Saat membuka pintu kamar, Arka menemukan Melodi sudah bangun dan terduduk. Bisa ia lihat sinar keterkejutan dari matanya ketika melihatnya ada di sini. Namun, tidak lama karena kemudian sinar itu kembali redup. Digantikan sinar kebencian meski masih menyisakan kerinduan.
Arka meletakan nampannya di atas nakas, lalu duduk di tepi ranjang. "Sarapan dulu, yuk."
"Ngapain di sini?" tanya Melodi begitu dingin.
"Karena kangen," jawab Arka, tidak lupa dengan senyum menawannya. "Gimana kondisinya, masih mual?"
Melodi bungkam. Terlihat tidak berniat menanggapi Arka dan memilih kembali berbaring. Namun Arka lebih dulu mencekal pergelangan tangannya. "Marah?" tanya Arka.
Melodi menepis tangan Arka, tetapi pria itu kembali meraih tangannya, serta mengulangi pertanyaannya. "Marah?"
"Lepasin!" Melodi kembali menepis lebih kasar.
Dan Arka tidak menyerah begitu saja. "Marah?" tanya Arka untuk yang ketiga kalinya.
Mata mereka saling beradu. Netra kecokelatan Melodi begitu memikat Arka untuk tidak berpaling barang sedetik pun. Arka menemukan bola mata indah Melodi berkaca-kaca.
Sekali lagi Arka bertanya, "marah?"
Dan detik berikutnya Melodi terisak sembari memukuli dada Arka meski dengan tidak bertenaga. Arka membawanya dalam pelukan terbaiknya. Mendekapnya seerat mungkin, seolah tidak ingin gadis itu kembali merasa hancur. Lalu membisikinya kata yang ingin ia ucapkan sebanyak mungkin.
"Maaf," bisik Arka penuh sesal. Berulang kali pria itu menyerukannya. "Maaf udah ninggalin lo sendirian."
***
"Jadi, lo marah?" Arka membuka percakapan setelah lama saling terdiam. Keduanya berada di atap gedung, menikmati oranye senja yang mulai muncul.
Melodi menggeleng. "Daripada marah sama lo, gue lebih marah sama diri sendiri."
"Kenapa?"
"Karena suka sama lo," ucap Melodi.
"Maaf udah ninggalin lo. Gue bener-bener seorang pengecut yang enggak bisa nepatin janji," ujar Arka.
Mata Melodi menerawang jauh, melihat awan-awan yang mulai termakan senja. "Setelah ini lo bisa pergi."
Arka menoleh. "Maksudnya?"
"Seperti yang lo bilang, kehadiran lo justru bikin perasaan gue semakin dalam. Gue enggak mau," ujar Melodi.
Arka menggeleng lalu menatapnya lekat. "Gue enggak akan pergi. Dan gue mau perasaan lo semakin dalam, Mel."
Melodi menoleh membalas tatapan mata Arka. Bibirnya tidak berkata, tetapi matanya bertanya-tanya.
"Lo boleh mencintai gue, dan gue minta hal yang sama." Arka mendekatkan wajah dan berbisik di telinga Melodi. "Izinin gue buat mencintai lo."
Melodi mengerjapkan mata, lalu dalam sekejap memalingkan wajah. "Lo kesurupan, ya?" tanya Melodi.
"Gue serius, Melodi."
Melodi meremas jari tangannya. "Enggak mungkin lo cinta sama orang gila, Arkana. Gue gila. Orang gila enggak pantas buat dicintai."
Melodi ingin bangkit dari duduknya, tetapi dicegah Arka. Mata Arka terus menatapnya lekat-lekat. Arka menyingkap anak rambut Melodi ke belakang telinga, lalu beralih ke pipinya yang merona.
"Melodi," bisik Arka. "Lo itu cewek paling sinting yang pernah gue temui, dan kewarasan lo adalah kegilaan yang selalu gue cari sampai mati."
Tubuh Melodi membeku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love in Psychiatrical
ChickLit[ TAMAT | PROSES REVISI ] "Lo itu cewek paling sinting yang pernah gue temui dan kewarasan lo adalah kegilaan yang selalu gue cari sampai mati." Kebiasaan buruk menghambur-hamburkan uang membuat seorang Arkana Elfreda mendapat hukuman dari sang aya...