34 - hari yang kompleks

23 3 4
                                    

PART INI DITULIS UNTUK PEMBACA, KHUSUSNYA YANG BARU SELESAI UTBK DAN YANG AKAN BERJUANG UNTUK UTBK 2021. UNTUK YANG KECEWA PENDAFTARAN STAN DITUTUP. SEMANGAT!!!!

HAPPY READING❤️

***

Azel merasa kakinya hampir patah karena terlalu lama berdiri. Ia sedang menunggu angkot di pinggir jalan, tapi angkot searah sekolahnya belum juga lewat. Salah Azel yang bangun terlalu pagi.

Jika di fikiran kalian ada Dirga, maka Azel tak merusak hari pertama ke sekolahnya karena pasti cowok itu masih tidur sekarang. Masalahnya tadi malam Dirga pergi nongkrong bersama teman-temannya dan pulang sangat larut malam. Gadis itu berfikir, apakah orang tua Dirga tidak marah saat mendapati anak mereka baru sampai rumah jam 1 malam?

Sampai rumah pun, Dirga masih sempat main game dan cowok itu menelfonnya jam 3 pagi, memintanya membangunkan cowok itu di pagi hari. Tapi saat Azel mengirim banyak pesan di pagi hari, tak ada satupun yang dibuka. Ditelfon berkali-kali, tak ada yang mengangkat. Benar-benar menyebalkan. Itulah sebabnya, gadis itu memilih berangkat sendiri daripada menunggu mata Dirga terbuka itu mustahil.

Lupakan tentang itu, berfikir tentang kakinya lebih penting. Azel melupakan rasa malunya, ia jongkok di pinggir jalan demi menyelamatkan kakinya. Pandangan orang-orang tak penting baginya sekarang, yang penting ia tak mengganggu mereka.

Sampai suara motor mencuri perhatian Azel. Saat gadis itu menoleh, Dirga melepas helm, menampilkan senyum meski dengan rambut acak-acakan dan lingkar mata yang sangat jelas.

Azel berdiri dengan wajah suramnya. “Udah bangun?”

Dirga menggaruk tengkuknya. Menyadari kekesalan Azel setelah matanya yang terpaksa terbuka karena teriakan Sandra tepat di telinga, mendapati begitu banyak pesan dan panggilan tak terjawab dari Azel. “Maaf.”

“Makanya kalo nggak bakat bangun pagi, malemnya nggak usah sok begadang.”

“Iya.”

“Mana helmnya?”

“Eh, lupa.” Dirga meringis mendengar dengusan kasar dan tatapan jengah dari Azel. “Dulu gue suruh bawa nggak mau.”

Setelah hari dimana Azel membawa helm itu, gadis itu mengembalikannya karena ribet.

“Dah lah, gue naik angkot aja.”

“Yah, jangan gitu dong. Masa dijemput pacar malah milih naik angkot?”

“Kan nggak ada helmnya.”

“Nanti beli di depan kan ada yang jual.”

“Matamu beli terus!” Azel kesal. Mungkin bagi cowok itu membeli satu helm seperti membeli sebungkus nasi kucing.

“Naik.”

Azel tak menurut. Ia hanya menatap Dirga tajam.

“Diliatin orang-orang, tuh.”

Benar. Saat Azel menoleh, lalu lalang itu menatap kearahnya. Jadi terpaksa Azel naik ke atas motor Dirga.

“Bagus. Kalo nurut kan, nggak ribet.”

***

Banyak sekali yang mengeluh liburan kurang panjang, belum sempat liburan, belum sempat mempercantik diri, belum siap memanaskan otak, masih ingin rebahan, dan beragam keluhan lain. Tak terkecuali Azel, ia belum siap menjadi pembagi waktu yang baik.

Coba fikirkan, pulang sekolah jam 3 sore lalu pergi bekerja sampai pukul 8 malam. Sepulang bekerja, ia masih harus belajar sampai larut malam lalu tidur dan bangun dan sekolah lagi. Begitulah seterusnya sampai akhir pekan sedikit mengubah aktivitasnya.

BECANDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang