37. Selamat Ulang Tahun Mama

8.8K 1K 74
                                    

Hari ini Melodi meminta Arka menemaninya ke suatu tempat Angin yang berhembus sedikit kencang terasa menyejukan. Diiringi oleh harum bunga kemboja yang dominan serta bau tanah pemakaman terasa menusuk indra penciuman.. Melodi berjongkok di sisi sebuah makam. Di tatapnya nisan bertuliskan nama Febina dengan teduh.

"Hai Mama," sapa Melodi.

Bunga mawar yang tadi sempat ia beli bersama Arka, diletakan di atas makamnya. Melodi tersenyum seraya mengusap nisan itu dengan lembut.

"Selamat ulang tahun, Mama." Mata Melodi mulai memanas, tetapi ia menahan agar tidak menangis. Ia sudah berjanji pada Arka untuk tidak menangis.

"Maaf, Melodi telat ucapinnya," kata Melodi. "Mama apa kabar? Bahagia, kan?" Melodi menghela napas. Merasa sedih karena apa pun yang ia tanyakan tidak akan pernah bisa mendapat balasan.

"Tadinya Melodi mau bawa kue, tapi kata Arkana lebih baik bawa bunga karena Mama lebih suka bunga," ucap Melodi. Ia kemudian terkekeh mengingat perdebatannya dengan Arka perihal hal yang harus ia bawa.

Melodi jadi teringat. Dulu ibunya sangat menyukai bunga mawar merah. Ada banyak jenis bunga selain mawar di rumah, membuat rumahnya menjadi harum setiap saat.

Mama suka bunga karena bunga tetap mengharumkan walau ada di tangan orang yang merusaknya.

Suara itu, suara yang sangat Melodi rindukan, begitu pun dengan kehadirannya. Semua yang ada dalam diri Febina adalah hal yang paling Melodi rindukan selamanya.

"Mama ... Melodi kangen Mama."

Melodi memandang tangannya yang diraih lalu diusap lembut oleh Arka seakan menguatkannya.

Arka tersenyum. "Jangan nangis," katanya seperti menyadari bahwa Melodi merasa sangat sedih.

Melodi membalas Arka dengan senyum kecil. Ia tidak akan menangis. "Lo enggak mau ngucapin selamat ke Mama Odi?" tanya Melodi.

"Lo mau gue lakuin itu?" tanya Arka.

Melodi mengangguk.

"Oke." Arka melepas tangan Melodi lalu beralih mengusap nisan. "Selamat ulang tahun Tante Febina. Semoga Tante tenang dan bahagia di sana. Mungkin kalau saat ini Tante masih ada kita bisa pesta barbeque sama-sama."

"Beneran?" sahut Melodi tiba-tiba.

Arka melunturkan senyum, lalu menoleh. "Apa?"

"Mau pesta daging," kata Melodi.

Arka berdecak. "Itu kalo Mama lo masih ada."

"Kalo udah enggak ada berarti enggak?" tanya Melodi.

Arka menganggukkan kepalanya.

Melodi mengernyit. "Kok gitu? Odi mau pesta daging."

"Iya udah, tinggal pesta. Kenapa ribet, sih?" ujar Arka "Maunya sama lo. Lo yang bayar. Pokoknya lo semua."

"Kalo gue enggak mau?"

"Odi cium!"

Arka terdiam selama beberapa saat. "Besok kita sembelih sapi, sekarang pulang."

Sepanjang jalan menuju mobil, Arka terus menggerutu meski hanya di dalam hatinya.

"Arkana tungguin!" Melodi berteriak sembari berlari menghampiri Arka. "Besok beneran mau sembelih sapi?"

"Lo yang gue sembelih," jawab Arka dengan ketus.

"Jahat!"

***

"Arkana, Odi mau ketemu Bunda Elin."

Arka melepas sabuk pengamannya lalu menatap Melodi. Kini mereka sudah kembali ke rumah sakit. "Besok ketemu Bunda."

Raut wajah Melodi berubah antusias. Ia menunjuk wajah Arka dengan jari telunjuknya. "Bohong enggak?"

"Lo maunya gue jawab apa?" tanya Arka.

"Enggak." Melodi terkekeh. Ia kemudian membuka pintu mobil untuk turun.

"BESOK KETEMU BUNDA!" Melodi berlari sembari berteriak kencang.

Hingga saat Melodi memasuki lobi, langkah kaki dan teriakannya berhenti tatkala melihat seseorang kini berdiri di hadapannya. Gaun berwarna hitam yang panjangnya sedikit di bawah lutut itu membalut tubuh yang masih terlihat segar meski sudah termakan usia. Riasan tidak memudarkan raut wajahnya yang selalu tampak dingin.

Melodi menatap Niken dalam diam.

"Jadi, sekarang kamu punya ... Bunda?"

***

Oke bab ini pendek dan pada inti pointnya sama, cuma direvisi ada adegan yang dihapus karena enggak terlalu penting dan pengaruh ke alur.

Makasih udah baca. Mampir ke ig @wpvanili :)

Love in PsychiatricalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang