Happy reading❤️
_
“Lo tolak?”
“Iya, lah.”
Azel baru saja menceritakan penolakannya terhadap tawaran Ify dan Bela menjadi salah satu panitia untuk acara perlombaan akhir tahun yang akan diadakan setelah hari-hari remedial.
Keduanya sedang duduk dikantin yang tak terlalu ramai. Beberapa menit lalu baru selesai mengerjakan mata pelajaran terakhir di ujian tahun ini.“Kok cuma lo yang ditawarin, sih? Padahal gue pengen jadi panitia, kan lumayan pas lomba olahraga banyak cogan main.” Arin menaikturunkan alisnya.
“Kalo cogan aja maju pertama lo.”
“Iya lah, sebagai cewek jomblo gue harus aktif mendekati cogan.”
“Lah, nggak jadi sama si Gibran?”
Ngomong-ngomong tentang Gibran, cowok itu jarang berkumpul bersama Azel dan Arin selama ujian. Cowok itu sudah lumayan berbaur dengan cowok-cowok lain di sekolahnya. Azel sama sekali tidak berfikir Gibran memanfaatkannya, namun sebagai teman lama ia rasa sudah seharusnya membantu cowok itu selama belum cukup membaur.
“Nggak tau lah, males gue.” raut wajah Arin berubah masam.
“Kalo si Bara?”
“Lah, kenapa jadi bawa-bawa dia?”
“Ya gue cuma nanya. Kan dulu lo suka sama dia.”
“Bukan suka ya, Zel! Lagian jatohnya gue illfeel sama modelan kayak dia tuh.”
“Ih, ati-ati kalo ngomong. Entar suka sukurin!”
“Emang kayak lo? Yang dulu risih sekarang jadian?”
“Anjing lo!” Gadis berkucir kuda itu melemparkan sedotan yang baru saja ia gunakan untuk minum tepat mengenai wajah Arin.
“Eh, basah woi! Udah nyampur sama ludah lo lagi,” protes Arin tak terima membersihkan wajahnya dengan tisu.
Azel tak menanggapi Arin yang masih saja mengoceh tak terima. Tiba-tiba saja, bangku panjang yang ia duduki menurun. Seseorang duduk disebelahnya dengan tubuh menghadap ke arahnya.
Azel langsung menoleh, mendapati Dirga menyeruput minumannya tanpa sedotan. “Hobi banget, sih, minum punya orang.”
“Hmmm…bau-bau jadi obat nyamuk nih, gue.” Arin berdiri setelah menggendong tasnya.
“Mau kemana?” tanya Azel.
Dirga meletakkan gelas minuman yang sudah kosong di meja sembari menatap Arin. “Membiarkan kita berduaan, yakan?”
“Nyebelin juga ya, cowok lo.” Arin menatap Dirga sinis.
“Kemana aja lo baru nyadar sekarang?”
“Au ah, mau cabut gue.” Tanpa dijawab Azel, cewek itu meninggalkan kantin begitu saja. Mungkin saja Arin merasa tidak nyaman. Maka salahkan Dirga yang datang tiba-tiba sementara Azel sedang berbincang dengan Arin.
“Kok belum pulang?” tanya Dirga, tangannya berusaha meraih piring besar berisi gorengan.
Melirik Dirga yang kesulitan, Azel membantu meraih piring itu karena letaknya lebih dekat dengannya. “Tadi ngobrol dulu sama Arin.”
“Makasih.” Dirga mengambil piring itu dan mencomot pisang goreng yang sudah tidak hangat. “Ngobrolin apa?”
“Cowok nggak boleh kepo.”
“Eh, lo nggak jadi panitia lomba?” tanya Azel saat teringat, sementara tangannya menutup piring berisi gorengan yang terbuka.
“Kalo gue jadi panitia, siapa yang lomba?”
KAMU SEDANG MEMBACA
BECANDA
Jugendliteratur"Becanda itu penting," katanya. "Serius juga penting, lo nggak bisa becandain semua hal," balasnya. "Termasuk lo?" Hope you enjoy the story, because belum bisa enjoy face doi❤️ Best pict on cover by pinterest