harus tetap terlihat kuat. Tangannya membuka lemari kecil di
sebelah ranjang dan menarik kotak putih berisi obat-obatan. Tangannya mengambil alkohol dan juga cotton bath dan membersihkan luka kecil di sudut bibir.

"Aww!" Ucap Nayeon merasa perih. Namun, tangannya tetap saja berusaha membersihkan. Setelah dirasa bersih, dia memberikan obat merah di bibir dan menatapnya. Dia menyentuh pelan karena bibirnya tidak bisa digunakan untuk menganga lebar.

"Sakit juga temyata." Ucap Nayeon sembari menghela nafas panjang.

Nayeon menatap bekas tamparan ayahnya dan melangkah keluar kamar. Gelap. Dia tidak ingin mengganggu pemilik rumah dan memilih untuk ke dapur secara mengendap-endap. Hanya lampu kamar yang menerangi langkahnya. setelah sampai di lemari es, tangannya segera membukanya dan mengambil es yang langsung diletakan di baskom besi yang baru saja diambil.

Nayeon menatap sekeliling dan berjalan kembali ke kamar. Dia memberikan sedikit air serta lap kecil yang digunakan untuk mengompres bekas luka tersebut. Dia tidak ingin ada yang tau seberapa mengenaskannya hari ini. Belum lagi tangannya yang sakit karena diinjak Sana sekuat tenaga.

Nayeon mulai mengompres dan menatapnya di layar kaca riasnya. Suasana sunyi dan perasaan lelah mulai menyergap. Sampai kapan dia akan tinggal dengan Sana dan ibunya? Dia bahkan sudah merasa rumahnya seperti neraka. Namun, lagi-lagi hanya ayahnya yang menjadi penguatnya. Dia harus tetap berada di dekat ayahnya apapun yang terjadi.

Nayeon masih asik dengan pikirannya, sampai pintu terbuka membuat Nayeon berbalik dan menatap siapa pelakunya. Tampak pria tua dengan kerutan dan rasa penyesalan menatapnya. Mata teduhnya memandang dengan pilu wajah Nayeon yang baru saja dihajarnya tanpa mendengarkan alasan terlebih dahulu. Siwon menatap anak kesayangannya yang masih memegang lap kecil dan diletakan di pipinya. Dia tau pasti rasanya sakit.

"Apa Ayah mengganggu?" Tanya Siwon sembari menatap Nayeon malu. Dia malu karena meragukan anaknya. Padahal dia yang mendidik dan kenapa dia sendiri juga yang merasa tidak yakin?

Nayeon menggeleng dan tersenyum. Tetap senyum seorang Nayeon yang begitu tulus tanpa paksaan. "Masuk saja, Yah."

Siwon yang mendengar langsung masuk dan menutup pintu. Langkahnya terasa getir ketika matanya menatap luka tepat di sudut bibir Nayeon. Ini pertama kalinya dia melakukan kekerasan kepada anaknya. Padahal dulu dia selalu memeluk anaknya dengan penuh kasih sayang. Dia hanya terbawa suasana karena takut Nayeon terjerumus ke dalam pergaulan yang salah.

Siwon duduk di ranjang Nayeon dan menatap anaknya lembut. "Apa itu sakit?" Tanyanya merasa bersalah.

Nayeon yang menyadari perasaan tersebut hanya tersenyum tulus. "Hanya sedikit. Ayah tidak perlu memikirkannya."

"Ayah minta maaf. Ayah terlalu gegabah. Ayah Cuma takut kalau anak kesayangannya terjerumus ke dalam pergaulan yang salah dan ternyata itu membuat emosi yang tidak tertahan." Ucap Siwon sembari menatap Nayeon yang masih tersenyum.

"Ayah mencari kamu kemana-mana dan tidak menemukanmu. Ayah takut kamu kenapa-kenapa dan saat ditelfon, seorang pria yang mengangkat dan mengatakan bahwa kamu dari rumahnya. Ayah..." Siwon tidak melanjutkan ucapannya. Matanya sudah berkaca-kaca dengan perasaan bersalah. Dia sendiri tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Marriage HurtsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang