Altair menatap bulan yang bersinar terang malam itu. Karena haus ia mengambil air di dapur, saat kembali ke kamar tak sengaja ia melihat secarik kertas.
"Seingatku tak ada kertas di sini," gumam Altair
Karena penasaran ia membuka kertas itu dan membaca sederet kalimat yang tertulis di sana.
Untukmu Altair
Di awal pertemuanku denganmu, memang aku tak memilik perasaan apapun. Tapi, seiring berjalannya waktu aku pun sadar. Kamu memiliki daya tarik yang membuat jantungku berdetak lebih cepat. Dengan lantang kau mengatakan untuk membuatku percaya akan pertemanan. Ketika takdir terasa begitu keras padaku, tanpa diminta kamu datang dan menopangku. Selalu menanyakan apakah aku sudah percaya atau belum dengan pertemanan. Berkatmu aku percaya. Disepanjang perjalanan membangkitkan kekuatanku, banyak orang baik yang kutemui. Mereka menggantungkan nasib padaku, diawal pun rasanya ingin menyerah saja. Tapi, ketika melihat mereka yang memberiku semangat, menyambutku seolah aku ini adalah keluarga mereka, tatapan penuh harap dari seluruh rakyat dan terakhir saat penyerangan rongue yang membuatku ingin segera menghapus kejahatan. Semangat dalam diriku membara, waktu penyihir datang lalu menyatakan perang perasaan takut mulai menguasaiku. Malam sebelum perang, kubuat ini dengan perasaan yang kacau. Entah kenapa aku merasa akan sangat jauh dengan kalian, maka sebelum itu kutulis semua yang ingin kukatakan di sini.
Altair bergetar saat membaca surat itu, matanya memerah menahan tangis.
"Kenapa kau tak bercerita saja, Daisy," lirih Altair.
Dan yang ingin kukatakan padamu adalah terimakasih. Dengan baik hati kau membuatku percaya dengan pertemanan, menopangku saat duniaku seakan runtuh, ketika ketakutan menguasaiku. Kau selalu ada untukku Altair. Disetiap perjalanan yang kulalui tak pernah sedikit pun aku tak menatapmu. Aku tersenyum saat kau merajuk dengan Marcille, ketika kau melawan perampok yang ada di kerajaanmu tanpa kau tau aku menatapmu dengan kagum. Pada akhirnya aku mencintaimu. Sekali lagi, ku ucapkan terimakasih padamu dan semua orang yang membantuku. Semoga kau bahagia dengan gadis lain ketika aku pergi.
Aku mencintaimu, Altair.
Tertanda Amarante Daisy Alfira.
Altair menangis sejadi-jadinya. Ia sangat bodoh tak menyadari perasaan Daisy dan terlambat mengatakan jika ia juga menyukai gadis itu.
"Bodoh! Kau bodoh Altair!"
Hatinya hancur, jika waktu dapat diputar maka ia ingin mengatakan lebih awal pada Daisy bahwa ia juga mencintai gadis itu.
Suara ketukan pintu membuat ia sadar ada yang datang. Pintu terbuka, ternyata yang datang adalah teman-temannya.
"Kalian---"
"Altair!"
Seorang gadis tengah duduk dan menatap langit malam. Pikirannya melayang pada pria yang dikenalnya beberapa waktu lalu.
Saat asik dengan lamunanya, suara teriakan mengejutkannya. Segera ia buka jendela kamar, terlihat banyak sekali orang yang datang ke rumah tetangganya.
"Mereka."
Gadis itu terdiam tapi pandangannya tak terlepas dari orang yang berkunjung kerumah di sampingnya.
Ia memutuskan untuk menutup jendela dan berbaring di kasur. Tapi suara tangisan yang sangat jelas dari rumah Altair membuat ia terjaga.
Beberapa menit berlalu tapi suara tangisan yang memilukan tak berhenti juga.
"Tak bisakah mereka berhenti menangis."
Suara kicauan burung membangunkan ia dari tidurnya. Matahari sudah menjulang tinggi di langit, jendela kamar ia buka untuk menghirup udara yang masih terasa segar.
"Pagi, Amarante!"
Ia membuka matanya dan melihat Altair beserta teman-temannya.
"Pagi, Altair."
"Kemarilah dan duduk bersama untuk menikmati segelas teh," pinta Altair.
Ia mengangguk lalu bergegas keluar rumah. Sesampainya di rumah Altair ia melihat banyak pasang mata yang memperhatikannya.
"Kalian jangan menatap Amarante seperti itu!" seru Altair
Gadis bersurai abu-abu mengulurkan tangan.
"Aku Airin."
Ia membalas uluran tangan Airin
"Amarante."
Mereka duduk bersama sekaligus menikmati pie susu buatan Inara beserta segelas teh.
"Tadi malam aku mendengar suara tangis di rumah Altair. Ada apa ya?"
"Maaf. Suara tangis kami membuat tidurmu terganggu," kata Inara
Ia menggeleng
"Tidak, hanya saja suara tangis kalian sangat memilukan. Sebenarnya apa yang terjadi?"
Mereka semua terlihat menghela napas.
"Teman kami pergi untuk selamanya setelah perang," kata Alardo
Gadis itu menatap bingung ke arah Alardo
"Dia mati?"
Mereka mengangguk
"Maaf aku membuat kalian teringat akan kejadian itu," ujar gadis itu
Tepukan di pundak membuat ia menoleh ke arah seorang gadis bernama Marcille
"Kau mirip teman kami."
"Aku?"
Mereka mengangguk
"Namamu juga sama dengan teman kami," tambah Arkatama
Gadis itu tersenyum penuh arti
"Nama teman kalian siapa? Dan bagaimana ciri-ciri nya?"
"Rambutnya hitam legam, iris mata yang berwarna hitam. Ia gadis yang tak percaya akan pertemanan, tapi ia sangat baik," jelas Altair
Gadis itu semakin tersenyum penuh arti tanpa di sadari oleh teman-teman Altair.
"Lalu apa yang membuat kalian menangis tadi malam?"
"Surat darinya yang membuat kami menangis. Ia telah pergi tapi surat itu tiba-tiba saja datang."
Darien menatap amarante datar.
"Kau memiliki rambut coklat dan iris serupa. Terlihat mirip dengan Daisy," ujar Darien.
"Benarkah?"
Mereka semua mengangguk
"Ku harap gadis bernama Daisy masih hidup," kata Amarante.
***
Hai, teman-teman, para readers dan kawan-kawan.
Jadi, bagaimana dengan cerita aku?
Tulis, yuk! Komen kamu di kolam komentar 😊Aku sangat butuh komentar kalian, loh.
Dan siapakah Amarante itu? Next yuk! kalau ingin tahu 😅
*Jangan lupa untuk vote and komen cerita aku, ya.
Biar rajin publish nya 😆
Terimakasih sudah meluangkan waktu membaca cerita aku 💜
Jangan lupa next ➡
semoga ketagihan 😄Sekian dari aku.
Terimakasih.
Happy reading 📖
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Elected Girl And Prince [COMPLETE]
FantasyBerkeliling dunia. Itu adalah impian semua orang, keinginan bagi para travelling. Dan menjelajahi berbagai tempat di negara lain. Tapi, bagaimana jika berkeliling dunia menemui tempat yang seharusnya hanya ada pada zaman dahulu dan sebuah mitos yang...