Terror

124 15 0
                                    

Malam ini, keluarga Mr. Calisto menginap di rumah kecil yang berada di hutan. Tak ada latihan untuk Daisy di esok harinya, maka Mr. Calisto memutuskan untuk membawa keluarganya pergi ke rumah kecil untuk sekedar meliburkan diri.

"Ayah," panggil Daisy

Mr. Calisto menoleh ke arah Daisy. "Duduk, nak."

Daisy mengangguk dan duduk di samping Ayahnya.

"Matahari akan berganti bulan, sore akan berganti malam, dan malam akan memunculkan bintang juga cahaya bulan yang indah," ucap Daisy

"Aku senang bisa melihat bintang di langit. Seperti di bumi, menatap kerlip itu dari balkon rumah." Daisy menghela napas.

"Aku merindukan Bunda, Ayah dan adik-adikku disana. Aku berfikir apakah akan kembali dan menemui mereka. Sementara, perjuangan belum ku mulai."

Mata Daisy berkaca-kaca. Sesak di dada karena merindukan seseorang yang pernah mengasuhnya dari bayi hingga dewasa. Sulit rasanya berpisah, rindu pun tak tersapaikan.

"Ssh, maafkan Ayah, takdir memaksamu berjauhan dengan orang yang kamu sayangi." Ayah mendengapkannya dalam pelukan hangat

Ia menangis kencang, mengeluarkan rasa rindu yang menggebu dari hati. Karena tangisnya yang memilukan, Ibu yang berada didalam pun keluar.

"Jika kau selesai dalam misi ini, Ibu berjanji akan membawamu ke bumi dan menemui keluargamu di sana," lirih Ibu.

Ia melepas pelukannya dari Ayah dan memeluk Ibu nya erat. Rasa rindu berkurang dan sesak di dada menjadi keinginan kuat agar ia cepat menyelesaikan semuanya dan pergi menemui keluarganya.

"Maaf jika aku membuat kalian susah." Daisy menunduk, air matanya berjatuhan.

"Kami yang seharusnya meminta maaf," ucap Ibu. "Maafkan kami, nak."

Mereka bertiga berpelukan. "Maafkan Ayah, takdir mu jadi seperti ini. Menjadi sang terpilih, membawa mu dalam dunia yang tak kau kenali."

Di dalam kamar Daisy, di kediaman Mr. Calisto. Buku milik sang terpilih terbuka dengan sendiri, di satu halaman tertulis sesuatu untuk sang terpilih. Yang akan membawa Sang terpilih melewati perjalanan dengan berbagai rintangan bersama orang terpilih sebagai pendamping.

Keesokan paginya, keluarga Mr.Calisto bersantai di bawah hangatnya sinar matahari. Memandang indahnya alam yang nampak di depan mata.

"Hei! Kemarilah!" teriak Ayah.

Ada seekor burung kecil yang hinggap di antara bebatuan dan Ayah memanggilnya dengan santai seolah itu adalah manusia.

"Ayah! Apa sangat mudah melakukan hal semacam itu?"

Ayah hanya mengangguk. "Nanti, kalau sudah kau bangkitkan kekuatannmu, hewan pun tak sulit untuk kau panggil, hm."

Matanya berbinar, lalu mengangguk dengan antusias. Tiba-tiba ada sulur yang membawa sebuh keranjang berisi buah. Sama hal nya di bumi, buah yang berada di keranjang itu ada apel, anggur dan pisang.

"Makanlah, Ibu memetiknya di sekitar sini," ucap Ibu

Ketika air yang di kandung dalam buah itu mengalir dalam tenggorokannya, ia bisa merasakan buah yang di makannya manis dan segar. Bahkan, di makan berapa kalipun tak akan kenyang.

"Dari pada memakan buah itu lebih kau mencoba ini." Ibu mengambil sesuatu dalam keranjang lain yang di bawa.

Ada sebuah jamur di sana. Jamur nya terlihat lucu, dengan ukuran kecil yang mungil. Terlihat enak untuk di makan.

"Apa jamur ini tak beracun, Bu?" tanya Daisy

Ibunya terkekeh. "Mana mungkin aku memberikan racun pada putriku sendiri? Bisa di penggal kepala ku oleh Ayahmu."

Ibu dan Daisy melirik ke arah Ayah yang menatap mereka berdua datar. Dengan kesal Ayah mengambil buah apel dan memakannya

"Kalian menyebalkan! Jika sudah berdua, Ayah selalu di lupakan!" komentar Ayah.

Keduanya terkekeh.

"Oh! Tuan Calisto yang terhormat sedang merajuk, hah!" goda Ibu

Terlihat muka Ayah merah padam sampai ke telinga.

"Wah! Ayah bisa blushing seperti perempuan!" pekik Daisy

Semakin merah padam muka sekaligus telinga Ayah.

"Hahaha."

"Sudah! Kalian memang menyebalkan!" rajuk Ayah dan beranjak memasuki rumah kecil

Daisy menatap Ayahnya dengan muka yang sulit di artikan dan menatap beralih menatap Ibunya

"Ibu," lirih Daisy

Ibunya mengelus pelan rambut hitam legam miliknya dan berkata, "Sudah, Ayahmu tak akan dendam hanya karena hal semacam ini. Ibu minta maaf karena Ayah jadi merajuk."

Daisy mengangguk.

"Sebentar ya, Ibu akan minta maaf pada Ayah mu dulu," kata Ibu dan masuk ke rumah kecil

Sekarang tinggal ia sendiri. Menatap langit yang luas, memandang alam dengan keindahannya, tak ingin ia beranjak dari walau hanya sejenak.

"Huft ... aku lelah," ucap Daisy dan membaringkan tubuhnya sejenak.

"Aku benci ini semua."

*******

Sore, ketika sampai di rumah, ia langsung menuju lantai 2. Saat membuka kamarnya dan melihat isinya alangkah terkejutnya ia melihat kamarnya seperti di datangi angin topan.

"Ibu! Ayah!" teriak Daisy

Kedua orangtuanya terburu-buru ke atas mendengar suara Daisy. Dan mereka terkejut dengan kamar milik anak mereka.

"Astaga! Apa ini?!"

Daisy hanya menggeleng. Lalu, ia mendapati sebuah surat dengan tulisan yang memakai tinta yang tak biasa. Tinta itu adalah darah. Yang mengiriminya surat menggunakan darahnya sendiri untuk menulis di kertas putih itu.

Jangan melawanku, Jika kau ingin selamat
Ia milikku, tak akan ku biarkan kau mengambilnya

P

"Ini ...."

"Apa kau sering mendapat hal semacam ini, nak?" sela Ibu.

Ia hanya mengangguk. Teror yang di dapatinya tak pernah separah ini. Bahkan, ini bisa di bilang sangat parah, karena tinta itu memakai darah yang mengiriminya teror. Di tambah lagi ada sebuah ancaman di dalamnya tentang keselamatan Daisy.

"Akan ku bicarakan hal dengan raja dan ratu besok," ucap Ayah.

"Ayo, nak kau tidur bersama kami." Ia mengangguk dan di papah oleh kedua orangtuanya.

****

Hai, teman-teman, para readers dan kawan-kawan.

Jadi, bagaimana dengan cerita aku?
Tulis, yuk! Komen kamu di kolam komentar 😊

Aku sangat butuh komentar kalian, loh.

*Jangan lupa untuk vote and komen cerita aku, ya.

Biar rajin publish nya 😆

Terimakasih sudah meluangkan waktu membaca cerita aku 💜

Jangan lupa next ➡
semoga ketagihan 😄

Sekian dari aku.

Terimakasih.

Happy reading 📖

Tbc.

Elected Girl And Prince [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang