41. Berjuang Melewati Malam

7.9K 1.1K 242
                                    

Ada banyak hal yang Melodi tidak mengerti. Ada banyak pertanyaan yang ingin Melodi tanyakan. Pada Arka dan segala sikapnya yang terlalu berbeda.

Melodi sempat luluh. Namun, pada kenyataannya, Arka kembali bersikap dingin padanya. Seolah kejadian di dapur tidak pernah terjadi, seolah kata maaf yang terucap bukan berasal dari mulutnya apalagi hatinya.

"Mel, setelah ini lo mau main game sama gue?" tanya Kevin. Tiba-tiba pria itu datang dan duduk di samping Melodi.

"Enggak, deh. Gue ngantuk," jawab Melodi.

"Perasaan lo tadi udah tidur lama, sekarang udah ngantuk lagi aja." Kevin menyodorkan satu gelas minuman soda kepada Melodi. "Nih minum, biar enggak ngantuk."

Meski sebenarnya enggan bergerak, akhirnya Melodi menerima. Namun baru menyentuh gelasnya Melodi sudah terkesiap saat dingin mengenai tangannya. "Dingin-dingin gini, kok, minumanya yang dingin juga, sih?"

"Emang kenapa? Di sini dinginnya masih normal."

"Normal kakek lo!" balas Melodi.

Kevin memperhatikan Melodi yang sibuk mengusap lengan atasnya sendiri. Seperti seseorang yang benar-benar kedinginan. "Lo kedinginan?" tanya Kevin. Kevin meraih tangan Melodi. "Mel, tangan lo dingin banget!"

"Kan, gue udah bilang di sini dingin," sahut Melodi. Ia menarik tangannya dari Kevin.

Seruan Kevin rupanya menarik perhatian mereka yang tadinya sibuk menikmati makanan, termasuk Arka yang kini menolehkan kepala pada Melodi. "Lo kedinginan?" tanyanya.

Melodi tidak menjawab, tetapi Arka sudah tahu jawabannya dari gelagat tangan Melodi yang saling mengenggam erat. "Keras kepala, udah gue bilang pake jaket ya pake!" tegur Arka.

Melodi tersentak ketika Arka memarahinya lagi. Mengangkat pandangan, Melodi menatapnya kesal. "Apa lagi? Apa lagi yang mau lo omongin? Gue dengerin."

"Maksud lo apa?" tanya Arka.

"Iya gue ngerti. Gue emang keras kepala, gue bandel, gue orang terburuk yang pernah lo temui, dan gue capek!" teriak Melodi di depan Arka.

Rasanya kali ini Melodi benar-benar kesal dengan Arka. Ia marah dan begitu tidak menyukainya. Seharian ini Arka terus saja marah-marah pada hal yang Melodi lakukan.

"Gue emang enggak bisa nurut, tapi gue capek lo marahin terus! Badan gue, telinga gue, hati gue capek lo marahin terus. Berhenti berhenti berhenti!"

"KALO ENGGAK MAU DIMARAHIN LO HARUS NURUT HARUS TAU BATASAN DIRI LO!!!"

Mendengar nada tinggi Arka membuat Melodi terdiam. Air mata yang mampu membalas segala ucapannya. Melodi tidak ingin menangis, tetapi ia sendiri tidak bisa menahannya.

"Batasan apa? Gue enggak pernah tau apa yang lo maksud batasan."

Arka memejamkan mata sesaat. "Lo itu gampang sakit, bahkan sekarang aja lo masih sakit. Lo main air di air terjun berjam-jam dan sekarang lo kedinginan karena enggak pake jaket padahal lo tau itu berisiko buat bikin lo makin sakit! Lo harusnya tau batas kemampuan diri lo sendiri!"

"CUKUP!" Melodi berteriak di depan wajah Arka. "Cuma gue yang tau batasan dalam diri gue sendiri. Cuma gue yang tau kapan gue kuat dan lemah. Cuma gue yang tau kapan harus nyerah. Lo ... cukup ingat bahwa enggak selamanya gue akan nyusahin lo."

Tidak, bukan seperti ini yang Arka mau. Bukan air mata atau kalimat menyakitkan Melodi yang ingin ia tahu.

***

"Arka, alergi dingin aku kayaknya kambuh, deh. Lihat tangan aku merah-merah," ujar Fara.

Arka memperhatikan tangan Fara yang merah-merah. Arka melepas jaketnya dan memakaikannya pada Fara. "Pake, biar enggak kedinginan dan makin parah."

Love in PsychiatricalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang