34 – What a Lie
"Ini ... di mana?" tanya Veryn begitu ia turun dari mobil dan berdiri di depan rumah berdinding kayu yang berada di atas bukit.
"Villa keluargaku," Zelo menjawab. "Kamu nggak mikirin satu tempat pun sepanjang jalan tadi, jadi aku bawa kamu ke sini aja. Ada kebun buah di belakang villa. Kamu bisa metik buah yang kamu pengen sambil jalan-jalan. Kamu bisa nyegerin pikiran dan nikmatin pemandangannya juga. Kamu juga nggak perlu ketemu banyak orang di sini. Ini kan, yang kamu butuhin?"
'Kalau aku nggak benar-benar kenal anak ini, aku pasti udah mikir kalau dia suka sama aku. Kayaknya nggak ada satu hal pun yang dia nggak tahu tentang aku.'
Veryn tersenyum lebar. "Kamu benar. Ini emang tempat yang aku pengen. Bahkan lebih baik lagi, karena ada kamu di sini," ucapnya riang.
Zelo masih menatap Veryn ketika gadis itu berbalik dan menatap sekelilingnya, menikmati hamparan pemandangan di hadapannya dengan kagum. Yah, setidaknya kini gadis itu tidak akan memikirkan ciuman itu lagi. Gadis itu mungkin tidak menyadari, bahwa pikirannya itu bisa membunuh Zelo.
***
"Makasih ya," ucap Veryn tiba-tiba dalam perjalanan pulang mereka.
Zelo melirik gadis itu. Sedikit terkejut ketika Veryn mengulurkan sebuah apel padanya.
"Berkat kamu, hari ini aku bisa senang-senang. Refreshing beneran. Aku bisa nenangin pikiran, bahkan nikmatin pemandangan yang indah. Makanya ... ini sebagai ucapan terima kasihku," ucap gadis itu lagi.
Zelo tersenyum menerima apel itu. "Ini bukannya tadi kamu ambil dari kebunku, ya?"
Veryn mendesis kesal. "Tapi, aku kan metik sendiri dan aku udah berbaik hati ngasihin ini ke kamu."
Zelo mengangguk setuju. Mengingat betapa rakusnya Veryn dengan makanan, Zelo mengakui kebaikan hati gadis itu kali ini.
"Kalau kamu pengen nenangin diri, kamu bisa pergi ke villa-mu. Enak banget, sih," gumam Veryn iri. "Apa aku juga minta sama Ayah buat beliin aku villa aja, ya? Jadi, ntar aku bisa tinggal di tempat kayak gitu dan nggak perlu ketemu banyak orang," cerocosnya antusias.
Zelo tersenyum geli. "Bukannya kamu sendiri yang bilang, kamu mau ngehadapin ketakutanmu? Tapi, kenapa kamu malah ngerencanain buat melarikan diri dan sembunyi di gunung?"
Veryn melirik Zelo kesal. "Bukan sembunyi ataupun melarikan diri. Aku cuma nyaman aja sendirian. Bukan berarti aku nggak bakal keluar rumah dan cuma ngurung diri. Aku bahkan udah ngerencanain buat liburan bareng sama Liana sama Nania. Aku juga nggak bakal ngehindar lagi dari acara reuni sekolah. Aku juga bakal ngikutin talkshow buat novel-novelku. Aku juga udah ngerencanain itu. Masalahnya tuh, tinggal di tempat kayak di villa-mu itu benar-benar bikin aku tenang. Dengan pemandangan yang indah, udara yang segar ... kayaknya aku nggak bakal stres meskipun aku kehabisan ide," urainya.
"Kamu juga bakal bosan sendiri ntar," Zelo berkata.
Veryn menggeleng. "Kayaknya aku nggak bakal bosan deh, kalau pemandangannya sebagus itu," ucapnya yakin. "Lagian, kalau kamu tinggal sama aku, yakin deh aku nggak bakal bosan. Kamu bisa beresin rumah, masak, main piano, nyetir mobil ... oh, taekwondo juga. Kamu bisa semua itu, kan? Kamu juga bisa baca pikiranku. All I need is you."
Zelo memutar mata. "Apa kamu pikir aku ini boneka mainanmu biar kamu nggak bosan, gitu? Kamu bahkan nyuruh aku ngelakuin hal-hal kayak gitu," geramnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I See You (End)
Mystery / ThrillerBagi Veryn, hidup tanpa teman, sendirian, adalah cara hidup yang aman, dan nyaman. Sebagai seorang penulis novel fiksi, Veryn bisa dibilang lebih menikmati kehidupannya yang nyaris tanpa sosialisasi. Tapi kenyamanannya itu harus berakhir ketika Zelo...