4 - masih takut

67 6 0
                                    

Dirga tidak main-main dengan ucapannya. Ia benar-benar mengantar Azel pulang. Tidak banyak yang bisa Azel lakukan selain menurut karena ia tidak ingin menjadi tontonan para siswa di sekolahnya.

Dirga, cowok yang selalu Azel cap sebagai cowok brengsek, justru berurusan dengannya kali ini. Kehadiran Dirga bersama 5 orang temannya yang selalu mengganggu Azel, membuat cewek itu kesal. Seperti kejadian di kantin semalam saat tempatnya hampir duduk direbut begitu saja. Belum lagi kejadian seperti saat Azel melihat gerombolan cowok itu sengaja meluruskan kaki di koridor agar Azel tersandung dan jatuh. Bukan sekali, berkali-kali. Dan masih banyak tingkah mereka yang membuat Azel geram.

Azel memukul kuat bahu Dirga saat cowok itu tidak berhenti seperti yang ia minta. Cowok itu justru melajukan motornya melewati jalan menuju perumahannya.

“Gue bilang berhenti, budeg!” teriak Azel disamping telinga Dirga yang tertutup helm. Tapi Azel yakin telinga cowok itu sedikit kesakitan.

“Toa banget, sih, lo!” ringis Dirga.
“Makanya kalo gue ngomong didengerin!” Azel masih meluapkan kekesalannya, apalagi ia menyadari kecepatan motor Dirga tidak melambat. Seperti tidak berniat berhenti.

“Gue dengerin dari tadi.”

“Lah, terus ngapa lo nggak berhenti?!” Azel yakin, nanti malam tekanan darahnya meninggi.

“Gue kan cuma dengerin, bukan nurutin omongan lo,” ujar Dirga sembari terkekeh geli. Itulah yang membuat Azel melongo tak percaya, tapi kekesalannya tidak juga hilang. “Kalo lo minta gue jadi pacar lo, baru gue turutin.”

“Dih, najis! Ogah!” Azel sengaja mengeraskan dan menekankan di setiap kata agar Dirga bisa mendengarnya dengan jelas. “Berhenti, nggak?! Atau gue smackdown lo diatas motor lo!”

“Eh, jangan, lah. Entar kalo gue bonyok, yang nganterin lo pulang siapa?” Azel yang sudah akan membalas ucapan Dirga mengurungkan niat saat dengan santainya cowok itu membelokkan motornya ke kanan.

Hal yang membuat Azel terkejut, bagaimana Dirga bisa tahu letak rumahnya. Maka sejak memasuki area perumahannya, Azel diam saja. Lagipula berteriak meminta diturunkan tidak akan berhasil. Justru dirinya akan diamuk massa karena berteriak sembarangan di depan rumah orang.

Keterkejutannya membungkam bibirnya semakin dalam. Dirga berhenti tepat di depan rumahnya. Cowok itu mematikan mesin motornya lalu melepas helm. Azel yang masih terkejut tak juga turun.

“Lo pengen jalan sama gue sampe nggak mau turun dari motor?” tanya Dirga menyentak Azel.

Cewek itu langsung melompat turun dari motor. Bukannya mengucap terima kasih, Azel justru menyeringai pada Dirga. “Kalo gue jadi lo sih, gue udah malu.”

Sesuai jalan fikiran Azel, Dirga mengerutkan kening tak paham. Sementara Azel semakin melebarkan seringaian. Ia mendekatkan wajahnya ke wajah Dirga. “Lo salah rumah.”

Azel memukul kaca helm Dirga yang sempat terbuka hingga kembali tertutup. Cowok itu membelalak, terlihat tak percaya dalam sekejap. Apalagi saat melihat Azel berjalan menjauhinya. Cewek itu berjalan ke arah rumah lain. Mulanya Dirga diam, tapi setelahnya cowok itu terbahak agak keras sampai Azel membalikkan tubuhnya.

“Lo mau ngerjain gue?” tanya Dirga setelah ia bisa mengontrol tawanya.

Azel sedikit kelimpungan sebentar, tapi ia harus bisa memuat Dirga percaya bahwa itu bukan rumahnya. “Dih, siapa yang ngerjain. Nggak berfaedah buat gue!”

Dirga menyeringai. “Oh, ya? Oke, silakan masuk.” Dirga mempersilakan dengan tangan seolah memperagakan seorang pegawai hotel.

Azel jadi semakin gelisah. Takutnya Dirga tidak juga pergi dari sana. Ia berhenti di depan sebuah rumah seorang wanita yang berteman dengan baik dengan ibunya. Tepat saat ia hampir masuk, wanita berdaster biru keluar dari dalam rumah.

BECANDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang