17. Pesta Ulang Tahun

11K 1.4K 56
                                    

Melodi menatap pantulan dirinya di cermin besar yang ada di hadapannya. Hari ini adalah hari ulang tahun Sha dan Ilo. Elina mengundangnya untuk hadir. Maka dari itu, sekarang Melodi berada di sebuah salon kecantikan. Tentu atas bantuan Arka karena Melodi tidak punya gaun dan juga tidak pandai berias.

"Cantik enggak?" tanya Melodi pada Arka.

Arka memperhatikan Melodi di hadapannya. Melodi menggunakan dress putih di atas lutut dengan bahunya yang bermodel sabrina. Memperlihatkan bahu putihnya yang terpampang jelas. "Jelek."

Raut wajah Melodi berubah masam. "Ih Odi cantik!"

Arka tertawa kecil. "Bercanda, cantik kok. Kayak Elsa"

"Enggak, Elsa jelek. Ganteng joker."

Melodi memutar tubuhnya ke kanan dan kiri. Arka memandangnya dalam diam. Bibirnya tersenyum kecil melihat tingkah Melodi yang tampak polos di matanya.

Penampilan Melodi kali ini sangat berbeda. Cantik, itu yang akan orang-orang katakan begitu melihat Melodi. Terlebih orang lain tidak tahu bahwa gadis ini sebenarnya adalah pasien rumah sakit jiwa. Melodi benar-benar terlihat seperti orang biasa.

Arka memandang lekat bekas luka di kedua pergelangan kaki Melodi begitu matanya tak sengaja melihat. Ia sempat terkejut sebelum akhirnya segera berjongkok. Memeriksa kondisi kaki Melodi. "Ini kenapa kaki lo?"

Melodi menunduk, tidak menjawab.

"Gue tanya kenapa? Lo lukain diri lagi?" tebak Arka.

"Bukan apa-apa. Cuma bekas," jawab Melodi cuek. Seolah menyatakan itu bukan hal yang penting baginya.

Kalau dilihat-lihat itu memang hanya bekas. Bukan luka baru seperti yang ada di tangan Melodi. Namun sejak kapan bekas luka itu ada?

"Lo yakin? Itu bekas luka yang lo buat sendiri

Melodi menggeleng. "Bukan."

"Terus kenapa lo bisa dapet luka itu? Sejak kapan?"

"Kepo banget, sih! Lagian cuma bekas, enggak perlu lo ungkit," kesal Melodi.

***

Arka menggenggam erat tangan Melodi. Membawanya ke dalam rumah sepupunya yang terlihat sudah banyak tamu. Hari ini Arka menggunakan setelan jas casual berwarna navy dengan kaus putih bergaris hitam sebagai dalamannya. Ia juga menggunakan sepatu putih agar penampilannya terlihat lebih santai atau semi formal.

Arka membawa Melodi pada Elina dan Wira.

Mereka sedang mengobrol dengan orang tua sepupunya yang mana adalah adik dari ayahnya.

"Bun, Yah," sapa Arka pada orang tuanya. Kemudian beralih pada paman serta bibinya.

Mereka menoleh bersamaan. Elina membelalakan mata begitu melihat Melodi yang terlihat sangat cantik malam ini.

"Bunda." Melodi menghambur ke dalam pelukan Elina. "Melodi kangen Bunda Elin."

"Kemarin baru ketemu sekarang udah kangen aja." Elina mengurai pelukannya kemudian menatap lekat Melodi. "Kamu cantik banget, Sayang."

Melodi tersenyum malu-malu. "Bunda juga."

"Ekhm. Kok, kamu jadi jarang peluk Papa, sih?" sela Wira melirik Melodi dan Elina.

Melodi terkekeh. Ia beralih menghampiri Wira kemudian memeluknya. "Padahal sering," bisik Melodi.

"Ini siapa, Mbak?" tanya Hari—adik ipar Elina.

"Melodi, yang kuceritakan tadi," jawab Elina.

"Oh jadi ini yang namanya Melodi itu." Hari tersenyum melihat kedekatan mereka. "Kamu temenan sama Arka tapi udah sedeket ini sama orang tuanya. Hebat!"

Melodi mengulurkan tangannya pada Hari. "Melodi," ucap Melodi memperkenalkan diri. "Om siapa?"

"Saya adiknya Mas Wira, Omnya Arka.".

"Melodi mau kasih penghargaan buat Om Hari."

"Penghargaan apa?"

Melodi kembali mengulurkan tangan kepada Hari. "Selamat! Om mirip Dono yang di film Warkop DKI."

Keadaan hening tercipta di sekeliling Melodi sebelum akhirnya tawa mereka pecah. Gadis yang kini dalam pelukan Wira nampak seperti anak kecil yang melontarkan kalimat-kalimat jenaka dengan polos.

Hari menjabat lagi tangan Melodi selagi tertawa. "Aduh jangan dong, berarti Om jelek?"

"Om ganteng, kayak Haji Muhidin," kata Melodi.

Semuanya kembali tertawa.

***

"Odi laper," ujar Melodi.

"Belum makan?" tanya Arka ingin memastikan.

Melodi menggelengkan kepala.

Arka menatap sekeliling dan menemukan stand makanan. Segera ia membawa Melodi ke sana. "Makan apa pun yang lo mau sampe kenyang. Gue mau nyamperin sepupu gue dulu. Lo jangan ke mana-mana."

Melodi mengangguk. Ia mulai mencicipi banyak makanan. Mulai dari berbagai pastry hingga olahan buah. Hingga tiba-tiba saja seorang perempuan menabraknya dan menyenggol tangannya yang terluka.

"Sori, gue enggak sengaja," kata perempuan itu.

Melodi mengepalkan tangan agar nyerinya sedikit mereda. Ia mengusap pelan perban yang menutup lukanya.

"Tangan lo enggak apa-apa?" tanya perempuan itu.

Melodi menatap kesal padanya. "Lo buta? Tangan Odi luka terus kesenggol dan lo masih tanya baik-baik aja apa enggak? Jelas enggaklah, bego!"

Perempuan itu tersentak mendengar perkataan Melodi. "Kok, lo marah-marah, sih? Gue, kan, udah minta maaf."

"Emang minta maaf bisa bikin sakitnya hilang?"

"Ini orang dibaikin malah ngelunjak. Masih mending gue mau minta maaf. Dasar sinting!" kata perempuan itu.

Melodi menatapnya nyalang. Ia sedikit mendongakan kepala untuk menatap perempuan yang lebih tinggi darinya. "Kalo Odi sinting, mau apa lo?" tantang Melodi.

"Sherli?"

Melodi menoleh ke arah sumber suara. Ia melihat seorang perempuan menggunakan gaun pesta yang sangat indah. Terlihat cantik dan juga manis. Perempuan itu berjalan mendekat ke arahnya.

"Dateng juga lo akhirnya. Gue nungguin lo dari tadi." Perempuan bergaun pesta itu memeluk Sherli.

"Sori gue telat, ada hambatan, nih."

Perempuan bergaun pesta itu beralih menatap Melodi.

Tak lama kemudian dia justru tersenyum lebar. "Lo, Melodi, kan? " tebaknya.

Melodi mengangguk. "Iya, lo siapa?"

Perempuan itu mengulurkan tangannya. "Kenalin gue Sha, sepupunya Bang Arka." 

***

Follow instagram @wpvanili untuk info-info seputar novel Love in Psychiatrical dan ceritaku yang lain ya

Love in PsychiatricalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang