40. Dia Yang Berubah

7.7K 1K 226
                                    

Perjalanan berlanjut ke sebuah wisata air terjun. Pengunjungnya tidak terlalu banyak, sehingga membuat mereka sedikit leluasa untuk menikmati pemandangan. Melodi turun dari mobil dengan antusias. Ikut berjalan bersama yang lain untuk menuju spot air terjun yang sesungguhnya.

Dengan sandal kelinci kesukaanya, Melodi berjalan kecil menyusuri setiap anak tangga yang sudah dibangun untuk kepentingan pariwisata. Matanya memandang sekitar, mengamati segala hal yang menarik di matanya.

"Mel, mau balapan?" tanya Kevin tiba-tiba.

"Balapan apa? Kalo ada hadiahnya, sih, mau."

"Balapan lari mungkin? Yang sampe air terjun di sana duluan itu yang menang. Kalo lo menang gue kasih lo main game banyak nanti malem," ujar Kevin, antusias.

"Bye! Odi duluan!"

Kevin membelalak. "WOI CURANG LO!" Kevin berlari menyusul Melodi yang sudah ada di depannya. Kevin mengejar dengan cepat, tetapi tetap kalah. Napasnya tersenggal ketika sudah berada di dekat Melodi.

"Curang lo lari duluan," kata kevin memprotes.

Melodi menjulurkan lidah. Ia duduk di pinggiran batu besar seraya merendam kakinya di aliran air terjun usai melepas sandalnya. "Mau mulai duluan atau enggak kalo lo cowok pasti tetep bisa kejar gue. Nah, lo kan cewek."

Kevin menganga. "Lo ada masalah hidup apa sampe enggak bisa bedain cewek sama cowok. Gue cowok, Mel, cowok. Tega bener."

Melodi mengangkat sudut bibir. "Masalah hidup? Banyaklah, mau tau?"

"Enggak makasih. Hidup gue udah cukup bermasalah, enggak usah lo tambahin."

"Vinvin," panggil Melodi.

"Apa panggil-panggil? Nama gue Kevin bukan Vinvin," ketus Kevin.

"Muka lo ... mirip dakjal. Sebelum gue gampar mending lo menyingkir dari gue."

"Ganteng gini lo samain dakjal. Tuh!" Kevin merangkum wajah Melodi lalu menghadapkannya pada Arka yang sedang berjalan menuju mereka. Di sampingnya tetap ada Fara. "Arka yang lebih cocok lo sebut dakjal," kata Kevin.

Melodi memalingkan wajah cepat. Ia lebih memilih menyibukkan diri dengan air yang mengaliri kedua kaki telanjangnya. Tanpa peduli suara cengkerama Arka dan Fara yang kian terdengar semakin jelas.

"Vin, gue sama yang lain ke posko dulu buat istirahat bentar. Lo mau tetep di sini?" tanya Arka begitu bersisian dengan Kevin dan Melodi.

Kevin berbalik. "Duluan aja. Ini kecebong kalo gue tinggal bisa bahaya, kan?" balas Kevin. Tangannya menunjuk Melodi yang terduduk di dekat kakinya.

Arka melirik ke arah Melodi yang memunggunginya. Gadis itu tidak kunjung berbalik setelah beberapa detik Arka tatap dalam diam. Entah memang tidak menyadarinya atau justru memang sengaja enggan menatapnya.

"Iya, udah. Lo jagain dia, gue mau quality time sama pacar," ucap Arka dengan menekankan kata 'quality time'.

Kevin mengangkat ibu jarinya ke hadapan Arka.

"Baik-baik lo sama anak orang," timpal Micho.

"Tenang, gue jahat cuma sama anak onyet macam lu, Mic," balas Kevin, lalu tertawa puas.

"Sialan lo!"

***

Tidak seharusnya Melodi memikirkan Arka, dia bukan siapa-siapanya. Dia hanya perawatnya yang kebetulan terlalu baik sampai membuatnya merasa nyaman di dekatnya. Fara adalah pacar Arka, sedangkan dengan Melodi tidak ada hubungan lain. Sebatas perawat dan pasien.

Love in PsychiatricalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang