'Adara' - 6

5.7K 366 12
                                    


Happy reading!

"Alden Fazlan Mahardika!!"

"Lo sekali lagi nyebut nama akhir gue, leher lu ilang ya Niel," ancam Alden.

"Astagfirullah, dedek khilap Den, serius dah nggak boong," ujar Daniel seraya menunjukkan jari tengah dan jari telunjuk.

Alden paling tidak suka nama akhirnya disebut. Mungkin kalau bisa ia akan menghapus nama itu dari tubuhnya. Namun sayangnya tidak bisa. Karena nama itu milik orang yang dia benci sekaligus dia rindukan. Tetapi lebih mendominasi rasa benci daripada rasa rindu yang Alden rasakan.

Mahardika. Nama itu selalu membuat Alden teringat akan sosok laki-laki kebanggaan bagi dirinya. Sosok pahlawan bagi keluarganya. Namun sekarang hanya tinggal nama tanpa adanya wujud didalam rumahnya. Entah kemana perginya bersama istri keduanya itu. Alden tidak tahu dan tidak akan mau tahu.

Yang terpenting sekarang adalah, dia dan mama-nya bisa hidup tanpa dirinya selama 10 tahun silam. Dia dan mama-nya juga bahagia. Tidak cemas akan papa-nya yang selalu pulang terlambat bahkan tidak pulang hanya untuk bersenang-senang bersama istri keduanya.

Alden tidak menyalakan papa-nya, hanya saja dia benci dengan papa-nya. Kenapa tidak menyalakan? Mungkin papa-nya tidak mencintai mama-nya. Secara mereka menikah dengan paksaan kedua orang tua untuk kepentingan pribadi mereka. Mungkin mama-nya sudah mencintai papa-nya. Sedang papa-nya mungkin tidak. Kalau mungkin iya, dia tidak akan selingkuh.

Akibat papa-nya ketahuan selingkuh, disaat itu Heni -mamanya- sedang hamil besar. Heni mengetahui, ah ralat maksudnya melihat secara langsung bahwa suaminya berselingkuh, Heni langsung shok dan pingsan. Dan disaat itu lah janin yang diperutnya tidak bisa diselamatkan karena sebelum melihat suaminya bersama perempuan lain, Heni mulai stres gara-gara suaminya jarang pulang, bahkan kalau pulang ketika dirinya sudah terlelap.

Cerai, mungkin ini keputusan terbaik untuk papa dan mamanya, tapi tidak dengan Alden. Sejak berusia tujuh tahun, alden sudah tidak merasakan kasih sayang sosok ayah. Masa-masa dimana anak ingin dimanja oleh orang yang disayang.

Woi Den!" Alden tersentak dari lamunannya kala Nevan memanggilnya.

"Udahlah Den jangan diinget tentang hal-hal yang  buat lo jadi orang planga-plongo kek orang idiot," ujar Daniel.

Mendengar ujaran Daniel, Alden terkekeh. "Idiot bukannya nama lo ya Niel?" Alden tersenyum seperti orang sedang meledek.

"Kayaknya lo minta gue absen isi kebon binatang ya Den," ucap Daniel.

"Wah boleh tuh boleh. Siapa tau lo kangen sama kembaran lo, boleh disebut," kata Alden.

"Disir li minyit, injing, bibi, bingsit." Balas Daniel.

"Btw bangsat nggak ada di kebon binatang," koreksi Nevan.

"Bicitlih li,"

Keadaan hening seketika. Hanya ada mereka bertiga yang berada di dalam kelas. Sedangkan teman-teman sekelasnya memilih untuk jajan ke kantin atau ke lapangan untuk sekedar melihat orang yang sedang bermain basket. Tapi ada juga yang pergi ke perpustakaan. Percayalah, orang-orang yang pergi ke tempat itu, hanya orang-orang kutu buku.

"Eh lo mau tau nggak?" Ujar Daniel dengan heboh agar memecahkan keheningan.

"Nggak," jawab Alden dan Nevan secara serentak.

ADARA [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang