32. Gado-Gado Kesabaran

11.5K 1.1K 106
                                    

Sepertinya hari ini adalah hari yang sangat sial bagi Arka. Pagi hari ia sudah direpotkan dengan Melodi yang merajuk tidak mau makan kalau bukan gado-gado sebagai menu makanannya. Saat ia pergi ke kampus dan nahasnya terlambat, ia tidak diizinkan mengikuti kelas.

Untungnya ada Kevin yang juga bernasib sama dengannya. Ia dan juga Kevin akhirnya memilih singgah di indekosan pria itu. Sekedar bermain game untuk melepas kesuntukan. Namun itu tidak berlangsung lama. Deva dengan tiba-tiba menelfonnya dan memintanya menjemput belahan jiwanya di Pet Shop. Iya, kucing adalah belahan jiwa kakaknya. Itu sungguhan.

Kecintaan Deva pada kucing memang perlu dipertanyakan. Terkadang ia sendiri tidak mengerti mengapa kakak satu-satunya itu bisa sangat menyukai hewan mungil berbulu itu. Arka tidak membencinya tetapi tidak juga menyukainya.

Deva memang semena-mena. Itu yang tidak ia sukai dari sifat kakaknya. Namun lebih dari ketidaksukaannya, Arka tetap saja menurut meski dengan perasaan dongkol. Kemarahan Deva juga perlu diwaspadai selain Ayahnya. Arka tidak berani menolak perintahnya apalagi bila sudah mengeluarkan sebuah ancaman, mengganggunya, atau mengacau lagi. Terakhir kali berperilaku seperti itu, ia dan Deva berakhir baku hantam.

Meski terkadang Deva kekanakan tetapi dia tetap menjadi sosok kakak yang ia kagumi. Kedewasaannya tetap mendominasi dirinya. Sampai-sampai ia selalu berharap ingin menjadi seperti Deva.

Arka menghela nafas panjang. Dipangkuannya ada pet carrier yang berisikan Momo, kucing berwarna putih yang menjadi salah satu kesayangan Deva. Beberapa hari ini Momo ada masalah dengan pencernaannya sehigga harus dirawat di klinik yang ada di sebuah Pet Shop.

Arka bukan sedang di klinik ataupun Pet Shop, ia sedang duduk di salah satu warung penjual gado-gado. Saat teringat Elina memintanya membelikan gado-gado untuk Melodi, ia segera bergegas dengan cepat kemari setelah mengambil Momo.

Tadi pagi Melodi hanya minum susu. Tidak makan sama sekali. Merajuknya Melodi memang seekstrim itu. Ia rela kelaparan hanya untuk menunggunya membeli gado-gado. Ia tidak habis pikir. Ia kira hanya Ibu hamil yang akan merengek bila ingin sesuatu, ternyata gadis sinting seperti Melodi juga bisa lebih parah.

"Terima kasih," ujar Arka pada Ibu penjual gado-gado.

Setelah membayar Arka bergagas pulang dan sampai dalam waktu sepuluh menit. Ia memasuki rumah dengan tangan kanan membawa kantung plastik berisi gado-gado dan tangan kiri membawa pet carrier berisi Momo. Ia melihat Melodi sedang berbaring di sofa sambil menonton televisi.

"Ini gado-gado lo, sekarang makan. Lo dari pagi belum makan, kan?" ujar Arka. Ia mengulurkan kantung plastik itu pada Melodi.

Bukannya menerima, Melodi justru bertanya balik pada Arka. "Itu apa?" Melodi menunjuk pet carrier di tangan Arka.

"Momo," jawab Arka singkat.

"Pacar baru lo?"

Arka memutar mata. "Bukan. Momo itu ini." Arka menunjukan pet carrier pada Melodi. "Kucingnya Kak Deva."

Mendengar kata kucing lantas membuat Melodi bangkit. Ia mendekatkan wajahnya pada kucing itu, namun Arka segera menjauhkannya. "Jangan deket-deket."

"Kenapa? Odi mau liat," kata Melodi.

"Ini kucingnya Kak Deva. Sebaiknya lo jangan deket-deket apalagi liat-liat." Setelah berujar Arka meletakan bungkus gado-gado di atas meja dan pergi meninggalakan Melodi. Ia menuju kamar Deva untuk meletakan Momo.

"DASAR PELIT!!!" teriak Melodi. Suaranya terdengar nyaring. Bahkan beberapa pekerja yang sedang berada di dapur sampai menoleh padanya. Namun tidak ia pedulikan.

Setelah itu Melodi memilih menikmati gado-gadonya meski dengan perasaan kesal. Matanya tidak lepas dari pintu kamar Deva yang masih tertutup. Arka belum keluar juga. Hingga gado-gado dipiringnya tersisa setengah, ia baru melihat Arka keluar dari kamar Deva. Pria itu berjalan menuju kamarnya sendiri yang tidak jauh dari kamar Deva.

Mata Melodi bergulir mengikuti pergerakan Arka hingga pria itu hilang di balik pintu kamarnya. Saat itulah, ide cemerlang muncul di kepalanya. Melodi tersenyum kemudian beranjak dari duduknya. Langkahnya berderap tanpa suara karena ia tidak memakai alas kaki. Mengendap-endap seperti maling dalam rumah.

Melodi terus melangkah meski tatapan para pekerja seperti sedang menertawakannya. Ia tidak peduli. Hingga kini ia berada tepat di depan pintu kamar Deva. Ia membuka pintu dan masuk ke dalam.

Matanya berpendar. Kamar Deva lebih rapi dari kamar Arka. Kamar Deva juga lebih menenangkan dan membuat nyaman. Sejauh ini tidak ada hal yang aneh dan menarik selain keberadaan tiga kucing.

Melodi menatap antusias kucing-kucing itu. Ia menggendong salah satu dari mereka. Kucing putih yang bernama Momo itu menarik perhatiannya sejak awal melihat. Melodi duduk di bibir ranjang sembari bermain-main dengan Momo yang juga terlihat aktif.

Karena terlalu asiknya bermain dengan waktu yang cukup lama ia sampai tidak sadar sudah membuat kamar Deva berantakan. Melodi membaringkan tubuhnya yang lelah bersama Momo di pelukannya. Nafasnya terengah.

Suara pintu yang terbuka tiba-tiba membuatnya dengan cepat menolehkan kepala. Begitu melihat siapa yang datang, sontak membuat mata Melodi membulat. Lantas ia segera mendudukan diri dengan cepat.

"Kak Deva?"

Melodi melepaskan Momo dan segera berdiri. Ia meneguk ludah saat melihat raut wajah tidak bersabahat Deva. Pria itu terlihat mengeraskan rahang. Matanya sekejap terpejam setelah berpendar melihat kekacauan yang ada di kamarnya. Melodi bisa merasakan akan ada hal berbahaya setelah ini.

"Ngapain kamu di sini?" tanya Deva. Suaranya terdengar dingin dan sorot matanya berubah tajam.

Melodi menggaruk pelipisnya yang tidak gatal. "Em... anu... Odi cuma main sama kucing."

"Keluar!" pinta Deva dengan tegas.

"Hah?"

"KELUAR DARI KAMAR SAYA!"

Melodi mengerjapkan mata mendengar teriakkan Deva. Dengan langkah takut-takut ia melewati tubuh Deva agar bisa keluar dari kamar karena pria itu berdiri di ambang pintu. Sekilas Melodi bisa melihat wajah Deva terlihat menyeramkan. Bulu kuduknya seketika meremang. Setelah berhasil keluar dari kamar, ia langsung berlari kencang.

"ARKANA, ODI LIAT SETAN!!!!"

***

Follow instagram @wpvanili untuk info-info seputar novel Love in Psychiatrical dan ceritaku yang lain

Love in PsychiatricalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang