happy reading❤️
_• - •_
Azel tidak akan berada di sana tanpa paksaan Arin. Hari sabtu sebaiknya digunakan untuk tidur sebelum nanti sore ia pergi bekerja. Berbicara tentang kerja paruh waktunya, Azel baru mengetahui kalau tempatnya bekerja adalah kafe milik Om-nya Riski dimana sering dijadikan tongkrongan Dirga dkk. Yang artinya ia akan sering melihat mereka duduk di pojok ruangan itu.
Sorak sorai penonton melihat idola mereka dengan lihai menggiring bola, membuat kepala Azel pening, apalagi teriakan Arin tepat di dekat telinganya. Azel akui, permainan mereka sangat hebat dan ia cukup percaya diri tim sekolahnya akan memenangkan pertandingan tanda persahabatan ini.
Sedikit info. Dirga, Bara, Adam, Riski, dan Gavin ikut berebut bola di tengah lapangan. Mereka adalah tim futsal inti dari sekolah Azel dengan Dirga sebagai kapten. Di pinggir lapangan, ada Erga, Fatih, dan Doni yang siap menggantikan kapanpun dibutuhkan. Sementara Daren dengan kaus santainya. Azel dengar, ia adalah pendamping tim futsal. Entah apa kerjanya, Azel tidak tahu. Ia tak begitu tertarik dengan permainan itu. Satu-satunya yang ia ketahui tentang dunia bola adalah menggiring, menendang, dan gol.
Sekolahnya melawan salah satu SMA unggulan baik di bidang akademik maupun non-akademik. Namun sejauh ini, sekolah itu tetap tidak bisa mengalahkan sekolahnya dalam hal futsal. Azel juga pernah ikut lomba cerdas cermat dan kebetulan sekolah itu menjadi lawannya. Dari itu Azel jadi tahu, lawan sekolahnya memang pandai namun tidak cukup lihai mengambil kesempatan.
Satu fakta lagi. Saat berurusan dengan sekolah itu, nama Gibran langsung muncul di kepalanya. Seorang pengganggu kecil yang dulu hanya sebatas telinganya, kini sudah tumbuh menjadi remaja tampan idaman semua orang. Bahkan menjadi salah satu pemain yang melawan pemain sekolahnya.
“Gila, ganteng banget, anjir!” pekikan Arin membuat Azel menoleh. Mereka duduk di tribun urutan dua paling atas diantara orang-orang yang tidak Azel kenal. Pertandingan itu diadakan di sekolah lawan, jadi kebanyakan penontonnya bukan dari sekolah Azel.
Azel mengikuti arah pandang Arin. Ke arah Gibran. “Gibran?”
“Kok lo tau?” tanya Arin mengernyit bingung.
“Dulu satu SD.”
“Duh, kenapa lo di kelilingi cowok-cowok ganteng, sih?”
Azel memutar bola matanya. Benar, akhir-akhir ini memang ia sering berurusan dengan komplotan cowok ganteng di sekolah yang menjadi incaran teman-temannya. Sayang, bukannya senang, Azel malah kesal setengah hidup dibuat mereka.
Kelakuan mereka tak seganteng tampangnya.
Pertandingan akan berakhir dalam lima menit dan sejauh ini sekolahnya unggul 2-1. Azel menghidupkan layar ponsel untuk melihat jam yang menunjuk angka 10 pagi. Gadis itu baru tahu, bermain futsal tidak selama bermain bola. Maka setelah ini ia masih bisa berpelukan dengan guling kesayangan sembari menunggu waktu bekerja.
Saat pertandingan berakhir, skor yang tertulis di papan tidak berubah. Artinya, pertandingan ini dimenangkan oleh tim sekolah Azel. Karena ini adalah pertandingan persahabatan, tidak ada drama baku hantam antarsekolah.
Azel masih duduk di tempatnya bersama Arin menunggu kerumunan sedikit melengang saat para pemain sedang bertos ria ala cowok. Lalu mereka sibuk masing-masing. Ada yang berbincang, ada yang diajak foto, ada yang sedang minum air mineral. Namun yang mencuri perhatian adalah Dirga yang duduk di tribun paling bawah, memainkan ponsel, mengabaikan cewek-cewek yang mencuri-curi pandang ke arahnya.
Di detik selanjutnya, ponsel Azel berdenting dari nomor yang belum ia simpan.
088899992222
KAMU SEDANG MEMBACA
BECANDA
Teen Fiction"Becanda itu penting," katanya. "Serius juga penting, lo nggak bisa becandain semua hal," balasnya. "Termasuk lo?" Hope you enjoy the story, because belum bisa enjoy face doi❤️ Best pict on cover by pinterest