39 - Three Words to Say

1.3K 167 30
                                    

39 – Three Words to Say

"Zelo, awas!" Zane berseru seraya berlari ke arah Veryn, dan Zelo mendengar pikiran pembunuh itu lewat Zane.

Zelo melompat ke arah Veryn tepat ketika pembunuh itu melompati sofa dan mengarahkan pisaunya yang pertama tadi ke arah jantung Veryn. Zelo menahan rasa sakit saat lagi-lagi benda tajam itu menusuk tubuhnya, kali ini punggungnya. Ia mendesis menahan sakit saat pembunuh itu menarik pisaunya, hendak menyerangnya lagi. Zelo sempat melihat tatapan ngeri Veryn sebelum ia melepaskan gadis itu dan berbalik untuk menghajar pembunuh itu, mematahkan tangannya sekaligus menjatuhkan senjatanya.

Dua kali. Di depan Zelo, dia nyaris membunuh Veryn dua kali malam ini. Zelo mendaratkan tinju keras tepat di wajah pembunuh itu, membuatnya terjengkang. Saat Zelo membungkuk, pembunuh itu menendang perut kanannya yang terluka. Zelo mendesis menahan rasa sakit seraya mengambil jarak.

Seluruh tubuhnya terasa sangat sakit kini. Ia bisa merasakan tenaganya terkuras habis. Tampaknya ia kehabisan cukup banyak darah dari luka di perutnya. Saat pembunuh itu sudah berdiri kembali dan menyerangnya, Zelo nyaris tak punya cukup tenaga untuk menahan pukulannya.

"Kamu pikir siapa yang mau kamu bunuh ini, Bajingan?!" Suara marah Zane memenuhi telinga Zelo sebelum ia melihat pembunuh itu terlempar darinya hanya dengan satu tarikan kuat Zane. Sedikit cahaya dari lampu dapur yang sepertinya baru dinyalakan Zane membuat Zelo bisa melihat kakaknya sudah ada di depannya, sibuk menghajar pembunuh itu. Ia mengernyit ketika Zane mendaratkan tinju keras, dan telak, di perut pembunuh itu

"Tenang aja, ini cuma bakal bikin dia kesakitan," Zane menjawab kekhawatirkan Zelo. Sepertinya inilah alasan Zane menyalakan lampunya. "Seenggaknya dia harus ngerasain apa yang kamu rasain," lanjutnya dengan suara marah sebelum mendaratkan tinju lain dan melempar lawannya ke tembok dengan tendangan keras.

Suara erangan kesakitan di seberang menunjukkan bahwa pembunuh itu benar-benar kesakitan. Zane menghampiri pembunuh itu, melakukan sesuatu pada kakinya dan beralasan itu untuk membuatnya tetap di tempat dan tidak melarikan diri. Dia bahkan tidak berbaik hati untuk membuat pembunuh itu pingsan.

"Dia juga harus ngerasain itu," desis Zane ketika menghampiri Zelo.

Zelo mendengus geli. Ia berpegangan pada sofa saat kakinya terasa begitu lemas. Sial, ia akan pingsan.

"Zelo." Suara cemas di sebelahnya itu membuat Zelo menoleh.

Veryn tampak terpukul. Zelo ingin memeluk gadis itu, tapi khawatir tubuhnya akan jatuh menimpa gadis itu.

"Aku panggil yang lain sama petugas medis di luar, jadi kamu harus tetap sadar sampai aku balik," tegas Zane sebelum berlari ke pintu depan.

Zelo yang tidak sanggup berpegangan lebih lama lagi, akhirnya jatuh di samping sofa, membuat Veryn memekik kaget.

"Kamu kenapa? Kamu baik-baik aja, kan?" panik Veryn. "Nggak, kamu nggak baik-baik saja. Ya ampun, kamu berdarah banyak banget," gadis itu menjawab pertanyaannya sendiri dan terus berbicara. Zelo tahu dia sangat cemas dan dia berusaha untuk menenangkan dirinya sendiri dengan berbicara begitu banyak.

"Perutmu ... ini harus ditutup lukanya ..." Suara Veryn bergetar saat ia melepas jaket Zelo dan menekannya ke perut Zelo. "Sial, ini di mana lukanya? Aku nggak bisa lihat dengan jelas." Veryn semakin panik, suaranya bergetar.

Zelo tersenyum kecil saat menarik tangan Veryn, memindahkannya ke sisi kanan perutnya. Toh, iia sudah kehilagan banyak darah.

"Kamu ... gimana bisa kamu terluka kayak gini? Punggungmu juga ... ya ampun ..." Veryn tampak ingin menangis.

I See You (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang