6 - hari tenang?

52 4 0
                                    

Entah kenapa Azel berfirasat baik untuk hari ini, karena sejak memasuki area sekolah, tidak ada makhluk bernama Dirga muncul di depannya. Bahkan Azel tidak melihat bayangan cowok itu sejak tadi. Hari ini juga tidak ada pesan menyebalkan terpampang di layar ponselnya.

Azel mengira mungkin saja Dirga kesal setelah kemarin ia tak menganggap keberadaan cowok itu yang sedang berbicara dengannya. Tapi setelah difikir kembali, kemarin Dirga tengah mengganggunya. Seharusnya wajar jika Azel diam tak mengindahkan gangguan cowok itu.

Jika ada alasan lain bagi Dirga untuk tidak muncul di depannya, itu tidak penting bagi Azel. Lagipula hidupnya akan tenang tanpa melihat cowok itu. Ia akan lebih bersyukur lagi jika teman-teman Dirga juga berhenti sengaja membuatnya terjatuh di koridor.

Saat istirahat, Arin mengajak Azel pergi ke kantin. Azel mengikut saja karena ia juga sudah lapar. Pintu masuk kantin sudah ramai. Semua siswa berbondong-bondong membeli makanan. Begitu masuk, Arin dan Azel langsung menuju penjual batagor langganan mereka untuk memesan 2 porsi batagor dan 2 gelas es teh.

Azel dan Arin melenggang menuju meja paling pojok. Ada tiga cewek yang Arin kenal duduk disana juga. Setelah duduk, keduanya langsung melahap makanan masing-masing. Beberapa kali Arin berbincang dengan ketiga cewek yang satu meja dengan mereka itu. Sementara Azel yang hanya pernah mendengar namanya saja, merasa kehadirannya tidak berarti disana.

Saat Azel hendak mengambil suapan pertama, tak sengaja ia tangkap beberapa cowok yang baru saja mengambil posisi di meja sebelah kirinya. Ia melirik sekilas lalu menghembuskan nafas ketika melihat siapa mereka.

Tapi setelah beberapa menit berlalu, tidak ada pergerakan dari keenam cowok itu yang membuat Azel kesal. Justru yang mengganggunya adalah Arin yang sudah larut mengobrol tentang keenam cowok itu bersama tiga cewek tadi.

Seharusnya Azel merasa tenang karena mereka tidak lagi mengganggunya. Terlebih Dirga juga tidak begitu peduli dengan keberadaannya. Tapi mengapa Azel merasa gatal ingin memarahi mereka padahal tidak ada yang salah?

Nafsu makannya hilang. Dengan menyeruput es teh, ia memandang lurus ke tembok putih yang mulai kusam di depannya. Ia sedikit bingung dengan apa yang terjadi padanya. Padahal seharusnya ia benar-benar senang.

Azel menghela berat. Setelah menghabiskan batagor yang ia paksa masuk ke dalam mulut, ia mengajak Arin segera kembali ke kelas dengan dalih ingin mengerjakan tugas besok. Padahal Azel sedang ingin mengenyahkan fikiran anehnya.

“Zel, gue agak bingung kemaren kok, lo bisa berangkat bareng Dirga?”

Azel tahu, Arin sudah menyimpan rasa penasarannya sejak pagi dimana ia berada di atas motor Dirga.

“Gue ketinggalan angkot waktu itu.”

“Tapi kok bisa ketemu Dirga?” Arin memusatkan perhatian pada Azel yang sedang membuka buku.

“Dia tiba-tiba muncul kayak setan.”

“Hah?” kening Arin berkerut.

“Lah, menurut lo aja siapa orang yang tau rumah gue selain lo?” Azel menghadap ke Arin dengan salah satu alis naik.

“Nyokap lo?”

“Dirga.”

“Kok bisa?” Arin terlihat terkejut dan bingung.

“Mana gue tau! Nyewa FBI kali tuh anak.”

“Tapi buat apa si Dirga nyari tau rumah lo?”

“Tau! Kurang kerjaan kali.”

Azel kembali ke bukunya. Ia mencoba fokus mengerjakan tugas. Tapi lagil-lagi, bukan hanya fikiran menyebalkan yang mengganggunya, Arin kembali mengintrogasi dengan pertanyaan yang Azel sendiri tidak tahu jawabannya.

“Terus temen-temannya kenapa tadi diem aja, ya? Kan biasanya semangat 45 buat ngerjain lo.”

“Tau, ih! Kalo lo penasaran tanya aja sono sama mereka.”

Arin yang mendengar jawaban jutek dari Azel, memajukan bibirnya. “Ya sante, kali. Nggak usah ngegas!” sahutnya tak kalah jutek.

Keduanya memang sering berbicara dengan nada tak bersahabat. Siapa kira justru hal itu yang membuat mereka begitu dekat?

***

Azel merasa hari ini berjalan lama. Sekarang baru jam istirahat kedua padahal Azel sudah merasa seharian di dalam kelas. Ditambah lagi kepalanya sangat pusing hingga ingin meledak, badannya juga lemas sekali. Azel mengingat kemarin malam saat pulang bekerja, ia sempat kehujanan tapi hanya gerimis dan itu pun berlangsung sebentar. Memang kemarin juga ia lupa membawa jaket, tapi sudah menggunakan kaus panjang.

“Lo sakit, Zel?” tanya Arin saat melihat Azel lebih lemas dari biasanya.

Azel menggeleng lemah. Matanya sedikit terpejam-pejam karena lemas. Khawatir, Arin menempelkan punggung tangan ke kening Azel dan mendapati suhu yang cukup panas disana.

“Ke UKS aja yuk, Zel. Badan lo panas,” ajak Arin.

Azel tidak menolak karena kepalanya sudah sangat pusing. Dengan dibantu beberapa teman sekelasnya, Azel berhasil berbaring diatas ranjang UKS. Setelah membantu mengendorkan ikat pinggang dan dasi Azel, mereka kembali ke kelas kecuali Arin dan siswa yang bertugas piket UKS hari ini memberi obat dan air putih kepada Azel.

Setelah minum obat, Azel memejamkan mata berharap rasa pusingnya hilang. Disebelahnya ada Arin sedang mengoleskan minyak kayu putih ke beberapa sisi tubuhnya.

“Tidur aja, Zel.”

Azel mulai terlelap dan merasa lebih nyaman dari sebelumnya meski pening masih terasa.

***

Holahooooo!!!

AN : nggak ada

Eh mau up 2 part nih, yukkk cekidot!!!

Happy reading❤️

withlove, me

BECANDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang