26 – Won't Let You Fall
Zelo menghela napas berat. Ia tahu, mengalihkan perhatian Veryn yang sedang fokus pada satu hal cukup sulit. Ia perlu melakukan sesuatu yang mengejutkan untuk mengalihkan perhatian gadis itu. Tapi, mencium Veryn di situasi seperti ini juga sama saja dengan bunuh diri. Bahkan meskipun setengah mati ia ingin memeluk gadis ini, ia harus menahan diri.
"Anin baik-baik aja. Udah ada polisi yang minta kesaksian dia juga. Lagian, kamu ngapain sih, mikirin apa yang bukan jadi tugasmu? Daripada mikirin itu, mending kamu pikirin deh gimana kamu ntar nulis dengan keadaan kayak gini." Zelo mengedikkan kepala ke tangan Veryn yang terluka.
'Ah, iya! Proyek nulis kita ... argh ...'
"Kamu nggak pengen ngejelasin situasi kamu ini ke editormu? Minta tambahan waktu gitu? Kamu juga kan ada kerjaan naskah lainnya," usul Zelo.
Veryn melotot protes. 'Kalau Feli tahu apa yang terjadi sama aku, dia pasti bakal ngomelin aku habis-habisan. Itu adalah hal terakhir yang aku butuhin. Besok kalau Liana datang, dia juga pasti bakal bikin telingaku panas. Perlu kamu tahu, aku sama sekali nggak butuh tambahan buat itu.'
Zelo tersenyum geli. "Kamu tuh beruntung banget ketemu aku yang luar biasa pintar ini. Aku bakal nulisin bagianmu juga. Kamu cuma perlu mikirin plotnya, kayak biasa."
Veryn tampak bersemangat mendengarnya. 'Benar juga. Wah, meskipun kamu tuh nyebelin, tapi kamu emang lumayan pintar, sih.' Veryn mengatakan kalimat terakhirnya setengah hati. 'Wah, kemampuanmu itu benar-benar bisa ngebantu di saat kayak gini. Nggak tahu deh aku mesti gimana kalau nggak ada kamu ...'
Pikiran terakhir Veryn itu membuat Zelo kembali merenung. Jika tanpa Veryn ... Zelo bahkan tak bisa memikirkan apa yang akan ia lakukan nanti. Saat ini, Zelo tak bisa memikirkan hal lain selain berada di samping gadis itu. Saat ini, Zelo mendapati dirinya sedang menjadi orang lain. Saat ini, ia sedang menjadi orang yang tidak bisa memikirkan masa depan tanpa Veryn di dalamnya.
Dan orang itu, ia pikir, adalah orang paling bodoh yang pernah ia kenal.
***
"Kamu ngapain nggak sekolah?" omel Veryn saat Zelo keluar dari kamar mandi.
"Berapa kali lagi sih kamu bakal ngulangin pertanyaan itu? Hobi baru?" balas Zelo cuek.
"Ish. Ini tuh tahun terakhirmu. Bisa-bisanya kamu bolos sekolah seenaknya gini." Veryn melotot galak.
Mengabaikan Veryn, Zelo berjalan ke sofa dan menyalakan laptopnya.
"Zelo, aku ngomong sama kamu!" Veryn mulai kesal.
"Jangan teriak-teriak, sih. Tenggorokanmu masih sakit, kan?" Zelo mengingatkan.
Veryn menatap anak itu dengan kesal. Kenapa dia selalu bersikap seenaknya? Apa dia tidak memikirkan masa depannya?
"Aku dan masa depanku baik-baik aja. Jangan ngerepotin dirimu buat mikirin itu juga. Bahkan meskipun kamu lagi kurang kerjaan banget," Zelo menjawab apa yang dipikirkan Veryn.
Veryn mendesis kesal. Memikirkan anak ini hanya membuatnya kesal. Sepanjang waktu.
"Hari ini ada ulangan dan aku nggak belajar semalam," Zelo akhirnya menyebutkan alasan.
"Kamu kan pintar," Veryn mendebat.
"Bukan berarti aku nggak butuh belajar," sahut Zelo santai.
KAMU SEDANG MEMBACA
I See You (End)
Mystery / ThrillerBagi Veryn, hidup tanpa teman, sendirian, adalah cara hidup yang aman, dan nyaman. Sebagai seorang penulis novel fiksi, Veryn bisa dibilang lebih menikmati kehidupannya yang nyaris tanpa sosialisasi. Tapi kenyamanannya itu harus berakhir ketika Zelo...