Abhi membawa Arka untuk duduk di sofa yang ada di ruang kerjanya. Sekilas Arka mengamati ruangan Abhi yang notabene adalah seorang sekretaris dari Edi Saputra.
Terlihat besar dengan fasilitas yang lengkap.
"Bagaimana kabarmu?" tanya Abhi memulai pembicaraan.
Arka menganggukkan kepala pelan. "Baik, kalo Om gimana?"
"Ya begitulah, pekerjaan menyita banyak sekali waktu istirahat," jawab Abi. "Melodi ... dia baik-baik saja?"
"Kemarin Melodi sedikit demam, sakit gigi, dan katanya badannya pegal-pegal. Tapi dia udah baikkan," ungkap Arka.
"Syukurlah." Selanjutnya ada hening yang menjeda, sebelum akhirnya Abhi kembali bersuara. "Jadi, kenapa kamu ingin bertemu dengan saya, ada apa?"
Arka berdeham sebentar, lantas membuka ranselnya dan mengeluarkan sebuah map. Diletakkannya map tersebut di atas meja yang menjadi pembatas keduanya. "Arka temuin ini di kamar Melodi."
Abhi meraih map itu lalu membukanya. Dahinya berkerut dalam usai membaca isi map tersebut. "Ini ... kenapa bisa ada di Melodi, sejak kapan?"
Kepala Arka menggeleng kecil. "Arka enggak tau pastinya. Mungkin belum lama ini karena Mas Adit bilang Niken yang kasih ini waktu jenguk Melodi."
Menyandarkan punggung, Abhi lantas menghela napas panjang. Terlihat sekali pria itu belum mengerti dengan keadaan yang terjadi saat ini. "Apa Melodi mengatakan sesuatu?"
"Enggak sama sekali. Dia bahkan marah kalo Arka tanya soal surat warisan itu," jawab Arka. "Sebenarnya ada apa, Om?"
Tangan kanan Abhi memijat pangkal hidungnya pelan. Sekali lagi ia menghela napas, tetapi kali ini terdengar lebih berat. "Sepertinya Bu Niken menginginkan semua harta Pak Edi yang diwariskan untuk Melodi. Itu sudah jelas dari caranya memberikan surat pengalihan warisan ini."
Arka tertegun mendengarnya. Tidak menyangka bila Niken memanfaatkan kondisi Melodi untuk mengambil alih warisan tersebut. Namun, mengapa Melodi diam dan marah bila ia menyinggung hal ini? Mengapa harus disembunyikan bahkan dari Abhi yang merupakan orang terdekatnya sekalipun?
"Arka pikir ada yang Melodi sembunyikan tentang ini," kata Arka.
Abhi menatap Arka dengan pandangan bertanya.
"Rasanya aneh kalau Niken cuma dateng untuk kasih map ini. Pasti ada penawaran atau bahkan ancaman yang bikin Melodi harus berpikir," ujar Arka.
Bila sekadar mengajukan, Melodi pasti dengan mudah akan menyetujui atau menolaknya. Bila memang begitu, Melodi tidak akan kesal dan marah bila ia menanyakan hal ini kala itu. Melodi adalah orang yang cuek terhadap sesuatu. Bila tidak ada penawaran atau bahkan ancaman, tidak mungkin Melodi akan bersikap seperti itu.
Penuturan Arka membuat Abhi berpikir jauh. Benaknya berkelana pada kejadian yang akhir-akhir ini terjadi. Tentang Melodi yang tiba-tiba merindukan ayahnya hingga Melodi yang sering sekali menanyakan keadaannya. Semua teringat jelas dalam memori Abhi.
"Kamu benar, Arka. Saya rasa ini ada hubungannya dengan Pak Edi," ucap Abhi.
Arka mengernyit. "Dengan Papanya Melodi?"
"Akhir-akhir ini semejak saya belikan Melodi ponsel, dia sering menanyakan keadaan Papanya. Mungkin hampir setiap hari dia melakukannya," ungkap Abhi dengan pandangan yang menerawang jauh.
"Om, Papa baik-baik aja, kan?"
Suara Melodi yang selalu menanyakan ayahnya terngiang di kepala Abhi dengan jelas. Membuatnya menjadi semakin merindukan gadis itu. Ia ingin memeluknya, menenggelamkan kepala mungil itu dalam dadanya, dan mengatakan bahwa orang yang dia tanyakan dalam keadaan baik-baik saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love in Psychiatrical
Literatura Feminina[ TAMAT | PROSES REVISI ] "Lo itu cewek paling sinting yang pernah gue temui dan kewarasan lo adalah kegilaan yang selalu gue cari sampai mati." Kebiasaan buruk menghambur-hamburkan uang membuat seorang Arkana Elfreda mendapat hukuman dari sang aya...