34. Kegelisahan Hati

10.3K 1.1K 121
                                    

Tiga hari ini bila Arka amati, Melodi juga menjadi sangat pemalas. Tidak sekali pun gadis itu keluar kamar. Hanya berbaring sembari menonton televisi. Bila bergerak pun terlihat lamban dan terkesan lesu. Melodi seperti tidak memiliki semangat dalam hidupnya.

Meski yang sering Arka dapati adalah Melodi yang tengah berbaring, ia jarang melihat gadis itu tidur. Lingkaran hitam yang terlihat jelas di bawah matanya membuat Arka semakin bertanya-tanya. Sebenarnya ada apa dengan Melodi?

"Lo jadi lebih pendiam, kenapa? Gue ngomong lo diem. Lagi seriawan?" tebak Arka.

Melodi melirik Arka lagi. Hanya tiga detik sebelum akhirnya bergumam tanpa minat, "Diem, deh."

Arka berjalan menuju Melodi. "Bangun, lo harus olahraga, jangan males-malesan terus. Badan lo harus gerak!"

Menyibakkan selimut Melodi, Arka menarik sebelah tangan Melodi agar gadis itu mau bangun. Namun, hangat yang terasa di kulit telapak tangannya membuatnya mengernyit. "Kok, badan lo hangat?"

Arka mendudukkan tubuhnya, lalu menempelkan punggung tangannya di atas dahi dan leher Melodi. Memang terasa hangat. "Lo sakit? Kenapa enggak bilang?" tanya Arka.

Helaan napas Melodi terasa hangat. Melodi tidak kunjung bicara. Membuat Arka khawatir. Melodi lebih memilih diam sambil menatap ke depan. Sejak pulang dari apartemen Fara, Melodi tidak hanya menjadi pendiam untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk Arka. Gadis itu jarang sekali membalas ucapannya.

"Mel, mau sampe kapan lo diem? Dari kemarin juga lo kayak gini. Kalo sakit harusnya lo bilang ke gue." Arka menaikkan lagi selimut Melodi sampai pada batas dada.

Melodi menatap Arka lama, tepat pada manik hitamnya. Semakin lama menatap, mata Melodi menjadi panas. Ia menggigit bibir. "Gigi Odi sakit," lirih Melodi.

Arka tertegun mendengarnya. "Jadi akhir-akhir ini lo diem terus karena sakit gigi?"

***

Saat ini mereka dalam perjalanan pulang setelah memeriksa gigi Melodi. Jalanan macet sehingga membutuhkan waktu lama. Selama itupula Melodi terlelap.

Sesekali Arka melirik Melodi yang terlihat damai ketika sedang tidur. Arka selalu berpikir, di saat tidurlah Melodi akan terlihat seperti orang normal. Tenang dengan wajah damainya. Arka tersenyum kecil kala mengingat tingkah konyol Melodi selama ini. Meski membuatnya kesal tak jarang hal itu juga yang membuatnya merasa senang.

Tiga puluh menit kemudian Arka memarkirkan mobilnya di halaman parkir Rumah Sakit Jiwa Pradita. Setelah melepas sabuk pengamannya Arka menoleh pada Melodi. Gadis itu terlihat sedang bermimpi. Kerutan di dahinya yang terlihat jelas sudah bisa menjelaskan.

"Melodi?" Arka mengguncangkan pelan bahu Melodi. "Bangun, Mel."

Melodi membuka mata dengan cepat.

"Lo mimpi?" tanya Arka. Melodi mengangguk, tidak berniat menjawabnya dengan kata-kata.

Arka meraih botol minum yang selalu tersedia di dalam mobilnya, lalu memberinya pada Melodi. "Minum dulu."

Melodi menurut. Ia minum dengan rakus. "Ayo turun," ajak Melodi setelah merasa tenang.

"Lo enggak apa-apa?" tanya Arka.

Baru saja Melodi hendak menjawab, suara dering ponsel membuatnya urung berkata. Ia merapatkan bibir lagi. Diliriknya Arka yang mengambil ponselnya di saku jaketnya.

"Halo?" ucap Arka mengawali.

"Arka, kamu lama banget, sih, angkat teleponnya?"

"Maaf, Sayang. Aku tadi lagi di jalan, ini baru sampe."

Mendengar Arka menyebut kata 'sayang' lantas membuat Melodi mengangkat wajah dan menoleh pada Arka. Meski tidak terlalu dengar, ia tahu siapa yang menghubungi Arka saat ini. Itu Fara.

"Kamu di mana?"

"Aku lagi di rumah sakit Ayah," jawab Arka.

"Ngurusin cewek gila itu lagi?"

"Fara, jangan mulai. Sekarang bilang kenapa kamu telepon?" tanya Arka.

"Nanti malam kita jalan, ya? Aku kangen kamu."

"Iya, nanti malam aku jemput kamu. Udah, ya?"

Arka memutus sambungan telepon setelah disetujui oleh Fara. Kemudian ia menoleh pada Melodi. Terkejut karena ternyata Melodi juga tengah menatapnya.

"Gue enggak suka Fara."

Arka mengangkat kedua alisnya tidak paham.

"Gue benci sama Fara." kata Melodi semakin dingin. Tatapannya menghunus tepat di netra kehitaman Arka.

"Kenapa lo enggak suka sama Fara?"

Raut wajah Melodi berubah seketika. "Karena gue iri," lirih Melodi. "Gue iri sama Fara. Dia bisa bebas ngelakuin apa aja sama lo, sedangkan gue enggak."

Arka terpekur mendengarnya. Ia tidak pernah tahu Melodi juga mempunyai rasa iri sampai seperti ini.

"Lo mau ngelakuin apa sama gue?" tanya Arka.

Melodi mengangkat wajah. Mamandang wajah dan meneliti mata hitam pekat Arka. "Arkana, gue boleh lakuin banyak hal sama lo?"

Arka tersenyum kecil, lalu mengangkat bahu. "Kenapa enggak?"

Melodi terdiam sesaat melihat wajah tampan Arka. Tangannya melepas sabuk pengaman yang masih membelit tubuhnya. Perlahan ia mendekatkan diri pada Arka.

"Gue pengin ngelakuin ini." Melodi mengecup bibir Arka. Matanya terus menatap Arka sebelum akhirnya kembali menarik wajah. "Gue pengin ngelakuin hal sama kayak yang Fara lakuin ke lo kemarin."

***

Follow instagram @wpvanili untuk info-info seputar ceritaku ya

Love in PsychiatricalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang