'Adara' - 39

5.3K 259 34
                                    

Aku up nih gaes mwehehe

Di vote dulu yuuuu sebelum bacaa...

Komen juga yang banyak, yaa

Oiya kalau ada typo komen ya biar aku benerin

Happy reading guys!

Saat masuk ke dalam rumah, Adara tidak menyapa Adhi. Ia langsung berlari menuju kamarnya. Keadaan hatinya sedang tidak baik. Ingin rasanya menenangkan diri dan ingin bercerita kepada Silmi. Adara tuh kalau ada masalah pasti akan bercerita kepada Silmi. Pokoknya Adara sangat percaya dengan Silmi. Dan semoga saja Silmi selalu sahabatnya tidak akan pernah menghancurkan kepercayaan Adara.

Setelah masuk ke dalam kamar, gadis yang masih mengeluarkan isakan itu berjalan menuju balkon kamarnya dan duduk di lantai sambil memeluk lututnya sendiri seraya terisak.

Adara sudah berharap kalau pada akhirnya Alden akan memiliki rasa kepadanya seperti rasa dirinya untuk Alden. Tetapi yang Adara dapatkan hanya kekecewaan. Adara tidak kecewa dengan Alden yang tidak bisa membalas perasaannya. Tetapi Adara kecewa terhadap dirinya sendiri karena terlalu berharap banyak dengan manusia. Karena pada dasarnya hanya tuhan yang bisa kita harapkan. Bukan manusia.

Fokus mata Adara tertuju kepada Alden yang sedang berlari kecil menuju rumahnya. Saat melihat wajah Alden, rasanya air mata Adara ingin mengalir di pipinya. Sejatuh inikah dirinya kepada sosok Alden?

"Tenang, Ra. Ini yang mutusin lo. Jadi lo jangan galau ya," ujar Adara kepada dirinya sendiri untuk menenangkan diri agar berhenti terisak.

"Hiks,"

Lagi-lagi suara isakan itu keluar begitu saja dari bibirnya.

"Aaaahhh, gak bisaaaa!" Adara geram.

"Sial-sial! Den, pergi jauh-jauh dari otak dan hati guee. Biar gue tenang elahh." Adara masih saja menggerutu jelas-jelas dia masih menangis.

Bisa-bisanya ya, menangis sambil menggerutu seperti itu.

Adara bangkit dari duduknya tetapi niatnya ia urungkan saat ia tidak sengaja melihat kearah bawah. Dimana Alden berada. Di sana terlihat ayahnya yang sedang memeluk tubuh Alden sedangkan Alden sama sekali tidak membalasnya. Bahkan Adara dapat melihat bahwa tatapan mata Alden seperti kosong.

Adara masih mengamati keduanya dalam radius tidak terlalu jauh. Sekilas percakapan mereka masih bisa Adara dengar meski samar-samar. Meskipun sehabis nangis dan masih sesegukan, jiwa kepo yang berada di diri Adara tidak akan hilang begitu saja. Dan dia memilih menguping dan memperhatikan dari balkon kamarnya.

"Den, maafin Papa. Papah tau Papa salah ninggalin kalian begitu saja. Tapi hati tidak bisa dipaksakan."

Adara menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Ia terkejut mendengar ujaran ayahnya. Lagi-lagi mata Adara berkaca-kaca. Kali ini alasan menangisnya bukan karena masalah yang sebelumnya. Tapi Adara menangis karena Adara merasa jahat karena sudah mengambil apa yang sangat berharga bagi Alden. Pantas saja saat Alden melihat wajah Adhi di fugura waktu itu raut wajahnya seperti ..., sedih dan kecewa(?)

Memasuki kamar adalah pilihan terbaik agar Adara tidak melihat raut wajah Alden. Rasanya Adara ingin meminta maaf karena telah mengambil yang kepunyaan Alden yang berharga. Seketika pikiran Adara terganti. Alih-alih kekecewaan pada dirinya karena terlalu berharap dengan Alden. Sekarang menjadi memikirkan bahwa ia telah jahat kepada Alden karena mengambil papanya.

***

Membawa motor seperti orang kesetanan, Alden melajukan motornya dengan kecepatan diatas rata-rata membuat beberapa pengemudi kendaraan lain memaki Alden karena membawa motor tidak tahu aturan. Tetapi Alden tidak mengindahkan aturan itu. Kali ini Alden melanggar lagi karena dirinya sedang tidak baik-baik saja.

ADARA [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang