Arka membawa Melodi ke tempat duduk yang tidak banyak tamu. Arka duduk berdampingan dengan Melodi. Ia terus memperhatikan gadis itu yang matanya kini hanya terfokus pada kue di tangannya. Stroberinya belum dia makan.
Memandang Melodi rasanya segala emosi dalam diri Arka bergejolak naik turun. Inginnya ia memarahi atau paling tidak memaki tanpa tedeng aling-aling, tetapi begitu melihat wajah polosnya membuat semua rencana busuk dalam kepalanya lenyap seketika. Dengan wajah tengilnya pun Arka masih tetap tidak bisa melakukan itu padanya. Mana tega?
Mengingat kelakuan Melodi yang sempat merengek bahkan sampai menangis hanya karena ingin kue bertoping stroberi besar, benar-benar membuat rasa malu Arka amblas hingga paling dasar.
"Lo emang semanja ini? Selalu maksa semua orang buat penuhin kemauan lo?" ujsr Arka.
Melodi terdiam sesaat. "Kalo iya emang kenapa?"
"Gue enggak suka."
Melodi memasukan stroberi yang tersisa ke dalam mulutnya. Lalu beralih menatap Arka. "Kenapa enggak suka?"
"Karena itu artinya lo memaksa kehendak orang lain."
"Enggak peduli," balas Melodi cuek. "Kalo gue peduli, mereka enggak akan pernah mau turutin kemaun gue, kan?"
Arka tidak salah dengarkan? Tadi ia dengan jelas mendengar Melodi menggunakan kata 'gue' dalam menyebut dirinya. Biasanya gadis itu selalu menyebut dirinya dengan nama panggilannya.
"Lo, tadi ngomong apa? Gue?"
"Kaget banget kayaknya Odi ngomong gue," sahut Melodi seperti mengerti keterkejutan Arka.
"Kenapa tiba-tiba cara ngomong lo berubah?" Arka penasaran. Ia merasa ada yang berbeda dari Melodi. Baik dari gaya maupun nada bicaranya yang berubah.
"Em ... karena gue sesekali capek nyebut nama ke semua orang," jawab Melodi santai.
Kening Arka berkerut dalam. "Maksud lo?"
Melodi menundukkan kepalanya. Memperhatikan jemarinya yang saling memilin. Sudut bibirnya tesenyum kecil. Hatinya kembali menelaah perasaan apa yang selama ini dirasakannya.
Melodi benci ketika harus mengakui bahwa dirinya juga lelah, dirinya pernah menyerah. Pada keadaan di mana ia harus terus menyebut namanya berulang kali, demi keberadaannya tidak semakin terlupakan.
***
Sha menatap Melodi yang masih belum berhenti memasukkan camilan ke dalam mulutnya. Saat ini ia bersama Melodi serta Sherli sejak dua puluh menit yang lalu. Arka menitipkan Melodi pada Sha karena pria itu ingin membicarakan sesuatu dengan kerabatnya yang lain.
Di mata Sha, Melodi itu gadis yang berbeda. Tidak peduli sekitar dan sibuk dengan dunianya sendiri. Meski begitu, Sha menyukai kepribadian Melodi yang ceria dan juga kekanakan dalam artian sebenarnya. Sha tidak memanggil Melodi dengan embel-embel kak karena baginya, Melodi justru terlihat lebih muda darinya.
"Lo minum apa?" tanya Melodi pada Sherli. "Kok warnanya ungu. Lo minum racun?"
Sherli memutar matanya, merasa tidak percaya ada yang tidak tahu minuman apa yang baru ia tenggak. "Lo enggak tau ini apa?"
"Kalo gue tau enggak bakal tanya, bego," balas Melodi.
"Kok, nyolot sih, lo? Udah tanya pake ngatain orang lagi." Sherli tidak paham mengapa sejak awal pertemuannya dengan Melodi hingga kini, ia terus saja dikatai bego.
"Emang lo pantesnya dikatain."
"Lo mau cari gara-gara sama gue?" Sherli menatap Melodi menantang.
"Lo jualan agar-agar?"
"Udah-udah, kenapa pada adu mulut, sih?" Sha menengahi keduanya agar tidak semakin runyam.
Sha mengambil gelasnya yang juga berisi wine. Ia menyerahkannya pada Melodi. "Ini namanya wine bukan racun. Mau coba?" tawar Sha.
Melodi menerimanya kemudian mulai menyesapnya perlahan. Keningnya mengernyit saat merasakan rasa aneh mulai memenuhi indra perasanya.
"Rasanya aneh," gumam Melodi. "Tapi enak." Melodi kembali menyesapnya. Sha memperhatikan Melodi yang sepertinya ... ketagihan.
***
"Odi mau pulang." Melodi berusaha berdiri meski dirasa tubuhnya sempoyongan.
"Mel, lo enggak apa-apa?" tanya Sha khawatir. Sha tidak menyangka, hanya tiga gelas wine bisa membuat gadis itu mabuk dengan cepat.
Melodi mengangkat satu tangannya. "Enggak apa-apa."
Melodi kembali melanjutkan langkah. Kepalanya terasa berputar. Tubuhnya terhuyung ke sana kemari hingga nyaris jatuh membentur lantai andai seseorang tidak menahan tubuhnya. Melodi menatap orang itu dengan setengah sadar. Pengelihatannya makin buram, tetapi masih dapat melihat orang yang kini menahan tubuhnya. "Arkana?"
Arka terkejut melihat keadaan Melodi saat ini. Bau wine dari mulutnya sudah bisa menjelaskan alasan gadis ini sempoyongan. "Mel, lo minum?" tanyanya.
Melodi beringsut memeluk Arka. Menyandarkan kepalanya yang pening ke dada bidang pria itu. Mencari posisi ternyaman kemudian mulai memejamkan mata hingga kesadarannya sirna.
Arka mengendong Melodi dengan cepat.
Mata Arka menangkap keberadaan Sha yang sedang memperhatikannya. Dari cara gadis itu tersenyum, Arka bisa tahu bagaimana Melodi tiba-tiba bisa mabuk.
"Kenapa lo cekokin dia pake wine?" tanya Arka tanpa suara pada Sha. Gadis itu hanya mengangkat bahu sambil menangkupkan kedua telapak tangannya sebagai tanda permohonan maaf.
***
Arka masuk ke dalam kamar tamu di rumahnya. Melodi terbaring di sana. Tadi sewaktu Arka membawa Melodi ke mobilnya, ia bertemu dengan orang tuanya. Elina meminta agar sebaiknya Melodi menginap di rumahnya karena sudah terlalu larut malam. Elina sudah menganti pakaian Melodi dengan piyamanya agar gadis itu tidur lebih nyaman. Dan kini Melodi justru demam.
Arka mulai mengompres Melodi dengan handuk basah. Ia memandangi wajah Melodi. Gadis ini terlihat normal saat tidur. Tanpa ocehan atau tindakan menyelenehnya.
"Ma ...."
Arka tersentak saat mendengar suara Melodi. Gadis itu masih memejamkan mata. Melodi mengigau?
"Mama ...."
Melodi mengigaukan ibunya berulang kali. Arka bisa menangkap ada air mata yang mengalir dari ujung matanya. Ia menyentuh tangan Melodi berniat untuk membangunkannya. Namun, suara lirih Melodi berhasil membuatnya terdiam.
"Ma ... Papa jahat sama Melodi."
***
Follow instagram @wpvanili untuk info-info seputar novel Love in Psychiatrical dan ceritaku yang lain ya
KAMU SEDANG MEMBACA
Love in Psychiatrical
Literatura Feminina[ TAMAT | PROSES REVISI ] "Lo itu cewek paling sinting yang pernah gue temui dan kewarasan lo adalah kegilaan yang selalu gue cari sampai mati." Kebiasaan buruk menghambur-hamburkan uang membuat seorang Arkana Elfreda mendapat hukuman dari sang aya...