Happy reading❤️
+ +
Pekan penuh remedial sudah usai. Azel berhasil melewati hari-hari itu tanpa panggilan guru sekali pun, kecuali untuk urusan membantu menyebar nama-nama yang harus mengulang ujian. Selebihnya Azel membantu teman-teman sekelasnya mengerjakan soal untuk remedial.
Memasuki awal-awal masa lomba akhir tahun setelah ujian alias classmeet, semua siswa disibukkan persiapan lomba, entah itu panitia maupun peserta. Dan meskipun para guru harus fokus mengolah nilai, mereka tidak luput dari perlombaan yang sengaja diadakan khusus untuk para guru.
Lomba-lomba tersebut akan diadakan selama lima hari penuh karena ternyata tahun ini akan ada tambahan perlombaan cheerleader antar jurusan yang di tahun-tahun sebelumnya tidak ada. Selain itu ada banyak lomba lain dan Azel kebagian ikut lomba cerdas cermat.
“Yang ikut lcc harus warna pink otaknya,” ucap salah satu teman sekelasnya saat pembagian peserta lomba.
Ia dan Safia –yang menurut Azel lebih pintar darinya— akan mewakili kelas dalam lomba cerdas cermat pengetahuan umum bertema batik di hari kedua perlombaan. Karenanya, sejak selesai remedial, mereka sering belajar bersama mencari tahu hal-hal yang bersangkutan dengan batik sebanyak mungkin.
Azel sendiri tak terlalu optimis akan menang, karena seperti tahun-tahun sebelumnya –dimana ia tidak dipilih sebagai peserta lcc— pasti pemenangnya adalah kelas yang dihuni orang-orang ambisius dan peraih peringkat teratas di sekolah.
“Halah, santai aja kali, Zel. Nggak menang nggak papa, yang penting kita ikut,” ujar Safia menenangkan Azel.
“Gue mah nggak masalah, nggak enaknya sama anak-anak yang udah berharap.”
“Nggak lah, mereka pasti paham kok.”
“Kenapa si Ify harus jadi panitia, sih? Tahun lalu kan dia nggak jadi panitia,” ujar Azel menyalahkan. Memang biasanya Ify yang mewakili lomba cerdas cermat.
“Kenalan Ify yang dulunya panitia lomba tuh banyak, jadi maklum aja dia bisa jadi panitia.”
“Se-ngebet itu?”
“Katanya sih mau deketin salah satu panitia.”
“Oh pantes.”
“Udah ah ayo belajar lagi, malah gibah.”
Entah, sejak ajakan yang lebih terdengar seperti paksaan Ify, Azel jadi sedikit tak nyaman dengan cewek itu padahal mereka satu kelas.
Hampir seharian Azel dan Safia berada di perpustakaan, sementara siswa lain menonton lomba nyanyi, musikalisasi puisi, dan dance. Azel harus bisa menguasai materi-materi itu dalam waktu singkat karena pulang sekolah hari ini ia harus pergi bekerja. Beruntung Safia tidak mempermasalahkan hal itu selagi Azel bisa bertanggung jawab.
Selama itu pula ia tidak bertemu dengan Dirga karena gadis itu melarang sang pacar menemuinya. Bahkan mengingat sebutan Dirga sekarang membuatnya tersenyum bahkan tersipu.
Sampai Arin masuk menggunakan kaus biru dan rok setengah pahanya. Ya, cewek itu terpilih untuk mewakili jurusan dalam lomba cheers. Wajah Arin penuh peluh sementara tangannya menghempaskan botol air mineral ke atas meja.
“Capek banget, njir,” keluhnya menarik perhatian Azel dan Safia.
“Sana lo, bau!”
Arin tak peduli dengan suara Azel, ia memilih menyandarkan tubuh pada kursi.
“Gimana latihannya, Rin?” beda dengan Azel, Safia tertarik untuk bertanya.
“Lancar, walaupun agak susah. Terakhir kali gue main tuh kayaknya dua tahun lalu, jadi udah nggak terlalu lemes ototnya.” Arin menegak air mineral yang tersisa setengah botol. “Kalian nggak pulang? Yang lomba udah pada kelar.”

KAMU SEDANG MEMBACA
BECANDA
Teen Fiction"Becanda itu penting," katanya. "Serius juga penting, lo nggak bisa becandain semua hal," balasnya. "Termasuk lo?" Hope you enjoy the story, because belum bisa enjoy face doi❤️ Best pict on cover by pinterest