'Adara' - 32

4.2K 255 22
                                    

Aku up nih gaes, mwehehe

Yok di vote dulu sebelum baca yuuu ...

Oiya, kalau ada typo komen yaa, biar aku benerin.

Happy reading guys!

Adara tidak mendapat jawaban dari bibir Alden. Cowok itu diam membisu. Pandangannya lurus kedepan dan hal itu membuat Adara mengernyit heran.

Tapi melihat Alden respon Alden yang diam saja seperti seseorang yang tidak mau ditinggalkan, Adara dapat menyimpulkan bahwa Alden tidak mau ia tinggal pergi. Bukannya ge'er, tapi raut wajahnya seolah-olah menjawab pertanyaan yang ia ajukan.

"Ih, Alden, masa diem aja siiihhh,"

Perkataan Adara tersebut sukses membuat Alden mengalihkan pikirannya. "Lah dari tadi tangan gue gerak-gerak. Berarti gue kaga diem aja dong." jawab Alden seadanya. Ya, karena hanya itu jawaban yang terlintas di otaknya.

"Jawabannya nggak jelas banget sih." cibir Adara.

"Yang penting gue jawab. Nanti kalo gue nggak jawab, elu malah ngoceh-ngoceh terus,"

"Kok lo ngeselin sih, Den." Alden meringis mendengar perkataan Adara. Ia bingung harus menjawab apa. Jadi Alden jawab sekenanya saja dan kata yang menyangkut di otaknya.

Intinya Alden tidak ingin Adara menjauh darinya. Dan hampir 3 minggu belakangan ini, hari-hari Alden selalu ada perempuan itu disampingnya. Dan lagi pula, saat berdekatan dengan Silmi, Alden tidak merasakan apa-apa seperti dulu. Sedangkan dengan perempuan yang ada disebelahnya, Alden sudah merasakan debaran hati berkali-kali setiap berdekatan dengan Adara.  Untuk meyakinkan perasaannya, sepertinya ia harus konsultasi kepada kedua temannya.

"Lo beneran mau pindah?"

"Nggak tau, gue masih bingung. Tapi gue nggak mau jauh dari orang tua gue. Tapi gue juga nggak mau jauh dari sahabat-sahabat gue. Dan gue juga nggak mau jauh dari lo," saat kalimat terakhir Adara memelankan suaranya dan tatapan matanya menjuru kebawah, tidak berani menatap Alden. Ia tidak rela kalau nanti ia benar-benar akan pindah kota bahkan pindah pulau dan meninggalkan laki-laki disebelahnya. Cowok yang ia sayang sejak awal kelas sepuluh.

Sebelum pergi meninggalkan Adara sendiri di taman belakang, Alden menepuk punggung serta mengusap kepala Adara. maksud dari perlakuan Alden tersebut itu untuk memberi semangat dan semacam ucapan kasih sayang. Dan sepertinya Adara butuh ketenangan. Apalagi suasana disini enak untuk merenung atau sejenisnya. "Dipikirin baik-baik jangan asal ngambil keputusan," ucap Alden dengan senyum tipisnya itu.

Mendapat senyum tipis dari Alden saja membuat hati Adara berdebar. Apalagi bila mendapatkan hati Alden sepenuhnya. Bisa-bisa dirinya kejang-kejang.

Sepanjang perjalanan dari rumah menuju minimarket membuat perempuan itu senyum-senyum sendiri mengingat kembali kejadian di taman belakang sekolah bersama Alden. Adara tak tahu ini hanya penglihatannya atau memang kenyataan saat ia berbicara dengan Alden raut wajahnya seperti sedih.

Ah, kalau seperti ini, ia makin bingung antara tetap tinggal atau tinggalkan.

"Woi! Ngelamun aja. Mana sambil senyum-senyum lagi. Kan jadi horor. Nanti dikata orang-orang gue lagi jalan sama orang gila." Seru laki-laki disebelahnya.

"Apaan sih Chan. Gue cakep gini dikata orang gila." ujarnya dengan nada tak terima.

"Lah siapa suruh senyum-senyum kaya orang dapet duit banyak gara-gara abis ngepet." gurau Chandra.

ADARA [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang