'Adara' - 31

4.2K 268 32
                                    


Yok di vote dulu sebelum baca yok ....

Happy reading guys!


Setelah 2 hari Adhi-Ayah Adara di Jakarta, ia harus kembali lagi ke Medan. Antara ikhlas tidak ikhlas meninggalkan anaknya sendiri di rumah tanpa ada pantauan dari salah satu orang tuanya. Meskipun sudah ada Bi Nani dan Mang Uun, tetap saja, rasa khawatir terhadap anak tetap ada.

Adara menghela nafas panjang. Ia masih rindu dengan ayahnya. Apalagi dengan sang bunda. Ingin sekali Adara menyusul bundanya ke Medan. Tapi ia harus memikirkan sekolah dulu. Apalagi akhir-akhir ini sudah mau menuju ke ulangan akhir semester. Meskipun masih 2 bulan kurang, setidaknya Adara tidak ingin tertinggal pelajaran dan mengotori absensi kehadiran miliknya.

Rasa sayang Adara terhadap Adhi sama besarnya dengan Ira-bundanya. Meskipun Adhi bukan ayah kandungnya, Adara sangat sayang dengannya. Disaat Adara masih kecil, ia sudah ditinggal oleh ayah kandungnya. Dan Adhi datang untuk menggantikan peran ayah untuk Adara yang sudah hilang. Nyatanya, kematian seseorang yang kita sayang lebih menyakitkan dibandingkan kematian diri kita sendiri.

Adhi itu seperti pahlawan menurut Adara. Disaat bunda dan dirinya bersedih atas kehilangan ayah kandungnya, Adhi datang sebagai penghibur ia dan bundanya. Selalu memberi kasih sayang yang berlimpah terhadap ia dan bundanya.

"Woi!" Silmi menggebrak meja yang sedang Adara gunakan untuk tiduran. Sontak hal itu membuyarkan lamunan Adara.

Adara menata Silmi dengan tatapan kesal. Dan respon Silmi hanya cengengesan sambil menunjukkan jari telunjuk dan jari tengah.

"Lo ngapa, Ra?" tanya Adel yang sudah duduk di depan meja Adara.

"Gue lagi galau ges," ujar Adara dengan nada lesu.

Kedua temannya Adara saling pandang. Ya, mereka merasa aneh saja dengan Adara. Tumben sekali gadis itu galau. Jujur, Adara itu tipe orang bodoamat dengan masalah yang ia alami. Menurut dia, nanti juga ada jalannya. Apalagi kalau cuma masalah sepele.

Sebenarnya tidak baik juga berlaku seperti itu. Tapi kalau bagi Adara, jika ia tidak jadi manusia bodoamat dengan masalahnya sendiri, ia bisa setres.

"Buset dah, galau." celetuk Adel.

"Emang lo lagi galau'in apaan sih?" Sambung Silmi.

Adara menatap kedua temannya dengan tatapan sendu. Ia bimbang, apakah harus bilang tentang ajakan orang tuanya untuk pindah ke Medan atau tidak.

Tetapi, kalau Adara tidak bilang, takut dikata tidak mau terbuka dan tidak menganggap mereka sahabat. Tapi 'kan ... setiap masalah tidak harus cerita ke sahabat kita sendiri.

Huft, Adara bingung.

Tapi, sepertinya Dewi Fortuna sedang berpihak kepada Adara. Saat Adara ingin bercerita, guru mata pelajaran agama datang. Hal itu membuat Adara menahan tawa melihat kedua temannya memasang wajah kesal karena guru tersebut menggagalkan sesi curhat anak ABG.

***

"Nggak seru ah," gerutu 2 gadis secara bersamaan. Yang satunya membanting sendok somay yang ia pegang. Dan satunya lagi hanya mencebik tidak jelas.

Sekarang ketiga gadis itu sedang berada dikantin untuk mengisi perut mereka yang lapar. Sekaligus mendengarkan curhatan Adara yang membuat dirinya menjadi galau.

Adara menghembuskan nafasnya gusar. Sebenarnya dia juga tidak ingin pindah. Tapi mau gimana lagi, Adara belum terbiasa ditinggal terlalu lama oleh kedua orang tuanya. Tapi dia juga tidak bisa jauh dari teman-temannya. Apalagi dengan Silmi.

ADARA [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang