33 - Lost in Your Eyes

1K 146 24
                                    

33 – Lost in Your Eyes

"Kalau kamu udah selesai, kita bisa pergi jalan-jalan, kan?" ucap Veryn riang seraya berbalik.

Zelo benar-benar kehabisan kata-kata karena gadis ini. Dengan satu tarikan di lengannya, Zelo membuat Veryn menjerit kaget sebelum gadis itu mendarat di kursi di depan piano.

"Kamu mau ngapain sih?" kesal Veryn.

"Kamu pengen aku mainin lagu apa?" tantang Zelo.

Veryn bahkan masih sempat menatap Zelo ragu, sebelum dia mengeluarkan ponselnya dan mulai mencari. "Lagu ini," ucap gadis itu, lalu dia memainkan lagu yang dimaksud.

Zelo mengerutkan kening. Lagu ini ... "Summer?" sebutnya.

Veryn terkesiap. "Kamu juga tahu? Ini ... iya, Summer ... Joe Hisaishi ..."

Zelo merebut ponsel Veryn dan mematikan musiknya, lalu mengembalikan ponsel itu ke tangan pemiliknya.

Zelo mengambil napas dalam, perlahan meletakkan jari-jarinya di atas tuts. Ia menoleh dan menatap Veryn saat memulai permainan pianonya. Keterkejutan di wajah Veryn cukup memuaskannya.

"Nggak mungkin ..." Zelo mendengar gadis itu bergumam tak percaya.

Zelo tak dapat menahan senyum selama memainkan melodi-melodi itu. Apa gadis itu pikir, tidak ada satu pun hal bagus tentang Zelo?

"Wow ..." gumam Veryn kagum begitu Zelo menyelesaikan permainan pianonya dua menit kemudian. 'Anak ini benar-benar bisa ...'

"Apa sekarang kamu mulai jatuh cinta ke aku karena permainan pianoku?" goda Zelo.

Ekspresi kagum Veryn lenyap seketika saat dia balas menatap Zelo. "Apa aku udah gila?" sengitnya.

Zelo mencelos. Jatuh cinta pada Zelo, separah itukah bagi Veryn?

"Tapi, aku benar-benar nggak nyangka kalau kamu bisa ... wah ... kamu bahkan mainin pianonya dengan sempurna," puji Veryn tulus.

"Sekarang, apa kamu juga bakal nguji aku buat piala yang aku bawa pas aku makai seragam taekwondo itu?" cibir Zelo.

Veryn menggeleng. "Nggak perlu. Aku kan udah lihat sendiri pas kamu ngelawan pelaku penyerangan di pesta pernikahan Anin itu."

Zelo sedikit terkejut karena jawaban Veryn itu. "Oh," balasnya pendek.

"Berapa umurmu pas foto itu diambil?" tanya Veryn.

"Tujuh tahun," beritahu Zelo. "Waktu itu, hidupku masih baik-baik aja. Hidupku masih senormal anak-anak lainnya. Bahkan, itu adalah saat-saat paling membahagiakan yang aku punya, yang aku ingat. Aku punya ayah sama ibu yang sayang sama aku, juga kakak yang selalu nemenin aku. Pas itu, aku bahkan nggak bisa minta kebahagiaan yang lebih dari itu. Punya keluarga yang sayang sama aku, aku nggak mengharapkan apa pun lagi.

"Tapi kayaknya, itu aja nggak cukup. Bahkan meskipun aku udah nggak pengen apa pun lagi, semua kebahagiaan itu nggak bisa aku miliki sampai akhir. Setiap kali aku mikirin kecelakaan itu, aku selalu berpikir, seandainya waktu itu aku yang meninggal, apa orang tuaku tetap hidup sampai sekarang?"

"Zelo ..." Veryn menatap Zelo simpati.

"Hari itu, orang tuaku balik dari luar kota karena aku sakit. Demam tinggi. Karena khawatir, Ayah nunda beberapa acaranya di luar kota buat ngelihat keadaanku. Tapi, dalam perjalanan pulang mereka, mereka nggak pernah sampai di rumah. Dan kamu tahu apa yang lebih menyakitkan lagi?

"Kakakku nggak bisa nemuin orang tuaku buat terakhir kalinya, tapi dia bisa lihat pikiran mereka. Di saat-saat terakhir orang tuaku, mereka masih sempat ngawatirin aku sama kakakku, berharap hidup kami baik-baik aja meski tanpa mereka. Dan juga ... betapa bangganya, betapa bahagianya mereka, karena punya aku sama kakakku.

I See You (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang