40 – I Love You
Kosong. Hampa. Mati.
Itulah yang dirasakan Zelo saat ia membuka matanya lagi dan tidak menemukan Veryn di sampingnya. Selama beberapa saat, ia menatap langit-langit rumah sakit, menyesal karena ia membuka mata. Ini seperti mimpi buruk. Tapi lebih buruk lagi, ini bukan sekadar mimpi buruk. Ini adalah kenyataan yang harus ia hadapi.
Seperti dugaannya, gadis itu benar-benar pergi setelah tahu perasaan Zelo padanya. Dia bahkan tidak mau repot-repot menunggu Zelo bangun. Dia bahkan tidak mau repot-repot berkata agar Zelo pergi dari hidupnya. Dia sudah lebih dulu pergi bahkan sebelum Zelo membuka matanya.
Zelo mendengus kasar seraya beranjak bangun, mengernyit merasakan sengatan rasa sakit di perut dan punggungnya. Tapi, ia sudah terbiasa dengan semua rasa sakit ini. Hanya saja, kehampaan di dadanya saat ini, ini benar-benar pertama kalinya ia merasa seperti ini. Ia bahkan tidak berani berpikir tentang hari esok lagi.
Merasa marah pada pikiran menyedihkannya, Zelo melepaskan selang infus dari tangannya, menekan bekas jarum infus di tangannya dan beranjak turun dari tempat tidurnya. Ia benci di sini. Setidaknya ia harus melakukan sesuatu agar bisa berhenti memikirkan tentang gadis itu. Itu adalah satu-satunya cara hidup yang bisa ia miliki kini.
Zelo menatap sekeliling ruangan. Begitu kosong. Sama seperti hidupnya kini. Lalu, tatapannya berhenti pada vas bunga di tepi jendela. Dengan kening berkerut, Zelo menghampiri vas bunga itu. Ia tersenyum kecil melihat bunga-bunga itu. Bunga-bunga itu bukan bunga yang seharusnya ada di tempat ini. Ini bunga liar yang cantik.
Menatap bunga itu, Zelo tak dapat mengelakkan pikirannya akan seseorang. Sama seperti bunga liar ini, gadis itu juga tampak cantik di mana pun dia berada. Betapa pun kerasnya hidup, dia bisa bertahan. Dia mungkin tersisihkan, terinjak, diabaikan, tapi dia bertahan. Tapi, meski dia tampak begitu kuat, dia tetaplah bunga yang bisa layu.
Sama seperti gadis itu. Gadis yang tanpanya, hidup Zelo terasa begini kosong dan hampa. Gadis yang tanpanya, Zelo tak bisa memikirkan hari esok. Gadis yang ...
Pikiran Zelo terhenti, degup jantungnya pun seolah berhenti. Pun dengan napasnya. Suara yang terdengar dalam kepalanya ini ... ia ingin mendengarnya dengan jelas. Apakah ia mulai berhalusinasi karena merindukan gadis itu, suaranya, wajahnya ...?
Zelo berbalik saat melihat pemilik suara dalam kepalanya itu membuka sebuah pintu kamar. Dan di sanalah, Zelo melihat pemilik suara itu berdiri di depan pintu, dengan tangan penuh bunga-bunga liar yang entah didapatnya dari mana, sementara matanya melebar terkejut ke arah Zelo.
"Kamu ngapain, ya ampun?!" jerit gadis itu panik seraya berlari menghampiri Zelo. "Ya ampun, kamu tuh sebenarnya ngapain, sih?" erang gadis itu seraya menatap tangan Zelo yang sudah terbebas dari selang infus. "Luka-lukamu ..."
"Kamu ... ngapain kamu di sini?" Zelo menyela. "Kamu ... kok bisa ada di sini?" Ia merasa lega, hanya sedikit, saat melihat gadis itu tadi. Tapi, ia tidak berani berharap. Ia tidak akan sanggup merasakan apa yang ia rasakan saat ia membuka matanya tadi untuk kedua kalinya. Itu membunuhnya. Dan ia tidak mau terbunuh dua kali.
Veryn menatap Zelo selama beberapa saat, lalu menghela napas berat. "Balik ke tempat tidurmu dan aku bakal kasih tahu semuanya," ucapnya seraya menarik Zelo menjauh dari jendela. Setelah memastikan Zelo kembali di atas tempat tidurnya, Veryn mengganti bunga liar di vas tadi dengan bunga liar yang baru dibawanya.
Zelo menatap wajah Veryn lekat, sebelum wajah itu berganti wajahnya, dan ia bisa melihat air mata terus mengalir tanpa henti dari matanya, atau lebih tepatnya, mata Veryn. Apa yang membuat gadis itu menangis seperti ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
I See You (End)
Mystery / ThrillerBagi Veryn, hidup tanpa teman, sendirian, adalah cara hidup yang aman, dan nyaman. Sebagai seorang penulis novel fiksi, Veryn bisa dibilang lebih menikmati kehidupannya yang nyaris tanpa sosialisasi. Tapi kenyamanannya itu harus berakhir ketika Zelo...