23 - rumah hantu

32 3 0
                                    

Happy reading ❤️

^^

Azel mulai berang di hari kelima ujian kali ini. Ia tidak menyangka Daren duduk tepat disampingnya. Dengan semua kicauan yang menyebalkan, menggoda Azel dengan bahan Dirga ada di belakangnya, dan meminjam barang-barang saat Azel sedang ujian benar-benar membuat gadis itu ingin mengubur Daren dalam-dalam.

Syukurnya, cowok yang akhir-akhir ini memenuhi isi kepalanya, sama sekali belum bicara dengannya. Yang mana jika hal itu terjadi, maka yang Azel dapatkan adalah kegugupan. Ia takut akan berakhir seperti hari itu.

Tiga hari lagi ujian selesai. Dan sejauh ini, ia mengerjakan dengan baik sesuai yang ia pelajari. Saat ujian seperti ini, ia dapat izin untuk mengambil cuti dan sebagai ganti ia harus bekerja waktu penuh saat liburan nanti.

Gadis berkucir kuda itu membereskan alat tulisnya ke dalam tas. Bel selesai ujian berbunyi lima menit lagi, tapi kelasnya sudah kosong karena mata pelajaran hari ini tidak terlalu berat. Arin sudah pulang karena cewek itu harus pergi les, jadilah Azel pulang sendiri.

Baru berdiri, ia tak sengaja menyenggol tubuh seseorang. Membuatnya memekik maaf berulang kali. Namun tak diharapkan, seorang cowok dengan tas hitam berdiri dibelakangnya tengah memberi tatapan.

Azel bingung. Seharusnya setelah minta maaf, ia mendengar sesuatu dari cowok itu. Namun sepatah kata pun tidak ada yang terdengar. Gadis yang bisa saja langsung pergi, justru kakinya tidak berfungsi. Seperti mati rasa.

“Kenapa?” tanya cowok itu mengerutkan kening Azel.

Ini benar-benar bukan Azel yang jutek dan selalu marah saat di hadapkan dengan cowok itu. Entah siapa gadis yang sedang berdiri sekarang.

“Nggak papa,” begitulah jawaban Azel.

“Mau pulang?”

Sejak kapan ucapan cowok itu terdengar menggugupkan Azel?

“Iya.” Bahkan jawabannya singkat.

“Oh, bareng aja.”

Azel menolak—“Oke.”

Siapa yang berbicara sekarang? Azel yang biasanya adalah Azel yang menolak ajakan cowok bermata cokelat gelap yang kini keheranan dengan sikap Azel.

Gadis itu merasa ingin memperjelas sesuatu, agar dirinya berhenti menghindar dan tidak lagi menganggap kehadiran Dirga sebagai alasan ia merasa gugup atau apapun itu. Dan meski tertanam jelas di fikiran bahwa cewek yang mengaku bernama Agata itu adalah pacar Dirga, ia masih belum mendengar langsung dari cowok itu.

“Serius?”

Azel memutar bola mata. “Mau bercanda sama gue?” Azel berusaha tidak terlihat gugup. Ia tidak ingin terlihat mengubah sikap pada cowok itu. Tingkat percaya dirinya bisa melejit seratus kali lipat.

“Eh, enggak, kok.”

Mereka berjalan ke arah parkiran. Suara bel tanda pulang berbunyi keras. Belum lewat pukul 12 siang, namun koridor mulai sepi. Saat ujian seperti ini, para siswa memilih segera pulang untuk merasakan tidur siang atau bagi para ambisius adalah waktu untuk belajar.

“Lo jauhin gue gara-gara omongan gue, ya, Zel?” suara Dirga memecah keheningan diantara mereka.

“Dih, ge-er. Orang gue dari dulu emang nggak pernah pengen deket sama lo, kok.”

“Gitu, ya?”

“Iya, lah.”

“Masa?”

“Mau gue tabok, ya?”

Dirga terkekeh. “Emang kenapa, sih?”

“Ya enggak papa aja.”

BECANDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang