Azel lupa kalau pacarnya itu ajaib. Bisa-bisanya sehari setelah Azel datang menjenguk, cowok itu membuat story instagram sedang nongkrong dengan teman-temannya. Mungkin ia memiliki daya tahan tubuh yang kuat, tapi kekhawatiran Azel masih tak hilang bahkan setelah Dirga mengirim pesan mengatakan ia baik-baik saja.
Tidak berhenti disana. Azel menyuruh Dirga pulang sebelum jam 8 malam, padahal cowok itu baru berangkat sehabis isya’. Untungnya Azel mau dibujuk dan Dirga bisa pulang lebih malam. Mamanya saja tak sebegitu protektifnya.
Dan sekarang bertambah lagi. Azel baru menggantungkan apronnya kemudian menyambar tas untuk pulang, cowok berjaket hitam sudah duduk diatas motor, di depan kafe. Azel mendengus. Berulang kali ia bilang akan pulang sendiri. Masalahnya jarum jam sudah menunjuk angka delapan dan jika cowok itu menjemputnya, kemungkinan tercepat cowok itu sampai di rumahnya adalah pukul sembilan. Lagipula rumah mereka tak searah.
“Halo, Mbak. Pesen go-jek, kan?” senyum lebar itu menyambut wajah jengah Azel.
“Enggak, Mas. Mendingan mas-nya pulang, saya kan nggak pesen,” jawab Azel meladeni akting Dirga.
“Loh, tadi di akun saya tertera pesanan atas nama Mbak Azelia Sasikirana, tujuannya KUA.”
Mata Azel membelalak terkejut lalu menahan tawa. “Wah, salah orang kali, Mas.”
“Enggak, kok. Foto profilnya sama, sama-sama cantik.”
“Dih, gombal.” Azel mendengus sambil terkekeh pelan. “Lagian kan gue udah bilang nggak usah dijemput, ribet amat sih!”
“Denger-denger daerah sini banyak cowok, takut aja nanti kalo pulang nyantol cowok lain.”
Mendengarnya, Azel tak bisa lagi menahan tawa. Pacarnya terlihat menggemaskan saat beralasan. “Ya bagus, dong.”
“Apanya yang bagus?”
Masih tersenyum, Azel membalas, “Jalan kotanya, udah yuk!”
Gadis ber-sweater hijau gelap itu mengambil helm dari tangan Dirga, mengenakannya lalu naik ke atas motor pacarnya. Sekali tepuk di pundak Dirga membuat cowok itu langsung melajukan motor membelah keramaian yang tak juga pudar, padahal hari sudah malam.
Sampai di perempatan lampu merah pertama, Dirga menunjuk sebuah bangunan pertokoan. “Entar kalo gue mau nikah, beli mas kawin disana.”
“Apa?” untuk kesekian kalinya, Dirga lupa kalau Azel mendadak budek di atas motor.“Entar kalo gue mau nikah, beli mas kawin disana,” ujarnya lebih keras sampai orang disekitar mereka menoleh.
“Hush, suaranya nggak bisa dikontrol!” tegur Azel memukul pelan bahu Dirga. “Nggak usah keras-keras kali.”
“Gue ngomong pelan, lo nggak denger bege!”
Mengabaikan itu, Azel mengikuti arah tunjuk tangan Dirga tadi. Kalau tidak salah ke arah sebuah minimarket 24 jam. “Indomaret?”
Meski samar, Azel sadar Dirga mengangguk. “Kok beli disana?”
“Karena menurut ramalan gue, calon istri gue demen makan apalagi ngemil.”
“Dih, emang siapa?”
“Gatau.”
Jika cowok lain akan menggunakan nama pacarnya untuk menjawab, tidak untuk Dirga. Cowok itu lebih memilih jujur pada keadaan. Tidak terlalu muluk-muluk mengucap kata-kata manis, tapi jika ia mampu akan segera melakukan.
Lampu kembali hijau, Dirga pun memutar gas motornya.
“Mas kawin itu kan berharga buat cewek, kok cuma dikasih cemilan? Nggak ada sehari aja udah abis dong,” ujar Azel melanjutkan obrolan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
BECANDA
Teen Fiction"Becanda itu penting," katanya. "Serius juga penting, lo nggak bisa becandain semua hal," balasnya. "Termasuk lo?" Hope you enjoy the story, because belum bisa enjoy face doi❤️ Best pict on cover by pinterest