16 – Dari Pikiran yang Mengerikan
"Sarapan dulu sebelum berangkat," Veryn mengingatkan saat Zelo keluar dari kamar mandi.
"Seenggaknya, cuci muka dulu lah sebelum makan," balas Zelo dengan nada meledeknya seperti biasa.
"Kamu nggak pa-pa kalau kita makai kamar mandinya bareng-bareng?" sahut Veryn enteng.
Zelo menatap Veryn dengan ngeri sebelum bergegas ke kamarnya. Veryn sempat mendengar Zelo menyebutkan sesuatu seperti 'aneh' dan 'horor. Sementara Zelo bersiap di kamarnya, Veryn masuk ke kamar mandi. Bahkan meski biasanya ia tidak merasa perlu cuci muka sebelum makan, kali ini ia merasa harus menjaga harga dirinya di depan anak kurang ajar itu.
Saat Veryn keluar dari kamar mandi, Zelo sudah duduk di meja makan. Tapi, bahkan sebelum Veryn duduk, Zelo kembali berkomentar, "Kamu beneran nggak ngerasa perlu mandi, ya?"
Veryn mendesis ke arahnya. "Kepagian nih, airnya dingin."
Zelo mendengus meledek.
"Jangan mulai kurang ajar lagi deh, ke aku," omel Veryn. "Aku udah repot-repot bangun pagi dan nyiapin sarapan buat kamu, nih. Meski cuma roti panggang, sih." Ia berdehem.
"Aku nggak yakin kamu bisa hidup kalau nggak ada mesin-mesin itu," cibir Zelo seraya melirik toaster di samping rak piring.
Veryn berdehem. "Jangan khawatir, itu nggak bakal terjadi," balasnya. "Karena aku pintar, aku pasti bakal bertahan hidup dalam situasi apa pun." Betapa pun mengerikannya hidupku.
***
Suara dalam kepala Veryn itu membuat Zelo mencelos.
"Kamu ... hari ini jangan keluar rumah," Zelo berbicara.
Veryn menatap Zelo dari gelasnya. "Emangnya kenapa?"
"Ini hari Senin," desah Zelo.
"Hari Senin?" Veryn mengerutkan kening. "Ah ... pembunuh itu biasanya beraksi hari ini, kan? Hari Senin."
Zelo mengangguk. "Makanya, kamu ..."
"Hei, kamu lupa, ya, aku tuh bukan anak kecil. Aku bisa jaga diriku sendiri, kok," angkuh Veryn. "Lagian, pembunuh itu nggak mungkin tahu tentang aku."
Zelo harus menahan diri untuk tidak memutar mata. Veryn memang selalu punya cara sendiri untuk membuat orang lain frustrasi.
"Aku juga tahu apa yang harus aku lakuin kalau, dan itu pun kalau, orang itu beneran muncul di depanku. Aku bisa ngelawan, teriak, nelpon Liana ..."
"Tolong deh," Zelo memotong, "bisa nggak, kamu janji aja buat nggak keluar rumah hari ini? Lagian, kamu bukannya nggak suka ya, tiap harus keluar rumah?"
"Ah ..." gumam Veryn pelan seraya mengangguk-angguk. "Iya juga, sih. Aku malas keluar."
Zelo bisa sedikit bernapas lega mendengarnya. Tapi, ia baru saja menikmati dua gigit roti panggangnya saat Veryn kembali membuat masalah saat menanyakan nomor Rangga.
"Kamu tuh ... apa nggak seharusnya kamu ngabarin dia kalau itu nomermu?" sebut Veryn.
Zelo menurunkan roti panggangnya dan menatap Veryn sebal. "Aku lagi nggak ada pulsa," ia beralasan.
"Ntar aku beliin, deh," sambar Veryn. "Jadi seenggaknya ... kabarin kek ke dia kalau itu nomermu."
Zelo ingin sekali menolak permintaan itu mentah-mentah jika saja dia tidak mendengar pikiran Veryn kemudian.
KAMU SEDANG MEMBACA
I See You (End)
Mystery / ThrillerBagi Veryn, hidup tanpa teman, sendirian, adalah cara hidup yang aman, dan nyaman. Sebagai seorang penulis novel fiksi, Veryn bisa dibilang lebih menikmati kehidupannya yang nyaris tanpa sosialisasi. Tapi kenyamanannya itu harus berakhir ketika Zelo...