35 - pantas

11 3 1
                                    

Happy Reading :*

***

Otak Azel terbakar hebat. Ia merebahkan kepalanya diatas meja. Kelelahan setelah berpikir mati-matian demi ulangan matematika. Panggil saja ambis karena Azel selalu ingin mendapat nilai bagus terutama di mapel pemintannya. Gadis itu sangat mengharapkan tinta di atas kertas itu membantunya lolos seleksi masuk perguruan tinggi negeri.

Satu pelajaran yang benar-benar membuat Azel menyerah, adalah pendidikan olahraga. Gadis yang kerap berkucir kuda itu tak bisa roll depan, tak bisa bermain voli apalagi basket, semuanya terasa sulit baginya. Jika disuruh lari keliling lapangan, Azel selalu menjadi orang paling terakhir yang sampai di garis finish. Tubuh Azel tak bisa dibilang kecil, tapi tidak gendut juga. Dan hal itu menyulitkannya.

"Kantin, kuy!"

Azel membuka matanya melihat Arin malas. Ia menggeleng pelan. Matematika benar-benar menyita nafsu makannya. "Gue titip aqua dingin aja, ya."

"Kampret lu! Terus gue ke kantin sendirian gitu?"

"Ajak yang lain sana!" ujar Azel membuat Arin berdecak kesal. "Minumnya sampe sini harus masih dingin!" seru Azel membuat Arin yang tengah berjalan bersama Safia dan teman-temannya yang lain berbalik dan melayangkan tatapan tajam.

"Anjing lo udah nyuruh pake harus harus segala!"

"Astagfirullah, Mbak Arin." Suara itu menolehkan kepala Arin dan terkejut ketika mendapati Dirga dan teman-temannya berjalan memasuki kelasnya. Dan Bara yang bersuara tadi mengelus dada.

"Apa lo?!"

"Cewek nggak boleh ngomong kasar atuh, neng," sahut Bara yang dirangkul Adam kini berusaha menggoda Arin.

"Asu! Gitu nggak boleh?" bukannya berhenti, Arin justru semakin menunjukkan kemahirannya berkata kasar.

"Gas teroooos, neng!" Riski menyahut dengan tawa.

Dirga terkekeh pelan, tak lagi peduli pada teman-temannya yang masih membuat Arin kesal. Cowok itu beralih menatap Azel yang duduk menyandarkan kepala di atas meja. Matanya tidak tertutup, tapi terlihat kelelahan.

Dirga mengambil duduk berseberangan meja dengan Azel. Cowok itu memiringkan kepala mencoba melihat wajah pacarnya. "Kenapa?"

Azel yang terkejut menarik kepalanya. "Kaget gue, anjir!"

Dirga terkekeh.

"Ngapain kesini?" tanyanya ketus. Suasana hatinya tidak begitu baik.

"Mau ketemu pacar gue lah," sahutnya.

"Siapa?"

"Nggak tau, siapa ya?"

"Dongo!"

"Heh, mulutnya!"

Azel terdiam. Ia menopang kepala dengan kedua tangan dan memejamkan mata. Kepalanya benar-benar berat.

"Pusing?" tanyanya sembari meletakkan punggung tangan di dahi Azel, membuat pacarnya membuka mata.

"Lo nanya pusing, tapi naruh tangan di kening gue. Emang lo bisa ngerasain pusingnya?"

Dirga terkekeh. "Ya kali aja lo demam."

"Terus ngapa nanyanya pusing, goblok?!"

"Ya tangan gue ngecek dahi, mulut gue nanya pusing apa kagak. Udah lah, gitu aja dipermasalahin lu!"

Azel memutar bola mata malas. "Dah, lo kalo nggak ada kepentingan yang mendesak, pergi sana! Gue lagi badmood."

"Biasanya cewek kalo badmood terus ketemu pacarnya udah nggak badmood lagi."

BECANDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang