Prologue

265 31 0
                                    

Pagi hari, bangun, mandi, lalu melakukan aktivitas membosankan seperti biasa. Sejenak aku menghirup udara di balkon kosan sembari menghisap rokok dan berpikir, apa yang akan aku lakukan hari ini. Baru kemarin, aku dipecat dari tempatku bekerja. Entah apa alasannya memecatku, padahal kemarin aku mengerjakan pekerjaanku dengan baik.

Lalu aku berpikir sejenak. "Ah, apa aku harus memeriksa amplop kuning yang kuterima dari Pak Pos kemarin?" batinku. Aku pun mulai memeriksa isi amplop itu, yang berisi kartu debit dan selembar foto perempuan. Perempuan yang paras dan perawakannya familiar di mataku. Dibalik foto itu, tertulis nomor telepon sebelas digit. Apakah ini petunjuk untukku? Tanpa pikir panjang, aku segera menghubungi nomor tersebut.

"Ah, teleponnya nyambung," kataku. Kutunggu hingga dia mengangkat panggilanku.

"Selamat pagi. Saya sedang berbicara dengan... Aria Agnasina?" kata orang itu di telepon.

"T-tunggu... Dengan siapa aku bicara? Kenapa kau tahu namaku?" tanyaku.

"Masalah itu tidak penting. Sekarang coba lihat amplop kuning yang baru kau terima," katanya lagi. Aku langsung mengecek amplop yang polos itu.

"Kau mau aku apakan amplop ini?" tanyaku.

"Ambil koin, lalu gosokkan pada lembaran putih bagian dalam amplop tersebut," katanya. Tanpa berpikir panjang, aku pun mengikuti instruksi orang itu. Benar saja, ketika kugosok lembar itu dengan koin, muncul tulisan dengan warna abu2 yang tercetak jelas. Spontan aku membaca tulisan yang tertera di lembaran itu.

"Kosan... 95?" kataku.

"Benar. Disana kau akan temukan petunjuk mengenai perempuan yang ada di foto yang kau terima. Dia adalah perempuan yang berharga, mungkin kau sulit untuk mengingatnya sekarang," kata orang itu.

"Lalu, apa yang harus aku lakukan untuk dapat petunjuk itu?" kataku.

"Di bagian paling bawah, tertera sebuah tugas yang harus kau lakukan," tegasnya singkat.

"Lalu, setelah itu?" kataku.

"Kau hanya perlu melakukannya. Sisanya akan kau ketahui esok hari," katanya. Aku hanya dapat memegang kata-katanya untuk saat ini.

"Baik, kuterima tugas darimu," kataku. Dia pun menutup teleponnya. Aku lalu melihat tugas yang diberikan di amplop itu.

"Selamatkan mobil yang rusak di jalan protokol, 20 Juli jam sembilan? Aneh," batinku. Aku segera menyiapkan segala yang akan kubutuhkan untuk tugas ini, mengingat 20 Juli adalah hari ini.

"Okay, here we go!"

The Number ElevenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang