Setelah berhasil mengambil boneka tadi, Dirga dan Azel mencoba permainan lain. Mereka mendekat ke permainan basket dan bermain di sana hingga permainan itu berakhir atas kemenangan Dirga.
Mereka beralih ke permainan lain hingga tak sadar bahwa film sudah dimulai lima menit yang lalu. Azel menarik tangan Dirga dengan tangan kanan sementara tangan kirinya memeluk boneka beruang. Gadis itu berjalan cepat.
Cowok di belakang gadis berkucir kuda itu tersenyum melihat tangan mungil Azel menarik pergelangan tangannya.
“Santai aja kali, Zel. Lagian lo kan, takut sama horror.”
“Sayang tau, udah beli tiket. Dan gue nggak takut!”
Keduanya masuk menyempil diantara penonton yang sedikit kesal dengan gangguan kecil itu. Setelah duduk, Azel memeluk boneka berwarna putih itu dan menikmati film yang belum menunjukkan tanda-tanda menakutkan.
Dirga duduk di sebelah kanan Azel, meletakkan popcornnya di tempat antara ia dan Azel. Setelahnya ia menikmati film yang terputar dengan fokus penuh. Menonton film horror bukan tantangan bagi seorang Dirga. Segala adegan yang disuguhkan hanya membuatnya tergelitik, tidak takut. Baginya, ketakutan sebenarnya adalah kehilangan.
Saat Dirga melirik popcorn, tak sengaja matanya menangkap Azel yang berusaha menutupi matanya dengan boneka namun sedikit mengintip dari sela-sela. Ekspresi Azel yang terlihat dari samping mampu membuatnya tersenyum tanpa sadar. Bahkan sekarang jika ia lebih memilih menonton ekspresi lucu gadis itu daripada film di depannya.
Dirga baru sadar, seharusnya sejak tadi ia mengabadikan ekspresi Azel. Ia mengambil ponsel dari saku celananya. Secara diam-diam, ia mengambil potret Azel. Beruntung kondisi ruangan bioskop itu remang-remang, jadi Dirga bisa sedikit leluasa mengambil foto tanpa ketahuan. Apalagi gadis itu sangat fokus dengan filmnya.
Setelah mengambil beberapa foto, Dirga memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku. Bersamaan dengan adegan menyeramkan yang menampilkan hantu bermata merah dengan wajah penuh darah, membuat Azel yang tak siap, memekik dan melempar kepalanya ke samping. Matanya terpejam seolah tak ingin membuka, dan jika terbuka akan ada sesuatu menyeramkan yang dilihatnya.
Melihat itu, Dirga mati-matian menahan tangannya untuk tidak menutup mata Azel atau memegang tangan Azel memberi kenyamanan agar gadis itu tidak ketakutan.
Beberapa menit terakhir, Dirga sama sekali tidak terfokus pada film. Ia lebih banyak mengamati setiap ekspresi yang Azel tunjukkan tanpa sadar. Serta memakan popcornnya yang diabaikan Azel karena gadis itu lebih tertarik ketakutan dan memeluk boneka beruang putihnya. Entah kenapa perasaan Dirga menghangat melihatnya.
Mereka sudah keluar dari bioskop, namun raut ketakutan Azel masih sedikit tertinggal di wajah gadis itu. Dan lagi, Dirga menahan diri agar tidak menangkup wajah yang sialannya terlihat sangat lucu.
“Gila, jantung gue!” gadis itu menangkup bonekanya di dada.
“Tadi aja sok berani.”
Azel diam. Ia masih ingin menormalkan detak jantungnya.
Mereka berjalan menuju eskalator untuk turun. Posisinya Dirga berada di belakang Azel yang masih memeluk bonekanya karena disebelah kiri gadis itu berdiri seorang ibu-ibu yang kelihatannya tidak mau mengalah untuk berjalan di berdiri di belakang mereka sementara di depannya berdiri dua sejoli yang sedang berbucin ria dengan tangan bergandengan.Hati Dirga mencelos. Ia punya naluri seorang remaja yang juga ingin melakukan hal yang sama. Tapi ia harus menunggu sampai masanya tiba. Azel tidak seperti gadis lain, jadi usahanya pun harus ekstra.
Setelah turun dari eskalator, Azel tak sadar Dirga kembali berjalan di sampingnya. Mereka berjalan menuju tempat penitipan barang untuk mengambil belanjaan. Azel mengitarkan pandangannya menyapu bersih kerumunan.
KAMU SEDANG MEMBACA
BECANDA
Teen Fiction"Becanda itu penting," katanya. "Serius juga penting, lo nggak bisa becandain semua hal," balasnya. "Termasuk lo?" Hope you enjoy the story, because belum bisa enjoy face doi❤️ Best pict on cover by pinterest